4: Kadar rasa yang berbeda

145 71 86
                                    

Sakitnya mencintai, di kala aku harus menyembunyikan perasan tanpa di ketahui oleh orang yang ku cintai
_Danur Dharma_

Kirana Asmaraloka, entah kenapa gadis itu semakin membuatnya gila. Bahkan saking membuatnya gila, dia nyaris tak bisa fokus meng-aransemen lagu yang tengah menjadi proyek nya. Pria itu mengusak rambutnya kesal, di sebelahnya ada Taraksa Tungga. Panggil saja Raksa, tapi Aksara sendiri lebih nyaman memanggilnya tarak-tak dung-tak. Katanya sih biar lebih ber-irama.

Raksa ini cowoknya yang sangat terkenal di kalangan ciwi-ciwi, apalagi di luar fakultas musik. Jangan bayangkan sikap yang badboy atau yang alim boy, nyatanya pria bernama Taraksa ini terkenal karena sikap jahilnya yang suka mencuri hati anak gadis orang. Jangan bermimpi untuk minta pertanggungjawaban, bahkan saat sudah mencuri hati para anak gadis dengan tak berdosanya dia akan mengatakan, "sorry, nggak kenal."

Di sebelahnya lagi ada Sahir Tarangga, panggil saja dengan nama Sahir. Pria yang tingginya seperti tiang listrik itu sangat tampan, tak banyak gadis yang bisa menolak pesona seorang Sahir. Dia tidak se- brengsek Raksa, tenang saja karena pria itu satu-satunya pria yang soft boy di perkumpulan trio kemplu.

Khusus untuk Sahir, Aksara sendiri memanggilnya tangga, karena nama akhir Sahir yang bunyinya nyaris mirip nama tangga dan karena tinggi Sahir yang memang seperti tangga bambu. Jika mengingat kembali perkelahian mereka karena nama panggilan yang Aksara buat, mereka akan kembali tertawa ngakak saking lucunya memori 2 tahun silam.

Karena itu, mereka sepakat memanggil Aksara sebagia krayon! Tentunya karena nama belakang Aksara yang ada kata 'warna'.

Aksara menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang musik, pria tan itu menghela nafasnya panjang. Sahir yang melihat sahabatnya galau pun tertawa, "hahaha, sejak kapan yang namanya Aksara Adiwaran galau?" Raksa yang sedari tadi memainkan gitar menghentikan aksinya, dia juga melihat ke- arah Aksara yang memang sedang galau di atas sofa.

"Wauw, tumben sekali kamu galau nak." Aksara sendiri mengendus tak suka, dia mendudukan kembali tubuhnya yang terasa mager.

"Gue ada urusan, di prediksi gue nggak balik kesini lagi." Setelah mengatakan itu Aksara pergi, meninggalkan kedua sahabatnya yang terbengong-bengong karena sikap anehnya.

"Serius gue tanya, itu krayon kenapa yah?" Sahir mengedikan bahunya, "mana gue tahu, lo pikir gue cenayang?"

•••

Benar, jika Aksara tetap diam. Dia tidak akan pernah menyatakan isi hatinya, jadi mari kuatkan niat Aksara untuk menyatakan cintanya pada Kirana. Agar hati lega, hidup pun aman.

Di saat kakinya memasuki gedung sastra, banyak mahasiswa sana yang menatapnya heran. Salah satu dari yang perkumpulan itu mendekati Aksara, dia Sento. Teman SMP- nya dulu.

"Wih, ngapain lo kesini Ra? Jangan bilang lo salah masuk fakultas lagi." Aksara merotasi-kan matanya, kesal dia mengapit kepala Sento di ketiaknya, "eh buset, bau banget anjir ketiak lo!" Aksara tertawa, ingin marah rasanya tapi saat melihat wajah Sento yang memerah, dia batalkan niatnya untuk marah. Padahal jika di cium-cium, sebenarnya aroma ketiak Aksara ini sangat wangi loh, katanya Aksara sih, "wis bujang, keleke esih mambu perengus ya ngisin-ngisina." (Udah bujang, ketiak masih bau nggak sedap ya malu-maluin).

"Anjir, masih sama aja kaya dulu lo!" Sento mengusap wajahnya dengan tisu yang kebetulan ia bawa di tasnya, "gue ada urusan." Sento mengangguk, kemudian pria itu menepuk bahu Aksara, "gue duluan ya." Aksara mengangguk, "yo, ati-ati."

Aksara kembali melanjutkan langkahnya, mencari keberadaan gadis yang ia cari dan langkahnya berhenti saat di taman kampus. Mungkin Aksara harus bertanya nanti, apakah taman kampus itu adalah tempat favorit nya Kirana.

Aksara menatap punggung mungil itu dari jarak 10 langkah kaki, pria itu berulang kali mencoba menetralkan detak jantungnya yang terus berdetak abnormal. Bahkan, kini tangannya ikutan bergetar dengan suhu tubuh yang terasa panas-dingin. Aksara hendak saja melangkahkan kakinya lebih dekat, namun urung kala Danur datang dan duduk di sebelah gadis itu.

Aksara mengurungkan niatnya, pria tan itu kembali menarik mundur langkahnya dan bersembunyi di balik pohon yang dekat dengan tempat duduk mereka. Aksara memegang jantungnya, dia kembali menatap Danur yang nampak tersenyum dan tertawa bahagia bersama Kirana. Sekarang beberapa spekulasi bermunculan di dalam otaknya.

Apakah Danur mencintai Kirana? Apakah mereka hanya kebetulan bertemu? Atau mereka hanya berteman? Aksara kembali menatap dua sejoli yang tengah tertawa dan bercanda bersama, dia jarang sekali melihat kembarannya itu tertawa lepas dan tersenyum ceria setelah kematian bunda. Karena yang biasanya Aksara lihat, pria itu hanya akan tersenyum dan tertawa dengan bebas bila bersama keluarganya. Namun saat ini, di depan matanya sendiri ia melihat. Betapa bahagianya Danur yang tersenyum lebar, bahkan dia juga melihat sedikit sikap posesif Danur terhadap Kirana saat gadis itu tak sengaja di lirik oleh pria lain.

Aksara tersenyum sumir, pria itu berjalan menjauh dengan perasaan yang masih terbelenggu dalam batinnya. Dia memang sering melihat Danur tersenyum dan tertawa di rumah, namun itu bersama keluarga. Bahkan dari jaman waktu mereka masih SMA pun, dia jarang melihat Danur yang tersenyum dan tertawa lepas karena satu perempuan. Jadi, apakah Danur mencintai Kirana? Dan menjadikan Kirana sebagai atensinya?

Aksara menggelengkan kepalanya lemah, "ternyata se-sakit ini, mencintai gadis yang sama." Bisikan pelan itu hanya bisa di dengar olehnya dan tuhan. Biarkanlah rasa kekecewaan nya menguap bersama bayu yang melewati nya di pagi ini. Biarkanlah bumantara menjadi saksi, bahwa untuk saat ini dia berada dalam 2 pilihan yang sulit. Adiknya atau Kirana.

•••

Danur menatap penuh sayang kepada Kirana, gadis mungil dan cantik itu. Benar-benar memberinya kesan baik saat pertemuan pertama mereka, sekitar 3 bulan yang lalu. Pertemuan tak sengaja yang mengharuskan Kirana dan Danur bertemu.

Danur mengacak gemas poni Kirana, tak lama pria itu juga merapikan kembali poni Kirana yang berantakan. Takut-takut jika Kirana ngambek dengannya, kan tidak lucu. Bisa-bisa Danur kangen sama Kirana, karena gadis itu sekali sekalinya ngambek dia tidak mau bertemu sampai 1 minggu dengannya.

"Nih, beberapa yang udah aku terjemahin. Sisanya kamu terjemah sendiri." Danur mengangguk, dia memasukkan berkas yang sudah di terjemah ke- bahasa Jepang ke- dalam tasnya. Pria itu kembali mengacak gemas poni Kirana.

"Makasih banget ya neng Kirana." Kirana menekuk wajahnya, bahkan bibirnya ikut maju kedepan tanda dia sedang merajuk. "Minta di cium nih, kok bibirnya maju-maju." Goda Danur, "ish, Danur mah. Udah sana pergi." Danur tertawa, tanpa menjawab dia pergi berjalan meninggalkan Kirana yang masih setia duduk di kursi taman.

•••

Senang bisa kembali menulis:)

Welcome yang baru baca cerita ini,
Semoga kalian menikmati ya...

Bumantara Aksara || Haechan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang