16: Perjalanan bersama Aksara

102 34 30
                                    

"Lebih baik memiliki hidup yang bermakna dan membuat perbedaan daripada hanya memiliki umur panjang." - Bryant H. McGill

Untuk sesaat Aksara bingung dengan abang pertamanya. Adun Adiwangsa, pria itu tidak pernah bucin sebelumnya. Namun setelah bertemu dengan seorang gadis bernama, Kamala Lokatara. Semuanya mulai berubah. Tidak semuanya sih, hanya saja Adun akan lebih murah hati memberinya uang jajan tambahan saat Kamala datang kerumah.

Jangan di bayangkan, seberapa cantiknya Kamala. Gadis itu sederhana, tapi bisa membuat seorang Adun jatuh cinta. Mereka bertemu saat Adun sedang belajar bekerja di warung miliki pakde-nya di Cilacap 3 tahun yang lalu. Kisah yang berawal dari menjadi tetangga, hingga akhirnya saling kenal dan menjadi cinta. Sangat simple memang, berbeda dengan kisah cintanya yang sangat rumit.

Untuk saat ini bisa Aksara lihat dengan mata kepalanya sendiri, seorang Adun Adiwangsa yang berwajah datar dan judes itu tengah tersenyum. Jujur saja terlihat menakutkan, karena jarangnya Aksara yang melihat kakak sulungnya ini kasmaran. Tidak seperti Pandu, yang tiap hari bisa bucin akut. Bahkan kejadian langka ini, bisa Aksara saksikan setahun sekali.

Kalian tahu sendiri, Adun berada di Jogja sedangkan Kamala berada di Cilacap. Tidak terlalu jauh jika semisal ingin bertemu, tapi pekerjaan mereka yang selalu memisahkan jarak untuk bertemu. Entah Adun yang suka menjadi translator, atau Kamala yang menjadi penulis.

Pandu mendudukan tubuhnya di sebelah Aksara yang masih melihat tingkah kasmaran Adun dari kaca jendela yang baru di perbaiki kemarin. Setoples sukun ia makan, tanpa menghiraukan Aksara yang kini sudah menatapnya dengan tatapan tajam miliknya.

"Maruk, ora ilok loh ya. Mangan ora bagi-bagi kuwe ora berkah, emut-emut kuwe pituture bapak." (Serakah, enggak baik loh ya. Makan enggak bagi-bagi itu enggak berkah, ingat-ingat itu kata bapak).

Pandu menatap malas pada Aksara, pria itu menyodorkan isi toples pada Aksara yang langsung di terima dengan senang hati oleh pria itu.

"Ora ngaca! Deweke ya kaya kuwe ngger dong." (Enggak ngaca! Sendiri juga kaya gitu kadang-kadang).

"Ya kan gue nggak maruk, dan gue selalu bagi-bagi."

"Terserah."

•••

Aksara tidak lupa jika dirinya mendapatkan uang jajan tambahan dari Adun. Pria itu berjalan dengan riang keluar dari kelasnya, untuk jadwal besok? Sesaat Aksara merasa keberuntungan tengah berpihak padanya, karena besok Aksara tidak ada kelas. Alias cuti.

Aksara mengernyitkan alisnya saat melihat sekelompok pria yang bergerombol, nampak tengah merundung seorang pria yang terduduk di tengah-tengah antara mereka. Aksara maju, membelah kerumunan yang tengah ramai itu.

Pria itu, Aksara yakin dia pernah melihatnya. Tapi dimana?

Seketika ingatannya waktu membeli lotek bersama Danur di warung kang Wir terlintas dalam benaknya, pria itu ingat sekarang. Jika tidak salah, pria itu adalah pria yang pernah jalan bersama Kirana waktu itu.

"Minggir woi minggir, ada apaan sih ini." Salah satu dari mereka menyahut, "lo tanya aja sendiri, sok-sokan jalan tapi buta. Lihat nih, gara-gara dia baju gue jadi kotor ketumpahan minuman. Mana baju baru beli lagi!"

"Oh, udah selesai kan?"

"Kalo gitu bisa pada minggir? Biar gue yang ngasih pelajaran buat orang ini."

Bumantara Aksara || Haechan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang