16 - Kembali

175 26 3
                                    

Iqbaal punya harapan. Banyak sekali. Sampai dia bingung, mana harapan yang akan dia wujudkan terlebih dahulu. Terlepas dari belenggu Mama dan saudara tirinya, menyadarkan Ayah agar Ayah tidak lagi membenci almarhumah Bundanya, setidaknya Ayah tahu kalau Mama Tyas dan Bastian memang tidak tulus untuk menyayangi Ayah. Mereka hanya menginginkan harta Ayah. Namun sampai hari ini, Iqbaal hilang kesempatan untuk menyampaikan itu semua. Mama Tyas dan Bastian berhasil mengusir Iqbaal dari rumah. Bastian yang sejak kecil selalu merenggut milik Iqbaal, apakah ... harus juga mengambil alih (Namakamu) darinya?

Sejak hilangnya Aldi tadi malam, (Namakamu) belum mau mengeluarkan suaranya pada Iqbaal. Meski Iqbaal sengaja mencegat (Namakamu), (Namakamu) akan memilih jalan lain. Intinya, menghindar. Menjauhi Iqbaal sebisa mungkin.

Titik terakhir dalam pencariannya, Iqbaal menemukan (Namakamu) sedang duduk di kantin Universitas dengan Bastian dan dua temannya-Bagas dan Gilang-yang memilih untuk berdiri layaknya bodyguard bayaran demi menjaga atasannya.

Jika Mama Tyas berhasil mengelabui Ayah, maka saat ini ... Iqbaal tidak akan membiarkan Bastian mengelabui (Namakamu).

(Namakamu) dengan perasaannya yang belum tertata. (Namakamu) yang sulit untuk menerima kepergian Aldi. (Namakamu) yang ... mungkin saja terkejut dengan permohonan Iqbaal tadi malam.

Iqbaal duduk tidak jauh dari meja (Namakamu) dan Bastian. Dia mengurut pelipisnya. Desissan iba muncul dari arah samping, dari Leo yang menepuk-nepuk bahu Iqbaal. Berusaha menyalurkan semangat. Beda dengan Salsha yang merasa jengkel melihat risaunya Iqbaal.

"Jadi benar ya, lo ... suka sama (Namakamu)?" Salsha memainkan sedotan di dalam jus alpukatnya. Ingin sekali membenturkan ingatannya soal ucapan Mama (Namakamu) kalau Iqbaal dan (Namakamu) sudah dijodohkan sejak lama.

"Iya. Jujur aja, gue mewakili Iqbaal. Soalnya, kalau orang galau itu susah diajak ngomong." Leo menyahut. Menyengir lebar pada Salsha yang mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

"Ish. Gue tanyanya ke Iqbaal!"

Leo pura-pura mengaduh setelah menerima lemparan sedotan dari Salsha.

Bahkan, berisiknya Salsha dan Leo sama sekali tidak mengusik kefokusan Iqbaal dari (Namakamu). Untuk fakta yang menyakitkan itu ... Salsha kecewa.

"Ayah ... Ayah hubungi gue semalam." Salsha melipat kesepuluh jarinya, menunduk. "Kayaknya, lo nggak akan respect dan tolong gue lagi ya."

Iqbaal memutar arah pandangnya.

"Ayah lo kenapa?"

Salsha tidak mendengar suara Iqbaal. Hanya suara Leo yang dia dengar.

"Kayaknya gue harus pergi dari rumah (Namakamu)."

"Kenapa?"

Salsha tergugu. Tadi, suara Iqbaal. Iqbaal mendengarnya. Masih peduli padanya. Satu detik kemudian, Salsha mengangkat wajah. Menarik senyum di antara dua sudut bibir. Senyumnya melengkung dengan tulus. "Lo masih peduli sama gue?" tanya Salsha.

Iqbaal tersenyum. "Lo teman gue. Wajar kalau gue peduli sama lo."

Salsha mengerucutkan bibirnya. "Gue pikir ... lo cuma peduli sama (Namakamu)," cicitnya.

"Sejak kapan seorang Salsha jadi manja kayak gini?" Leo menyikut lengan Salsha. Menyengir lebar, namun efeknya ... Salsha semakin cemberut.

"Apa gue perlu ngambek dulu supaya lo lirik gue?" Salsha kini menyilang tangannya di depan dada. Mengundang gelak tawa dari Leo dan senyum singkat dari Iqbaal.

"Maaf. Jadi, kenapa sama Ayah lo? kenapa lo harus pergi dari rumah (Namakamu)?" Iqbaal sungguh-sungguh melupakan fokus awalnya untuk memperhatikan (Namakamu). Dia menunggu kabar dari Salsha yang kelihatannya ... butuh untuk didengar.

Scary Voice [IqNam Series]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang