"Loh, Yan, kok kamu datang sendiri? Ke mana teman-temanmu yang tadi? Ga kamu ajak makan?"
Saat aku datang dan bergabung dengan yang lainnya di meja makan, Tante Uti menanyakan keberadaan Oliver dan juga Angga. Aku pun menjelaskan kepadanya bahwa dua cecunguk itu barusan sudah pulang diantar oleh Pak Gulam. Sangat disayangkan, begitu yang dikatakan Tante Uti setelahnya.
Makan malam itu pun dimulai, tidak ada yang spesial seperti biasanya, mungkin karena keluarga ini memiliki etiket kebiasaan makan yang baik, sejak dimulainya sampai selesai, tidak ada seorangpun yang berbicara atau mengajak ngobrol saat sedang makan. Yah, palingan juga bicara seperlunya seperti meminta tolong ambilkan lauk yang kejauhan atau sekedar meminta Bibi Siti atau pelayan lainnya untuk mengambilkan sesuatu di belakang.
Setelah semua selesai menyantap makanan mereka, dimulai dari Kakek Handoko pergi meninggalkan meja makan tanpa mengucapkan sepatah dua katapun. Seperti biasa. Disusul Erik dengan sikapnya yang dingin itu pergi dari ruangan itu. Kini hanya tersisa aku, Rama, Tante Uti, Om Nathan, dan para pelayan yang berdiri di samping.
"Mas, Rama duluan ya."
"Oke, belajar yang rajin ya di kamar, jangan main PS terus, sebentar lagi udah mau UTS."
"Siap, Mas."
Rama yang duduk di sampingku pun bangkit dan pergi meninggalkan meja makan.
"Oh ya Yan, nanti kamu jadi ceritanya?" tanya Tante Uti.
Sialnya, mengapa Tante Uti harus membahas hal itu sekarang di depan suaminya sih? Argh, seharusnya aku mengingatkan kepada Tante Uti dahulu untuk merahasiakan ini.
Bodohnya aku.
"Julian memangnya mau cerita apa, Sayang?"
"Oh, ini Pah, tadi pas pulang sekolah katanya Julian mau cerita-cerita gitu tentang semua yang terjadi selama aku ga ada kemarin," balas Tante Uti kepada suaminya itu.
Tuh, benar saja, Om Nathan yang mendengar penjelasan Tante Uti langsung mendadak terlihat gugup dan salah tingkah.
"Gimana, Yan, jadi kan?"
Aku dengan perasaan rumit pun mengangguk mengiyakan.
"Kalau gitu enaknya kita cerita-cerita di mana nih ya? Oh, di pinggir kolam aja gimana?"
"Boleh, Tan."
"Oke, kamu langsung ke sana duluan ya, tante mau ke kamar dulu ambil handphone tante yang lagi dicas. Nanti tante nyusul."
Setelah mengatakan itu Tante Uti bersama Om Nathan pun pergi menuju kamar mereka, sedangkan aku langsung pergi menuju kolam renang yang berada di pekarangan belakang. Sesampainya di sana aku mengambil posisi duduk di pinggi kolam sembari memasukan kakiku ke dalam air. Suasana di tempat itu sangat tentram dan menenangkan. Dari posisi ini aku bisa menikmati malam dengan memandang langit yang bertabur bintang.
Sekitar sepuluh menit aku menunggu di sana, tapi belum juga ada tanda-tanda kemunculan Tante Uti. Aku mul merasa bosan menunggu. Sementara itu, pikiranku mulai menerka tentang kejanggalan ini, mengingat sebelumnya Tante Uti mengatakan hanya ingin mengambil ponselnya, seharusnya tidak membutuhkan waktu lama. Setidaknya lima menit, ini sudah sepuluh menit pun tidak datang-datang.
Ada yang tidak beres.
Aku pun berinisiatif bangkit dan berjalan kembali masuk ke dalam bangunan. Kemudian, aku berniat pergi ke kamar Tante Uti untuk mengecek apa yang sebenarnya Tate Uti lakukan saat ini. Apakah dia tiba-tiba ada keperluan atau bagaimana gitu kan? Jadi aku tidak perlu menunggunya lagi.
"Tan, ja... di... kan...?"
Ohhh shit!!!
Sesampainya aku di depan kamar Tante Uti, aku melihat dari kejauhan bahwa pintu kamarnya tidak tertutup secara sempurna. Aku pun berjalan mendekat dan hendak untuk masuk dan memanggil Tante Uti. Namun, belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, kedua mataku melihat adegan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya dari celah pintu yang terbuka sedikit itu. Adegan yang memperlihatkan pergumulan panas antara suami dan istri yang ada di atas ranjang.
"Pah, udah dulu dong... akhh... ahhh... Ju... lian uuuhdah nungguin aku loh... mmphhh... uuh...."
Di atas ranjang, Om Nathan terlihat meniban Tante Uti dan terus menggenjot lubang milik istrinya itu dengan ritme yang cepat. Sementara itu, Tante Uti masih berusaha mendorong pinggul Om Nathan dan mencoba melepaskan diri. Namun, Om Nathan tidak berniat melonggarkan penjagaannya dan terus menyerang Tante Uti dengan kecupan liar dari mulutnya yang menari-nari di sekitar leher Tante Uti.
"Gimana, Sayang? Mau Papah lanjutin atau berhenti?" tanya Om Nathan seraya memasang ekspresi menggoda di wajah. Dia pun mulai memainkan tangannya di sekitar gunung kembar milik istrinya itu. Sampai-sampai Tante Uti melenguh kencang, menggeliat keenakan, dan menjambak rambut sang suami.
Melihat adegan panas keduanya sungguh membuatku mulai terangsang. Senjata pamungkasku yang berada di bawah pun mulai menegang walau terasa sedikit ngilu karena sebelumnya aku habis onani di kamar mandinya Pak Gulam. Oh, tontonan ini sangat menggairahkan!
Oh, tidak, tidak, ini tidak seharusnya aku lakukan! Tante Uti masihlah orang yang aku hormati. Shit! Persetan dengan pria itu! Ini semua pasti bagian rencananya untuk mencegah Tante Uti pergi ke kolam renang dan bertemu aku. Jadi dia memanfaatkan kontolnya sebagai suap kepada istrinya?
"Sial! Yang benar saja?" gerutu aku saat beranjak pergi meninggalkan kamar Tante Uti dan berjalan menuju kamarku. Masa bodoh dengan pintu kamar mereka yang tidak tertutup rapat. Berharap saja tidak ada pelayan atau pekerja lainnya yang mengintip pergumulan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Julian : Keluarga Handoko ✔
Ficção Adolescente[BOYXBOY] [MANXMAN] [MATURE] [BL] [18+] Setelah meninggalnya kedua orang tuaku dan berakhir diadopsi oleh keluarga Handoko, kehidupanku dan Rama menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Semua yang kita ingin dengan mudah didapatkan. Keluarga i...