3: Asmaraloka & 4 remaja

191 79 137
                                    

"Hari ini aku menjadi saksi, untuk melihat bagaimana kisah cinta mereka berlabuh."
_De'litri _

Tersenyum, tersenyum dan tersenyum. Aksara tak pernah melunturkan senyuman dari wajah manisnya, pria itu kembali terbayang bagaiman rupa ayu dari gadis yang bernama Kirana dari dekat. Danur yang tengah memboncenginya juga sampai bergidik ngeri, jangan-jangan Aksara tengah kesurupan atau bahkan sudah ketempelan dedemit kampus.

"Lo kenapa sih bang?" Aksara terkekeh setelahnya, pria itu sadar jika dirinya merasa aneh dari tadi. Tak salah jika Danur bertanya seperti itu padanya.

"Gue lagi ngerasain jatuh cinta Nur..." Danur menatap kaget Aksara dari spion motor. Namun tak lama pria itu kembali menormalkan wajahnya, memang benar sih. Di umur remaja itu, kata 'jatuh cinta' tidak asing bagi Danur. Pria itu mengangguk, menanggapi pernyataan Aksara beberapa waktu lalu.

"Kalo gitu, gue tantang lo! Dalam waktu dekat ini, kalo lo bisa ngungkapin perasaan lo ke- dia. Gue masakin deh, keripik sukun 2 toples." Aksara tersenyum, dia merasa tertarik dengan tantangan Danur.

"Oke, tapi lo juga! Kalo lo bisa ngungkapin perasaan lo ke- dia, gue kasih deh open manual." Danur tersenyum, pria itu juga nampak tertarik dengan tantangan Aksara.

"Oke, deal nih yah?" Aksara terkekeh, "deal!"

•••

Kirana, gadis itu menggenggam erat tangan pria yang sangat ia cintai. Dia Rai, pria yang selalu menemani hari-harinya. Tak bisa di pungkiri oleh Kirana bila tak ada Rai, gadis itu bisa gila. Bahkan Kirana mau-mau saja seharian dengan Rai, karena Rai ini adalah atensinya dan Rai adalah cinta keduanya setelah ayah.

"Kira nggak kuliah?" Kirana tersenyum, dia menggenggam erat tangan Rai. "Aku udah pulang, kebetulan tadi masuk jam pagi." Sebaris senyuman ia persembahkan untuk Kirana, pria itu mengusak rambut Kirana. Tanpa melihatnya, tatapannya hanya fokus di depan. Tanpa menatap lawan bicaranya, dia buta.

Inilah alasannya, mengapa seorang Kirana tak ingin jauh dari Rai. Dia kakak satu-satunya yang Kirana punya, dan dia mengalami kecelakaan karena pernah menolong dirinya yang hendak tertabrak mobil. Mengakibatkan hal fatal yang terjadi pada Rai, yaitu kebutaan.

"Kira, kamu nggak mau punya pacar gitu?" Kirana terkekeh, "untuk sekarang nggak dulu kak, aku mau fokus sama cita-cita aku." Rai mengangguk, dia mendukung penuh keinginan adiknya itu. "Tapi kalo kamu mau pacaran, kakak juga nggak ngelarang sih."

"Tapi bener sih kak, ada satu cowok yang bikin aku nggak bisa berpaling." Rai mengangkat alisnya tinggi, "oh yah, siapa?"

"Dia Aksara, dari fakultas musik." Rai terkekeh, pria itu meraba tangan Kirana. Setelah menemukan jari lentik Kirana, dia menggenggam nya penuh keyakinan. "Kalo cinta di kejar, sebelum penyesalan datang."

Ini yang memberatkan Kirana, dia mau saja pacaran. Tapi hal itu pasti akan memberinya waktu singkat untuk bersama dengan kakaknya, dia tidak mau saja. Waktunya terbuang sia-sia di luar sana.

"Jangan pikirin kakak terus Kira, pikiran juga diri kamu. Kakak bisa kok jaga diri sendiri, tenang aja. Kita masih bisa ketemu tiap hari." Mata kirana berkaca-kaca, dia tidak menyangka kakaknya masih bisa memikirkan dirinya tanpa memperdulikan kondisinya sendiri.

"Kita lihat aja Kedepannya kak..."

•••

Malas sekali rasanya tubuh ini untuk bangun dari pulau kapuk, andai saja dia tak ingat jika dirinya memiliki misi pagi ini. Sudah ia biarkan tubuhnya terus terkapar di kasurnya. Dengan langkah yang ogah-ogahan dia mengambil handuk berwarna pink, tak lupa dengan wajah yang masih mengantuk.

Danur yang berada di dapur menggelengkan kepalanya heran, hampir saja Pandu menyemburkan kopi hitamnya. Pria itu menatap Danur dengan tatapan herannya, yang di tatap hanya mengedikan bahunya acuh. Adun yang baru saja keluar dari kamar mandi tersentak kaget, apakah dia salah lihat? Jam 06.15 pagi, seorang Aksara yang malasnya menyaingi banem kini hendak mandi. Sepagi ini?

Ia segera menyingkir dari depan pintu kamar mandi, pria itu berjalan kearah meja makan. Dia menatap bertanya pada Pandu, dan di balas gelengan juga olehnya. Mereka sama-sama tidak tahu, apa yang sudah terjadi kepada Aksara. Dan yang tahu semuanya hanya Danur, dia tahu semuanya.

•••

Seorang gadis dengan rambut sebahunya menari dengan lincah di ruang tari yang sangat sunyi dan sepi. Wajar saja, ini baru pukul 06.30 pagi makannya ruangan itu sepi. Gadis itu adalah, Jina Jitaksara. Seorang gadis yang menyukai seni tari, dan seorang gadis yang selalu ber-ambisi setiap mengikuti perlombaan tari.

Dalam bayangannya dia selalu mengingat dengan jelas pria cuek itu, pria yang tak sengaja ia tabrak saat di koridor kemarin. Entah mengapa, bayangan pria itu selalu saja menghantui dirinya. Apakah dia sedang jatuh cinta? Atau karena apa, entah kenapa dirinya menjadi aneh sendiri.

Gadis itu berhenti menari kala ia melihat pria yang ia pikirkan lewat di depan ruang seni tari, pria itu nampak berjalan bersama temannya. Jina berjalan, mengintip punggung tegap pria itu yang semakin menjauh. Bahkan wangi parfumnya masih bisa dia cium walau sudah jauh, gadis itu juga yakin. Pasti banyak perempuan yang menyukainya, secara dia itu tampan.

•••

Danur melambaikan tangannya saat Aksara memasuki ruangan musik, bisa di katakan itu adalah rumah kedua Aksara di kampus. Danur sendiri bahkan pernah melihat, seberapa betahnya pria itu di ruang musik. Merumuskan jejeran angka not balok, bahkan Danur sendiri meringis kala mengingat Aksara yang terkadang mati-matian meng-komposisikan sebuah lagu.

Danur kembali melangkahkan kakinya, kali ini dia berjalan ke- gedung sastra Jepang. Pria itu menghirup dalam udara pagi yang masih sejuk, pria itu sedikit merasa gugup saat dia melihat punggung kecil yang di lihatnya dari kejauhan. Bersamaan dengan langkahnya yang semakin mendekat, bisa ia hirup wangi parfum gadis itu yang ber- aroma manis.

Nampaknya gadis itu masih tidak sadar jika dirinya ada di situ, bahkan bisa ia lihat sendiri. Seberapa menggemaskannya wajah gadis itu saat sedang cemberut, nampaknya gadis itu tengah kesusahan menghafal kosakata. Danur menarik kertasnya, dan saat itulah gadis itu menyadari keberadaan Danur.

"Loh Danur, kapan kesini?" Danur mendudukan pantatnya di sebelah gadis itu, pria itu mengeluarkan beberapa berkas di dalam tasnya. "Baru aja kok, btw gue mau minta tolong boleh?" Kirana mengangguk, gadis itu mengambil berkas yang ada di tangan Danur.

"Lo lucu yah, bukannya bapak lo itu translator naskah dan dokumen yah? Kenapa nggak di translator sama bapak lo sendiri?" Danur mengacak gemas rambut Kirana, pria itu mengedikan bahunya acuh, "kasihan bapak gue, kerjain numpuk. Mending minta bantuan sama lo." Kirana mendengus, "euh, dasar!"

•••

Senang bisa kembali menulis:)

Welcome yang baru baca cerita ini,
Semoga kalian menikmati ya...

Bumantara Aksara || Haechan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang