Crayon dan Penutupan

8 2 1
                                    

***

Di hari Jum’at, sekolah mengadakan lomba mewarnai untuk semua angkatan. Bu Diah memerintahkan jangan sampai lupa membawa alat-alat mewarnai.
“Haduh, dimana ya, tadi malam sudah aku letakkan di meja belajar,“ kesal ku. Sebelum berangkat sekolah, aku rusuh di rumah mencari crayon yang semalam aku letakkan di meja belajar.

“Cy, ada apa? Kok pagi-pagi rusuh banget, berangkat sana! Nanti terlambat,“ ucap bang Aksa yang memasuki kamar ku dengan santai.

“Hari ini ada lomba mewarnai, aku sudah menyiapkan crayon di meja belajarku tadi malam, sekarang hilang,“ panikku.

“Oh, nyari crayon toh... tadi malam abang minjem pas kamu sudah tidur,“ ucap bang Aksa santai.

Lalu aku segera ke kamar bang Aksa untuk mengambil crayon nya. Lihatlah kamar nya yang berantakan. Tidak ada waktu untuk mengomel, aku segera turun ke bawah, mengambil bekal ku yang terletak di meja makan, dan langsung memakai sepatu.

“Aku berangkat! Bang Aksa jangan lupa membereskan kamar nya!“ teriakku.

Aku berlari dari rumah menuju sekolah, untungnya rumah ku dengan sekolah dekat, jadi tidak perlu berlari tergesa-gesa. Sampai di gerbang aku menghela nafas lega. Masih ada 7 menit lagi sebelum bel masuk. Lalu aku berjalan menuju kelas. Aku ingin  berlari, tetapi nanti di tegur guru. Dan aku berpas-pasan dengan Aisha, si bendahara.

“Devil? Tumben datang jam segini,“ tanya nya.

Aku hanya diam sambil mengangguk.

“Menurutmu... kita kumpulin uang kas setiap hari apa ya?“ bingung nya.

“S-selasa kayanya w-waktu yang tepat.“ Aku ragu jika diminta mengusulkan pendapat.

“Hm... boleh juga, terimakasih,“ tuturnya.

Lantas aku hanya mengangguk. Aisha berjalan bersamaku menuju kelas. Saat di tangga, aku melihatnya ingin bertanya pada ku lagi, tapi dia urungkan. Aku penasaran apa yang ingin dia tanyakan.

Sesampainya di kelas, aku segera menaruh tas di bangku ku. Lalu pergi ke meja guru mengambil spidol dan menggantikan tanggal. Lantas aku segera duduk di bangku ku.

“Syukurlah... “ aku menghela nafas lega, untungnya sampai sebelum bel berbunyi.

Bel belum berbunyi, tapi bu Diah sudah memasuki ruang kelas. Murid-murid kelas segera duduk di tempat nya masing-masing.

“Maaf ibu datang awal. Seperti yang ibu sampaikan kemarin, sekolah mengadakan lomba mewarnai. Pemenangnya akan diumumkan pada Upacara Hari Senin.“

“Semuanya sudah siap?“ seru bu Diah.

“Siap!“ satu kelas berseru.

“Baik! Akan ibu bagikan kertas gambarnya, kalian boleh langsung mewarnai, pakai alat apa saja di persilahkan,“ ucap bu Diah sambil membagikan kertas gambar.

Aku sangat senang, akhirnya ada lomba mewarnai. Siapa tau aku bisa menang.Semalam aku melihat hasil-hasil latihan mewarnai ku saat SD, menurutku itu sangat bagus. Aku yakin aku bisa.Objek gambar nya adalah pemandangan sebuah rumah yang di kelilingi pagar, tanaman, dan dua orang, satu orang nya sedang berjalan, dan yang satu lagi sedang menyiram tanaman. Di langit tertata Matahari dan awan.

“Baiklah, silahkan diwarnai !“ ucap bu diah bersemangat sembari meninggalkan kelas.

Aku segera membuka kotak crayon ku dan mengambil warna biru. Aku mau memulai pergerakan menggosok crayon. Lantas pergerakan ku terhenti. Tiba-tiba saja aku memikirkan, ‘Bagaimana caranya mewarnai menggunakan crayon?‘. Keringat bermunculan di sekitar wajah dan tanganku.

C(y)traTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang