8: Di balik semuanya

154 63 120
                                    

Aku tidak memaksakan kehendak tuhan, tapi jika bisa bersanding. Setidaknya aku bisa meninggalkan satu kenangan, yang membekas bersama-mu.
_Jina Jitaksara _

"Kenapa nggak lo ungkapin aja sih Ra? Dari pada kaya gini, lo-nya sendiri yang bakal sakit hati!"

Aksara menatap Jina dengan tatapan lurus nya, pria itu menggelengkan kepalanya dan kembali bermain gitar. Mungkin kalian penasaran, ada hubungan apa antara Aksara dan Jina? Jadi begini, mereka itu sudah berteman cukup dekat saat masa ospek. Dan siapa yang tahu, pertemanan mereka langgeng hingga sekarang.

Kadang Jina yang curhat, kadang juga Aksara yang curhat. Bersama dengan trio kemplu tentunya, ah.. mereka berdua sedang ada di kantin. Katanya, mereka sedang lapar karena tadi pagi tidak sarapan.

"Dan lo, lo sendiri gimana Jin? Mencintai seorang yang nggak bisa lo miliki, dan kenapa nggak lo ungkapin aja perasaan lo biar plong gitu." Jina terdiam di tempatnya, gadis itu memandang sendu pada sepatu putihnya. Benar, bagiaman bisa dia mencintai Danur yang jelas-jelas berbeda keyakinan dengannya. Justru, hal itu hanya akan memberikan luka yang dalam padanya.

"Gue nggak tahu Ra." Jina menarik nafasnya dalam, "gue tahu, gue nggak mungkin bersanding sama Danur. Tapi kalo boleh minta, gue pengin minta sama tuhan. Sandingkanlah gue sama Danur, hanya sekali aja dalam hidup gue. Agar gue, bisa memiliki kenangan yang membekas di hidup."

"Lo bisa aja deket sama Danur, tapi nggak harus memiliki. Melainkan, menjadi seorang teman." Aksara kembali memainkan gitarnya, pria itu mencoba merelaksikan pikirannya yang sedang acak-acakan. Dari yang memikirkan pajak Bemo (nama motor astreanya), memikirkan aransemen musik, memikirkan Kirana, memikirkan hutang negara dan hal-hal lainnya yang seharusnya tak perlu di pikirkan olehnya.

"Kenapa nggak sama Tarak-tak dung-tak aja? Se-agama, ganteng juga dia. Kejaran cewek-cewek kampus loh, enggak tertarik?" Selepasnya Jina tertawa, merasa lucu dengan nama panggilan Aksara untuk Raksa. "Enggak deh, kaum buaya amazon dia." Selepasnya Aksara pun ikut tertawa, pria itu menghentikan tawanya saat seseorang yang mereka bicarakan datang.

"Weh, pada cerita apa ini?" Raksa mendudukan dirinya di sebelah Jina, pria itu memberikan sebotol air isotonik kepada Jina. Jina sendiri merasa heran, pasalnya dia tidak meminta di belikan air oleh Raksa. Tapi bagaimana pun, dia juga menerimanya. "Makasih." Raksa mengangguk dengan senyuman tipisnya.

"Lagi mikirin pajak Bemo." Sahir menepuk bahu Aksara, pria itu mendudukan tubuhnya di sebelah Aksara. "Besok mau manggung nggak? Nyumbang lagu gitu buat ulang tahunnya kampus." Aksara mengangguk, "ya jelas dong, kita bakalan manggung. Di temani dengan duet vokal bersama Jina juga tentunya." Selepasnya Aksara menaik-turunkan alisnya kepada Raksa, bisa di lihatnya pria itu yang nampak salah tingkah.

"Assalamualaikum, wah kirain nggak ada orang. Ternyata ada bang Aksara dan trio kemplu juga disini." Riko, adik tingkatnya yang mengikuti jurusan tari nampak terkejut saat melihat dirinya bersama yang lainnya tengah duduk bersama di ruang musik, pria itu tak sendirian. Di sebelahnya ada Ciko, adik tingkatnya juga yang kebetulan satu jurusan dengannya.

"Hehe, kebetulan banget ada bang Aksara. Nyanyi bareng yuk bang!" Ciko dengan cepat mengambil gitarnya, dia mendudukan dirinya di depannya Aksara.

"Eh, gue pamit dulu ya. Bentar lagi ada kelas." Semuanya mengangguk, sebelum pergi Jina membisikinya sesuatu. Tak ingin ketinggalan, Aksara juga membisikinya sesuatu. Hingga menjadi tanda tanya besar bagi mereka semua.

"Pada bisik-bisik apa sih?" Riko yang anaknya memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi itu bertanya, "secret, nanti kalian juga tahu kok." Ucap Aksara yang sok misterius. Ciko mendengus, pria itu lebih dulu mengkode dengan bermain gitar.

"Ya udah sih, yuk buruan kita nyanyi."

•••

"Gilak!! Seneng banget gue Jin. Sumpah, lo tahu nggak? Kemarin gue pergi bareng sama Aksara loh. Sumpah, ini sih lebih kaya nge-date bareng." Kirana meloncat seperti anak kecil  yang di beri permen, gadis itu benar-benar merasa sangat senang sekali rasanya.

Bahkan dia masih sering menampar sendiri pipinya, takut apa yang terjadi kemarin itu hanyalah mimpi yang sangat indah.

"Segitu senengnya, bisa jalan bareng Aksara?" Kirana mengangguk mantap, "iya dong, lo sendiri tahu kan. Gue udah suka sama Aksara waktu masa ospek! Dan kemarin tuh rasanya kaya beneran lagi mimpi Jin, plis deh. Kalo ini beneran mimpi, tolong jangan bangunin gue."

Plak

Tak main-main, Jina menampar pipi Kirana keras. Gadis itu memegang pipinya yang terasa panas, dia menatap tak percaya pada Jina yang benar-benar menampar keras pipinya. "Sakit banget loh Jin..." lirihnya. Jina menunjukkan tanda peace kepada Kirana. "Biar lo sadar."

•••

"Tatap matamu bagai busur panah, yang kau lepaskan...
Ke jantung hati ku.." Aksara bernyanyi dengan membayangkan senyuman Kirana, gadis itu benar-benar membuatnya tak dapat berkutik.

Jika seperti ini jadinya, bagaiaman Aksara bisa melupakan Kirana? Bagaimana bisa dia melepaskan dan merelakan Kirana?

Lucu? Sangat, bahkan dia tidak tahu jika Kirana juga mencintainya jika saja Jina tidak bercerita kepadanya kemarin. Raksa yang ada di depannya menatap datar sang sahabat, entah kenapa dari tadi siang dia melihat Aksara sudah seperti orang kasmaran saja. Tapi benar sih, kemarin dia juga tahu kalo Aksara sedang bucinnya sama Kirana.

Tapi mirisnya, Aksara maupun Kirana tak ingin mengungkapkan isi hati satu sama lain. Ini yang sebenarnya memberikan dampak negatif bagi Aksara dan Kirana. Karena mereka sama-sama saling menyembunyikan perasan, dan tanpa mereka tahu. Karena mereka juga, banyak kesalahpahaman yang terjadi di antara relationship.

Entah antara brothership, maupun friendship.

"Krayon warna! Bisa diem nggak lo? Malu-maluin anjir, di liatin banyak orang!!"

"Kan gue lagi latihan, buat besok manggung."

"Ya tapi jangan di sini juga yon, kalo begini mah keliatan banget lo lagi kasmaran."

"Gitu yah?"

"Terserah."

"Eh iya, nih tangga mana? Kok nggak datang-datang?" Raksa mengedikan bahunya, dia juga tidak tahu dimana Sahir berada. "Lagi bujuk Laura kali, bukannya Laura ngambek gara-gara Sahir lupa sama janjinya." Aksara lantas tertawa, pria itu lupa. Sahabatnya yang satu itu memang sedang kasmaran.

Bukan, lebih tepatnya mereka semua. Iya benar, mereka semua sedang merasakan yang namanya kasmaran. Dari Aksara yang masih bucin dengan Kirana, Raksa  yang sedang nge-crushin Jina dan Jina yang sedang jatuh cinta pada Danur, maupun Danur yang sayangnya juga tengah mencintai Kirana.

Aksara berharap, semuanya akan membaik. Dia berdoa, semoga tuhan memberikan keajaiban di dalam hidupnya. Tak apa dia pergi, asalkan perginya tidak membawa banyak duka.

•••

Happy reading:)

Bumantara Aksara || Haechan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang