2 - Tanggungjawab

254 40 0
                                    

Iqbaal mungkin sudah memutuskan untuk mengambil tindakan yang bodoh. Dia berlari ke dalam garasi rumahnya dan sempat beradu pandang dengan Tyas.

"Mau ke mana kamu?" Tyas bertanya dengan nada ketus.

Iqbaal tidak menghiraukan. Gerak gerumusuhnya berhenti setelah dia menaiki sepedanya.

"Heh!" Tyas murka.

Iqbaal berlalu begitu saja dengan sepedanya.

Tyas menggeleng. Anak itu menggoes sepedanya seperti orang yang kesetanan.

"Ck," tidak mau ambil pusing, Tyas pun segera menutup pagar rumahnya. Wanita yang menggantikan posisi Bunda Iqbaal itu masuk ke dalam tanpa mau memikirkan Iqbaal. Memikirkan Iqbaal hanya akan membuat darahnya naik ke ubun-ubun.

***

Iqbaal membawa sepedanya dengan kecepatan extra. Melupakan keringat juga napasnya yang memburu.

Jalanan di malam hari sesak dengan kendaraan beroda empat. Beruntung Iqbaal menggunakan sepeda. Jadi saat macet, dia bisa mengambil jalan trotoar sebagai alternatif.

Sesaat pandangan Iqbaal menyapu ke depan.
Mobil hitam yang sangat Iqbaal kenali, berhenti karena ada lampu merah. Ini seperti keberuntungan karenanya Iqbaal tidak tertinggal jauh.

Iqbaal terus mengikuti mobil Bastian.
Rupanya Bastian membawa (Namakamu) ke cafe titik teduh.

Cafe yang digandrungi oleh sebagian anak muda itu nampak ramai meski hanya dilihat dari luar.

Iqbaal sering ke tempat ini. Dia juga kenal dengan bartender yang ada di cafe tersebut. Bang Panji dan Arghi.

Dengan cekatan, Iqbaal menepikan sepedanya di parkiran khusus motor. Setelah memastikan standar sepedanya terpasang rapi dia pun melangkah masuk ke dalam cafe.

Alunan musik sayup-sayup mulai terdengar. Lagu dari AIR--Fell so right--menyapa gendang telinga Iqbaal.

Iqbaal mengedarkan pandangannya. Tatapannya terpaku pada meja nomor enam. Bastian dan (Namakamu) ada di sana. Jangan lupa dengan sosok setengah badan itu.

Iqbaal berdecak. Sosok itu duduk tepat di sebelah Bastian. Sedang meniup-niup wajah Bastian dari samping dan Bastian tampak risih. Iqbaal melihat Bastian menepuk-nepuk pipi kanannya.

Iqbaal menelengkan kepala ke kanan dan ke kiri hingga menghasilkan suara gemeletuk dari tulang lehernya.

"Bro!"

Belum sempat mengambil langkah, Iqbaal dikejutkan dengan tepukan di bahunya.

Arghi tersenyum lebar melihat kedatangan Iqbaal di cafe-nya. "Ke mana aja lo? Kok baru kelihatan lagi?"

Iqbaal balas tersenyum. "Ada. Gue lagi banyak tugas, biasa."

Tadinya Iqbaal akan menghampiri meja Bastian dan (Namakamu) untuk mengusir mahkluk itu. Namun berkat kedatangan Arghi, dia tidak jadi merealisasikan tindakkan mencari matinya itu. Arghi sudah menyelamatkannya.

Dua jam berlalu.

Iqbaal sudah menghabiskan cokelat hangatnya. Dia tidak lepas mengamati Bastian dan (Namakamu) selagi Arghi menemaninya untuk mengobrol.

"Gimana kuliah lo?" Pertanyaan Arghi membuat Iqbaal menoleh.

"Ya, gitu."

Arghi terkekeh. "Lo orang yang paling irit ngeluarin suara yang gue kenal." katanya sedikit mengejek Iqbaal.

Iqbaal menimpali, "Dan lo orang paling enggak sopan yang gue kenal. Lo itu masih bocah SMA, gue udah kuliah. Manggil nama gue aja enggak pakai embel-embel Kak atau Bang. Asal sebut nama," rutuk Iqbaal.

Scary Voice [IqNam Series]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang