Jam

3 1 0
                                    

Aku langsung membuka penutup kotak itu, dan terkaget, bahwa isinya adalah jam tangan yang elegan.

“J-jam tangan? A-aku tidak ingat mempunyai jam tangan ini ...” ucapku.

Aku menatap kembali penutup kotak yang aku pegang di tangan kanan. Melamun, membaca kembali tulisan yang ada di atas penutup tersebut. Mataku terbuka lebar, otakku baru menangkap sesuatu. Ini jam merk Alraja yang terkenal di seluruh dunia! Aku buru-buru mengambil HP-ku, membuka media sosial, mecari nama username Alraja ini. Aku menemukan akun officialnya langsung, aku meng-scroll mencari tipe jam tangan ini. Dapat!

“Ini adalah pengeluaran terlangka, hanya dijual 50, menyebar ke seluruh dunia. Hanya orang-orang beruntung yang bisa mendapatkan ini!” Aku mengartikan caption berbahasa Inggris itu, ke bahasa Indonesia.

Aku melamun, tidak menyangka ada jam tangan ini di tote bag-ku. aku berfikir, sepertinya ini jam Putra, yang menyelip di tote bag-ku. Aku pun, langsung meng-chat Putra.

 Aku pun, langsung meng-chat Putra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin kali ini, aku harus menerimanya. Aku tersenyum saat melihat jam mahal ini. Aku mengambil jam tersebut, dan mecobanya di tanganku. Cantiknya .... Tentu saja, aku harus menjaga ini dengan hati-hati, karna ini sangat cantik, elegan, dan mahal. Setelah mencobanya, aku menaruh lagi di kotaknya, dan menaruhnya di dalam lemari bajuku, di paling belakang. Agar tidak ada yang mencuri jam ini.
Aku mengantuk, dan memutuskan untuk tidur.

Minggu depan hari Kamis, tugas itu dikumpulkan. Seharusnya, Putra yang membawa tugas tersebut. Namun, saat dia datang, dia tidak membawa apa-apa. Mataku terbuka lebar, dia dengan santainya berjalan ke tempat duduknya sambil melambaikan tangan.

“Tugasnya mana?!” tegasku.

“Astaga! Aku lupa membawanya!” jawabnya.

Aku benar-benar ingin melemparkan dia dengan tasku ini, kali ini aku tidak tahan lagi. Aku hendak mengambil tasku, namun, Putra malah tertawa.

“Hahaha, jangan dong di lempar. Jangan panik dulu,” tawanya.

“Bagaimana aku tidak panik?!” ketusku.

“Tenang-tenang. Kebetulan, aku bertemu dengan bu Diah saat berjalan menuju kelas. Bu Diah menawari untuk mengumpulkannya lebih dulu, aku terima deh tawarannya,” ucapnya.

Aku merasa malu mendengar penjelasannya, aku tidak jadi melemparkan tasku, aku tidak menjawab penjelasannya, aku berbalik arah, tidak ingin berhadapan dengannya.

“Hehehe ... malu ya?” ucapnya.

Aku tidak membalas, hanya diam.

“Oiya! Seminggu ini kau tidak pernah memakai jamku!” serunya.

“Aku tidak ingin memakainya, takut hilang,” ucapku.

“Kenapa begitu?! Kalau hilang beli lagi,” ucapnya santai.

Aku refleks memukul meja dengan keras, Putra juga terkaget.

“Heh! Dikira murah apa?! Kamu seharusnya memberikanku yang murah aja, itu mahal banget, tau ga?! 50 di dunia, dikira orang-orang gampang mendapatkan itu?!”

“Makanya, itu disebut dengan, Mahal. Seperti pin rambutmu.”

“Terserah deh .... Lebih baik aku kembalikan dari pada aku tidak memakainya ....”

“Tidak boleh dikembalikan.”

Aku berdebat dengan Putra. Bisa-bisanya dia mengatakan itu dengan ringan, 50 tersebar di dunia ini, dia mengatakan bisa membeli lagi ....

“Aku tidak memakainya, karna itu berharga bagiku ....Tidak semua yang berharga bagiku aku pakai.  Karna pasti itu yang dicari-cari orang kaya di seluruh dunia ini. Aku menjaganya, agar tidak ada yang mencurinya. Toh, kamu memberikannya kepadaku dengan tulus, bukan bermaksud mengundang pencuri ke rumahku,” tuturku.

Hening sejenak, Putra tidak membalas. Aku melihatnya kebingungan, dia menutupi mukanya dengan kedua tangannya, lalu dia menghadap arah lain.

“Y-yasudah kalau begitu ...” gugupnya.

Aku tersenyum, aku menang lagi.

C(y)traTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang