Anterin

3 2 0
                                    

Keesokan harinya, sepertinya aku datang kepagian, di kelasku belum ada siapa-siapa. Aku bergegas duduk di bangku ku, dan melihat adik kelas/seangkatan berjalan di lapangan melalui jendela. Seketika aku menoleh ke kanan dan kaget melihat Putra yang sudah duduk di bangkunya. “Putra ini kedap suara? Aku tidak mendengar dia membuka pintu dan langkah kakinya,“ pikirku yang aneh.

“Cyara, boleh anterin aku ke ruang guru?“ tanya Putra.

Lantas aku terheran, bukannya kemarin dia sudah mengelilingi sekolah dengan yang lain.

“Lah? Bukannya kamu sudah keliling dengan Iwan kemarin?“ tanya ku heran.

“Eh... kemarin bukan keliling sekolah, melainkan menunjukkan tempat untuk bolos,“ jawab Putra terang.

“Tempat bolos? Serius?“ tanya ku memastikan.

“Iya,“ jawab Putra meyakinkan.

“Anak nakal,“ bisikku.

“Apa yang kamu katakan?“ tanya Putra dengan mata tajam nya.

“Eh, ga ada, ayo akan ku antarkan,“ jawabku mengalihkan.

“Baiklah, sebelumnya terima kasih,“ ucap nya.

“Sama-sama,“ ucap ku sembari berjalan menuju pintu dan diikuti, Putra.

Di koridor sekolah, aku hanya menunduk, di lihatin anak-anak seangkatan, Putra yang melihat itu hanya terheran. Awalnya Putra mengikutiku di belakang, lalu dia menyusul dan menyamakan langkah ku. Dengan tiba-tiba Putra memegang  kepalaku, dan menarik pelan kepalaku supaya melihat ke depan. Di saat bersamaan aku terkaget.

“Maaf, aku bukan bermaksud, aku takut kita kelewatan ruang guru,“ ucap Putra.

“T-tak apa, a-aku bisa tau dimana a-aku berada walaupun menunduk,“ ucapku yang masih sedikit kaget.

“A-. Baiklah, tapi sebaiknya kamu hadap ke depan.“

“Baik."

“Gausah gugup sama aku, aku bukan hantu,“ bercandanya.

“Biasanya kalau gini... kamu pasti hantu,“ ucapku memastikan.

“Hahaha engga lah, astagaa, bisa aja kamu berfikir seperti itu,“ tawa nya.

“Ternyata kamu bisa bercanda ya,“ ucap nya yang berusaha menghentikan tawa nya.

“Eh?“ ucap ku bingung.

“Kata Iwan, kamu pendiam dari kelas 1 SMA, bahkan misterius, bahkan kemarin kamu mengabaikanku, tapi ternyata tidak,“ ucapnya menjelaskan.

Lantas aku terheran, benar kata Putra, bahkan aku mengobrol dengan nya tidak gugup seperti kemarin, bahkan aku mengantar nya ke ruang guru. Kemarin aku mengabaikannya saat istirahat.

“Aku hanya merasa akan baik jika membantu, karena di kelas hanya ada kita berdua, jadi mau ga mau harus ku terima,“ ucap alasanku.

“Oh begitu... “

Lantas aku menghentikan langkah ku, yang berarti sudah sampai. Putra pun mengikuti.

“Disini ruang guru nya, aku tinggal ya.“ Dan aku mempersilahkan Putra untuk segera masuk.

“Eh, tunggu sebentar, aku hanya sebentar kok.“

“Aku tidak tau jalan menuju kelas, kesini saja ribet belok-belok, nanti aku tersasar,“ tahannya.

“Hhh... baiklah.“

Lalu Putra masuk ke ruang guru, dan menyelesaikan urusan nya dengan sebentar, lalu saat urusan nya selesai, dia keluar dari ruang guru dan mengucapkan salam sebelum menutup pintu dengan sempurna.

“Aku sudah selesai, ayo balik ke kelas,“ seruannya.

“Hm.” Yang berarti ‘iya’.

Lalu kami kembali ke kelas melewati koridor,dan menaiki tangga. Bahkan aku memberi tau dimana kamar mandi. Setelahnya kami sampai di kelas. Aku segera duduk di bangku ku, bahkan saat kembali belum ada yang datang. Aku menghela nafas lega, untungnya belum ada yang datang, jadinya tidak ada yang salah paham. Putra berterima kasih lagi kepadaku karena sudah mau mengantarnya. Aku bertanya apa urusan nya di ruang guru, dia menjawab mengumpulkan rapor dan keterangan pindah ke sini. Lantas aku hanya menjawab ‘ohh’ dan langsung mengambil buku dan alat tulis. Lalu perlahan murid-murid kelas berdatangan, dan aku menatapi pemandangan luar jendela. Sakira datang dan menghampiriku bicara, untuk menggantikan tanggal yang tertulis di papan tulis. aku menuruti nya, tugas menulis juga tugas sekertaris. Setelah mengganti tanggal, aku dipanggil Sakira dari bangkunya untuk berbicara kepadaku “Jika kamu sudah datang, jangan lupa ganti tanggal nya ya!“ ucap Sakira ramah. Aku meng-oke kan ucapan Sakira. Aku segera kembali. Lantas masih terheran, hari ini dia berani berbicara padaku di depan teman-temannya.“Lagi?“ pikir ku.

Kriingg... kriingg...

Bel berbunyi, menandakan kegiatan ini dimulai lagi.
Kegiatan ini berlangsung sampai besok, dan keesokannya lagi.

C(y)traTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang