13: Pria misterius

86 37 21
                                    

Kamu tahu?
Satu hal yang meruntuhkan dunia Aksara adalah, tangisan Danur yang menyaratkan rasa sakit.
_De'litri_

Aksara mengelap keringat yang menetes di wajahnya, pria itu mendudukan dirinya di teras rumah yang baru saja ia pel. Bersamaan juga dengan yang lainnya, mereka duduk bersama di teras rumah. Menikmati senja yang membawa segaris cakrawala hari itu.

Bapak juga ikut menatap pada senja, dia mengukir kembali momen suram itu di senja sore ini. Meninggalkan bekasan memori yang tidak bisa di lupakan, walau umur semakin bertambah. Untuk saat ini mereka bersama-sama menikmati senja, tak ada yang berbicara. Masing-masing sibuk dengan pikiran mereka.

Danur sendiri menatap pada senja dengan berjuta perasaan yang sesak, ia ingin mengapungkan segalanya di langit cakrawala. Membiarkan luka perihnya terganti dengan suasana yang kembali hidup.

Selepas kepergian bunda 3 tahun yang lalu, bahkan rasa luka ini masih terasa begitu membekas di hatinya. Memang benar, dari 4 bersaudara hanya Danur yang paling dekat dengan bunda. Bahkan bisa di katakan, mereka ini adalah partner dapur. Karena dirinya juga yang tidak bisa menghilangkan rasa sakit ini, menyebabkan Darren muncul dalam dirinya.

Dia hadir sebagai bentuk dirinya yang kehilangan kasih sayang bunda. Walau masih ada bapak, rasanya jelas terasa berbeda. Kasih sayang bapak dan bunda itu berbeda, dan itu mutlak untuk di katakan. Darren datang, menggantikan setitik kepribadiannya yang sangat dingin dan irit bicara kepada orang. Kecuali, kepada keluarga sendiri.

Aksara menggeser sedikit pantatnya, dia mendekat pada Danur dan memeluk bahu pria itu. Menyalurkan kehangatan saudara yang teralir hebat di hatinya. Bahkan Aksara tak melupakan babi pink-nya, karena dirinya sempat menyelamatkan babi pink dan tas yang akan di bawa Danur ke- Jepang nanti malam.

Jika saja boneka babi pink-nya tidak selamat, mungkin saja dia tidak bisa tidur nanti malam atau bahkan hari-hari berikutnya. Danur menyandarkan kepalang di bahu Aksara, pria itu selalu berhasil membuatnya nyaman. Iya, mungkin Aksara sudah seperti rumahnya. Tempatnya pulang dan tempatnya kembali.

Di saat itu juga, seorang pria misterius nampak mengendap-endap di depan gerbang. Tak lupa, pria itu juga memotret rumah bapak Nipun yang habis terbakar. Bodohnya lagi, pria itu lupa tidak mengheningkan ponselnya. Hingga saat satu gambar di ambil, akan menciptakan suara potret ponsel yang sangat khas.

"WOI BANGSAT!! CEPETAN KEJAR." Pandu yang nampak masih mengenakan celana kolor kuning itu berlari cepat, di susul dengan Adun yang membawa sepeda yang selamat dari tragedi kebakaran rumah. Tak ketinggalan, Aksara terlebih dulu menitipkan boneka babi pink-nya kepada bapak. Lantas ikut berlari menyusul pria misterius itu, begitu juga dengan Danur yang tak ingin ketinggalan. Kini pria itu sudah siap berlari dengan sendal jepit swalow yang ia letakan di telapak tangan.

Entah percaya tidak percaya, menurut anak-anak jaman dulu. Mengenakan sendal jepit di tangan, otomatis akan mempercepat kecepatan berlari kita. Walau sampai sekarang, belum ada hukum fisika yang bisa membantu menjawab teori itu.

Bapak nampak menatap sisa kepergian mereka di teras, masih dengan menenteng boneka milik Aksara. Pria itu nampak menghela nafasnya lelah, "enggak ada capeknya dia."

Masih dengan kejadian yang sama. Aksi kejar-kejaran mereka masih belum usia, dengan cepatnya Pandu menjawel sendal yang ia kenakan dan melemparnya dengan tepat sasaran di kepala pria itu. Ternyata tidak berguna, nyatanya pria itu justru semakin berlari cepat.

Bahkan tak luput, para warga yang tak sengaja lewat atau bahkan tetangga di komplek itu menatap kejadian itu penuh takjub. Memang siapa sih, yang tidak takjub dengan badan berotot milik Pandu? Walau dia masih tidak sadar jika dirinya masih mengenakan kolor kuning.

Adun yang menemukan ranting di jalan, dengan segera menyabet nya di lengan pria itu dengan keras. Hohoho, jangan lupakan Adun yang memiliki kekuatan super. Biar badan mungil, sekali tebas bisa melumpukan lengan kanan pria itu. Buktinya, pria itu semakin pelan berlari.

Tiba saat Aksara yang hendak menangkapnya, seseorang justru lebih dulu datang dengan motor matic tanpa plat nomer. Dan berhasil membawa si pria misterius yang mereka kejar tadi.

"Asu! Wonge malah lunga." (Anjing! Orangnya malah pergi).

Pandu mengusap wajahnya yang mulai bercucuran keringat. Pria itu menatap tajam pada motor matic hitam yang membawa pria misterius.

Adun menepuk bahu Pandu, pria itu ikut menatap jejak dimana pria itu terakhir kali mereka lihat. "Enggak papa, kita bisa cari lain kali." Pandu mengangguk, "oke bang."

Danur mengayungkan kardus bekas air mineral pada Pandu, kebetulan sekali di jalan tadi dia menemukan kardus yang hendak di buang. Dari pada mubazir, mending Danur ambil untuk Pandu. Walau kardusnya bekas wadah sampah.

"Ngapain lo nganyuk-nganyukin kardus, mau minta sumbangan?" Danur berdecih, "iya, gue minta sumbangan buah za*ar lo! Sini masukin." Pandu lantas menutup kemaluannya, dan saat itu dia baru sadar jika dirinya hanya mengenakan kolor kuning.

"Innalillahi, nang ngapa langka sing ngomong sih! Nek enyong esih nganggo kolor!"(Innalillahi, kenapa nggak ada yang bilang sih! Kalo aku masih pake kolor!). Aksara merotasi-kan matanya malas, "arep ngomong kepriwe, wong kowe ben ngitir  bae ora nganggo aba-aba." (Mau bilang gimana, orang kamu juga pergi tanpa pakai aba-aba).

Terpaksa, dengan rasa malu yang sudah berada di ubun-ubun dan pipi yang sedikit memerah. Pandu menerima uluran kardus bekas, tapi sebelum mengenakan ia lebih dulu mengendus baunya. Bau yang sangat luar biasa, dia menatap Danur yang tengah mengalihkan pandangannya.

"Ya gimana lagi, kan darurat jadi ambil di tong sampah."

"Pantesan, baunya wangi banget." Aksara menutup hidungnya dan berjalan kembali menuju rumah. Adun menuntun sepedanya, tidak mungkin juga kan dirinya naik sedangkan saudaranya jalan. Tidak mungkin juga jika mereka harus menaiki satu sepeda untuk ber-empat. Bisa-bisa ban sepedanya meletus karena kelebihan muatan.

Di bawah sang cakrawala, mereka ber-empat berjalan bersama. Menikmati saat-saat terakhir senja, dengan banyaknya hal menakjubkan yang terjadi hari ini.

Di teras rumah bapak sudah menyiapkan makan malam mereka, semangkuk besar mie instan dan sayur caesin sebagai pelengkap nya. Hasi memasaknya menggunakan dapur yang selamat dari insiden kebakaran. Pria itu menatap ke-empat anaknya dengan senyuman khasnya. Merangkul mereka, dan memberikan semangat baru untuk memulai hari esok.

Karena waktu itu selalu berjalan, sebanyak apapun kenangan dan kejadian yang menghampiri mereka. Mungkin sore ini, menjadi sore terakhir mereka bersama Danur. Sebelum pria itu berangkat ke- Jepang.

•••

Happy reading:)

Pria misterius nya emang ngajak war si Pandu yah>_<

Mana bikin kak Adun kesel lagi^^

Bumantara Aksara || Haechan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang