Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Itu sih kata mereka.
_Aksara Adiwarna _Pagi-pagi sekali para Nipun bersaudara sudah siap dengan alat pel-pelan dan alat kebersihan yang lain. Adun yang bertugas membersihkan kaca yang masih hitam, Pandu yang bertugas membawa beberapa bongkahan kayu bekas kebakaran kemarin dan Aksara yang bertugas mengepel lantai lagi. Untuk bapak Nipun sendiri, beliau sedang memanggil tukang dan membeli beberapa bahan untuk merenovasi rumah.
Jangan tanyakan mereka tidur dimana, nyatanya walau banyak tetangga yang berbaik hati dan mengizinkan mereka untuk tinggal di rumah. Tetap saja, mereka keras kepala memilih menginap di masjid.
Ya, setelah mereka mengantarkan Danur. Mereka memilih tidur di masjid, katanya sih biar tidak merepotkan. Karena kalo tidur di rumah orang, yang ada banyak yang genit sama bapak Nipun. Karena bapak Nipun ini memang miripan sama Pandu, sama-sama seksi. Apalagi dengan status duda hot, jangan tanyakan lagi berapa banyak janda kembang yang suka cari perhatian si bapak.
"Assalamualaikum ya ahli surga." Raksa turun dari sepeda motornya, pria itu berjabat tangan dengan Aksara ala anak genk. "Waalaikumsalam, tumben nggak bareng sahir?"
Raksa mendengus, "lo kaya nggak tau aja. Si Sahir kan lagi bucin-bucinnya ama si Laura."
Aksara mengangguk, dia paham kok. Memang yah, kalo sudah bucin itu akan sangat susah.
Tak lama dari itu seorang gadis dengan rambut sepunggungnya datang, dengan motor matic berwarna pink. Yang berhasil menarik perhatian seorang Aksara. Dia Mandara Nareswari, kekasih hati Pandu. Jangan tanyakan lagi seberapa cantiknya Dara, bahkan gadis itu memiliki tatapan tajam yang berani mengoyak hati Pandu. Wajah tirus berbentuk V dengan dagu lancip.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Pandu menghampiri kekasihnya, memberikan senyuman manisnya dengan mata bulan sabit yang indah. "Duduk dulu, sambil nunggu aku kamu minum dulu aja sana. Woi Aksara! Bikinin minum gih buat Dara."
Aksara yang tengah memeluk motor Dara menatap sinis pada Pandu, pria itu mengelus body motor Dara dan meninggalkan satu kecupan di bagian yang berwarna pink.
"My lovely, aku akan segera kembali." Dara tertawa lirih, gadis itu masih heran dengan adik Pandu yang satu ini. Dari dulu sampai sekarang masih saja menyukai warna pink. Padahal dia kira, awal saat ia pacaran dengan Pandu dia pikir Aksara adalah pria yang judes. Mirip anak gadis yang tidak boleh makan seblak, karena dari tampangnya saja sudah menunjukan aura meng-intimidasi walau sebenarnya Aksara tidak mengeluarkan aura itu. Mungkin bawaan dari lahirnya.
Hingga hari dimana Dara di bawa main ke- rumah Pandu, gadis itu baru paham. Ternyata Aksara tidak seperti dugaanya, justru pria itu lebih suka memasang wajah tengil yang menyebalkan. Nyatanya, walau Aksara ini tampan dan manis, pria itu justru tertarik dengan motor nya yang berwarna pink. Maka dari itu, terkadang Dara sering memberikan hadiah atau bingkisan bolpoin berwarna pink, kadang juga note book berwarna pink.
Tapi berbeda lagi dengan Pandu. Awal dia mengenal seorang Pandu, dia kira Pandu adalah pria yang sangat cool dan gantle. Itu memang faktanya, dan nyatanya pria itu tak jauh berbeda dengan Aksara. Jika Aksara pink, maka Pandu kuning. Mau heran? Tapi mereka Nipun bersaudara. Sebenarnya Dara juga heran, dan merasa aneh. Jelas saja, kedua pria yang memiliki aura mengintimidasi tapi menyukai warna cerah yang selalu menjadi pusat perhatian orang.
"Innalillahi, perasaan punya adek gini bener gue."
"Bener bang, gue juga heran. Kok bisa gue temenan sama cowok kek dia." Raksa ikut menyahut. Pria itu nampak siap dengan kaos dalamnya dan celana jeans yang ia kenakan tadi. Hanya baju dan sepatu saja yang di lepas. Katanya sih dia juga mau membantu, biar cepet selesai gitu.
Dari arah depan gerbang, nampak mobil kolbak hitam yang membawa semen dan pasir datang. Bapak Nipun keluar dari pintu sebelah kiri mobil, pria paruh baya itu tersenyum.
"Wih, Pandu kedatangan mba pacar malah begini pakaiannya." Dara menyalami tangan bapak Nipun, gadis itu juga sudah menanggap bapak Nipun seperti bapaknya sendiri. Dan itu pun permintaan langsung dari sang bapak, karena dari dulu pun sebenarnya dia ingin memiliki anak gadis. Tapi sayangnya, tuhan memberikan anak laki-laki padanya. Tapi walau begitu, bapak Nipun juga bersyukur atas karunia yang tuhan berikan untuknya.
Aksara meletakkan teh tubruk di meja dekat pohon karsem depan rumah. Pria tan itu mempersilahkan calon kakak iparnya ini untuk duduk, sambil melihat mereka (para lelaki) bekerja.
Tak tanggung-tanggung, banyak juga warga sekitar yang ikut membantu mendekor kembali rumah itu. Karena mereka tetangga, jika satu tertimpa musibah maka yang lainnya juga harus membantu. Pokoknya mah, tetangga di komplek rumah Aksara itu sudah seperti saudara sendiri. Salah satu sistem komplek yang memiliki jiwa solidaritas yang tinggi.
Setelahnya ada Sahir yang baru datang, pria itu datang dengan beberapa cemilan untuk mereka. Katanya sih enggak enak sama Aksara, soalnya enggak ikut bantu dekorasi rumah. Aksara sih tidak masalah yah sebenarnya, tapi karena Sahir sudah membawakan cemilan. Maka dengan tangan terbuka pria tan itu menerimanya.
Dara ikut membantu membuatkan minuman untuk para warga yang sudah membantu dan untuk yang lainnya, gadis itu bahkan sangat cekatan dalam mengerjakan pekerjaan dapur. Pantas saja si Pandu menyukainya. Sudah cantik, cekatan, ber-damage lagi. Mana bisa seorang Pandu menolak pesonanya.
Pukul 11.15 siang, mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar. Di temani dengan segelas kopi dan gorengan yang Sahir bawa, mereka menikmati semuanya bersama-sama. Canda tawa menyelimuti cuaca yang terik itu, bersamaan dengan rumah yang sudah berhasil mereka dekorasi kembali.
Sebelahnya Aksara ikut membantu Dara mengemasi piring dan gelas kotor, pria itu juga tak kalah cekatan dalam hal bersih-bersih. Katanya sih, "isin lah, mbok di omong wong Males nang cah ayu." (Malu lah, mungkin di bilang orang males sama anak cantik). Iya seperti itu, dan seketika dia melupakan jati dirinya jika dia adalah anak paling malas dalam Nipun bersaudara.
"Taruh sini aja Ra, biar gampang nyuci-nya."
"Oke mbak Dara."
Aksara menaruh piring kotor di sebelah westafel, disaat pria itu menjulurkan tangannya saat menaruh piring. Tak sengaja Dara melihat ruam merah-kebiruan di tangan Aksara. Gadis itu menyentuhnya, nampak Aksara yang langsung menyembunyikan tangannya di balik tubuh.
"Kaget aku mbak, tak kira ada apa." Dara tersenyum canggung, gadis itu menunjuk pada ruam merah yang ada di tangan Aksara.
"Oh ini, tadi nggak sengaja tangannya hantam daun pintu. Ya udah mbak, duluan ke- depan." Dara mengangguk, gadis itu menatap intens pada ruam yang ada di tangan Aksara. Bukan hanya satu, tapi dia melihat ada 3 ruam termasuk di lengan Aksara. Jadi tidak mungkin kan? Hanya karena menghantam daun pintu sampai membekas 3 ruam. Terlebih di tempat yang berbeda.
•••
I'm addicted to >_<
Happy reading,
Untuk saat ini, enggak ada Danur dulu yah...
Dia lagi di Jepang soalnya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumantara Aksara || Haechan (END)
Novela Juvenil"Sebenarnya, salah satu dari mereka menjauh untuk kebaikan dan kebahagiaan bersama." Aksara mengucapkannya bersamaan dengan lagu yang masih terputar. ... "Gimana? Udah tahu makna...