part #1

7.2K 433 26
                                    

Tap

Tap

Tap

Langkah kaki Park Jimin yang berbalut sepatu pantofel hitam terdengar nyaring memecah keheningan apartemen tempat tinggalnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi ketika Jimin mendudukan tubuh lelah nya di sofa ruang tengah.
Badanya terasa sangat lelah, belum lagi kantuk yang mendera mata sayunya.

Matanya menelisik ke segala sudut ruangan. pendengarannya ia lebarkan, Jimin berharap sang suami ada di apartemen. Tapi itu hanya sebuah khayalan semata. Keinginan Seorang istri yang tidak akan pernah Park Jimin dapatkan.
Sudah satu tahun Jimin menjalani pernikahan dengan suaminya. Namun sikap pria yang mulai ia cintai itu tetap sama. Sama seperti saat mereka resmi menjadi sepasang suami istri setahun yang lalu, dingin cuek, dan acuh.

Mulanya Jimin tak pernah perduli dengan sikap dingin suaminya namun lama-kelamaan rasa sakit itu muncul se iring tumbuhnya rasa cinta di hati Jimin.
Sakit karena di abaikan.

Bahkan hal kecil namun sakral menurut Jimin, yaitu marga, suaminya tidak mengijinkan Jimin memakainya.

'KAU TIDAK PANTAS MEMAKAI MARGAKU DALAM NAMAMU JALANG !!'

Dada Jimin selalu sesak jika mengingatnya.

Jangankan menyentuh Jimin, sekedar duduk berdua untuk menikmati sarapan pagi pun Jimin tidak pernah merasakan itu. Mereka pun tidur dalam kamar terpisah. Awalnya Jimin mengira suaminya bersikap seperti itu padanya karena suaminya seorang pria straight, namun Jimin salah. Beberapa kali Jimin memergoki suaminya membawa kekasihnya seorang Namja manis ke apartemen mereka kemudian menginap.
Sakit yang tak bisa di jabarkan dengan sebuah kata.
Ya, Jimin sekuat itu. Sungguh.


Lalu untuk apa menikah ?

Perjodohan, sebuah wasiat seorang pria tua yang sedang sekarat karena over dosis membuatnya seperti ini.
Menerima anak lelakinya menjadi suami Jimin yang akhirnya membuat Jimin menderita.

Bagi seorang Jimin wasiat adalah tanggung jawab yang harus ia jalani meski kenyataannya sakit yang ia dapatkan. Jimin selalu berharap jika suaminya kelak akan mencintainya seperti Jimin mencintai suaminya itu. Jimin tau itu tidak mudah, namun tekatnya sudah bulat.

.


.

.

🐰🐥

"Aku lelah.. hikss.."

Jimin meringkuk di bawah guyuran air shower, sudah cukup lama pria cantik itu ada di sana.
Terkadang logikanya hilang saat meratapi nasib hidup nya yang selalu di abaikan oleh suaminya.

Di tempat Jimin bekerja, yaitu tempat rehabilitasi pecandu Narkoba Jimin selalu terlihat sangat ceria dan juga lembut. Namun saat Jimin di apartemen nya, Jimin yang rapuh lah yang hidup dalam raga sempurna itu.

Puncaknya dua bulan yang lalu Jimin hampir saja meregang nyawa saat sebuah silet menyayat pergelangan tangannya. Beruntung sahabatnya dokter Kim mengetahui kejadian itu dan nyawa Jimin terselamatkan.

Namun itu tidak berpengaruh pada sikap suaminya, pria itu tetap tak peduli, tetap cuek dan acuh pada Jimin. Jimin hanya bisa pasrah menerima nya, namun harapan dan keinginannya tetap lah besar.


Ceklek

Jimin melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Dengan bathrobe yang membalut tubuh putih rampingnya. Rambutnya yang kecoklatan basah dengan bulir-bulir air di ujungnya.
Jimin mengamati wajah sembabnya di dalam cermin.

"Apa aku sangat tidak menarik di matamu hyung ?"
Monolognya. Suara Jimin terdengar sangat parau.

Jimin membuka laci kemudian mengeluarkan hair dryer dari sana.
Jimin mulai mengerikan rambut basahnya dengan benda tersebut.
Suara benda yang mengeluarkan panas itu bising terdengar di kamar Jimin.
Setelah rambutnya kering Jimin kembali menyimpan hair dryernya ke dalam laci.

Bibir plum itu mengeluarkan helaan nafas yang terdengar putus asa. Mata sipitnya melirik jam digital yang ada di atas nakas, pukul 08.00 pagi.
Jimin bergegas memakai pakaiannya, hanya kaos berwarna putih dengan celana pendek berwarna hitam.

Jimin keluar dari kamar, berhenti sejenak ketika melewati kamar suaminya.
Jimin meraba daun pintu dengan jemari mungilnya.
Hingga ia memberanikan diri menarik knop pintu itu, namun terkunci. Selalu saja begitu, seumur menjadi seorang istri Jimin belum pernah sekalipun masuk ke dalam kamar suaminya.

"Apa kau belum pulang ?" Lirih Jimin, kemudian menyandarkan tubuhnya di pintu.

Setelah cukup lama berdiri di sana Jimin melanjutkan langkah kakinya menuju ke dapur.
Jimim Mulai memasak untuk sarapan pagi, hanya untuk dirinya ya sukur-sukur suaminya itu mau ikut sarapan nanti.
Harapan Jimin setiap paginya.

Jimin tersenyum saat mulai memasukkan beberapa jenis sayuran ke dalam panci.
Entahlah ingatannya tiba-tiba tertuju pada anak kecil yang tadi siang ia temui di sebuah restoran.
Tak sengaja Jimin bertemu dengan anak kecil yang menggemaskan itu ketika ia makan siang tadi.

Jimin memang seorang pria namun hatinya sangat lembut dan ke ibuan, ia akan sangat senang jika berbicara dengan seorang anak kecil.
Itulah yang menjadi keinginan terbesarnya saat ini, memiliki seorang anak kecil dalam hidupnya, tentu selain membuat suaminya itu jatuh cinta padanya.

"Aahh, aigoo.." sesal Jimin ketika kuah sup yang ia aduk mendidih dan sedikit tumpah. Karena asyik membayangkan bocah lucu di restoran tadi membuatnya tidak fokus hingga masakannya kacau.

Bergegas Jimin membersihkan kompor yang basah karena ketumpahan kuah sup.

"Eomma akan marah jika melihatku ceroboh seperti ini" gerutunya dengan bibir mengerucut.

Setelah mengelap sana sini, akhirnya semua bersih dan sup pun sudah matang.
Jimin dengan tangan terampil nya kemudian menyusun masakannya ke meja makan. Hanya sup dan ayam goreng saja.

Ceklek

Jimin tersenyum ketika mendengar suara pintu di buka. Jimin yakin itu suaminya.
Jimin meninggalkan meja makan kemudian berjalan ke ruang tamu untuk menyambut suaminya.

Dada Jimin terasa sesak, matanya terasa sangat perih dan tiba-tiba pipi tembemnya sudah basah.
Ternyata suaminya tidak pulang sendiri namun bersama seorang Namja manis dan terlihat masih sangat muda. Mereka berciuman di depan pintu masuk. Pria yang sama yang beberapa kali di bawa pulang oleh suaminya.

Jimin mencoba tersenyum ketika suaminya menyadari keberadaan Jimin di sana.

"Hyung, kau sudah pulang ?" Tanya Jimin dengan lembut, ia tak masalah dengan pria manis di sebelah suaminya.

"Seperti yang kau lihat, aku sudah pulang kan !"

"Eum.. iya maaf, Jimin hanya terlalu senang hyung sudah pulang. Kita sarapan dulu hyung, Jimin sudah masak. Ajak juga kekasihmu untuk makan bersama"

"Ck... tidak usah sok baik denganku Jimin. Dan tanpa kau suruh pun kekasih ku akan tetap bersamaku"

Suaminya itu pun berjalan meninggalkan Jimin yang berdiri di samping sofa.
Jimin mencengkeram bahu sofa agar tubuh lemasnya dapat di topang oleh sofa tersebut.

Blam !!

Bahu Jimin tersentak mendengar pintu kamar yang di banting oleh suaminya.

"Hiksss... kapan kau akan menganggapku sebagai istrimu hyung ?!"

Jimin pun berjalan kekamarnya, seleranya untuk sarapan sudah hilang seketika.
Pria manis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, meredam isakannya dengan bantal.














Tbc





















Bagaimana menurut kalian ?

Perlu di lanjut atau tidak ?







Jangan lupa VOMENT ya 😊

Dr JIMIN kookmin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang