4 - Empat Mata

201 35 1
                                    

"Lo ... lagi?" (Namakamu) cepat-cepat menghapus sisa air matanya yang masih mengenangi pipi. Dia paksakan tubuhnya untuk berdiri meski hasilnya sedikit oleng. Untung saja rak buku di sampingnya bisa dijadikan penopang tubuh.

"Lo nggak punya rasa takut, ya?"

(Namakamu) diam, tidak menjawab. Membiarkan Iqbaal berjalan mendekatinya.

Iqbaal terlihat mengembuskan napas sebelum akhirnya bersuara, "Perpustakaan ini dua minggu lagi akan ditutup. Tahu kenapa?"

"Ke ... kenapa?" cicit (Namakamu). Entah kenapa bawaannya kalau di dekat Iqbaal ... selalu horror. Ya. Yang (Namakamu) rasakan begitu.

Iqbaal memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana. "Karena di sini nggak ada aktivitas yang berlangsung lama. Ibarat rumah yang kosong. Setiap mahkluk halus berlomba-lomba menempati perpus-,"

"CUKUP!" (Namakamu) menyela dengan sekali bentakkan. "Lo harus tahu kalau lo ngoceh kayak gitu lagi, gue makin takut!" pekiknya. Dengan suara bergetar.

"Siapa Aldi?" tanya Iqbaal.

(Namakamu) terperangah bukan main. Dari mana Iqbaal tahu nama itu?

"Lo ...."

Iqbaal menyugar rambutnya ke belakang dengan gerakkan pelan disertai dessisan dari mulutnya. "Gue bukan penguntit. Jangan berpikir negatif."

(Namakamu) berdecih. Dia melipat tangan di depan dada. Menatap Iqbaal tak kalah menantang. "Yakin? Kok lo tahu gue di sini?"

Iqbaal merutuk dirinya sendiri. Berdeham lama kemudian berbicara, "Ke ... kebetulan. Ya. Gue kebetulan ke perpus, kok." ujarnya.

(Namakamu) memberi tatapan memicing. "Gue makin berpikir negatif kalau lo bohong."

Iqbaal mendesah. Menyerah. Memilih untuk mengaku. "Ok ok ... gue ngikutin lo. Gue tahu lo berantem sama temen lo. Lo nangis. Lo panggil satu nama yang ... yang sempat gua dengar. Aldi. Siapa dia?"

(Namakamu) kembali terjaga.

Apakah sempat dirinya memanggil atau menyebut nama Aldi lagi?

"I ... itu, bukan urusan lo!"

BRAK!

Iqbaal dan (Namakamu) dikejutkan dengan beberapa buku yang terjatuh.

Keduanya memandang ke sumber suara. Kamus tebal yang terjatuh itu sama dengan kamus lain yang berada di rak paling atas.

Kenapa bisa jatuh?

Iqbaal merasa tidak ada angin. Ruang perpustakaan ini memiliki ventilasi yang baik. Semua jendela memang dibiarkan terkunci mati.

(Namakamu) terlihat ketakutan kala pandanganya mengedar. "Al ... Aldi."

SRRRK!

Iqbaal menoleh pada (Namakamu). Sayangnya yang dia dapati justru wajah hancur dari makhluk halus yang semalam berhasil mencekiknya.

BAKH! BAKH!

(Namakamu) menggigiti jari telunjuknya. Tubuhnya menjadi kaku begitu melihat adegan menakutkan di depannya.

Tubuh Iqbaal terhempas mengenai rak buku hingga beberapa buku berjatuhan tak tentu arah.

Debu-debu yang telah lama bersarang turut membuat pandangan Iqbaal sulit untuk fokus.

Iqbaal tidak dapat melawan karena tubuhnya terasa kebas setelah dibanting ke rak buku. Dia hanya mampu mengeluarkan kalimat syahadat. Menyerahkan makhluk itu pada penciptaNya. Menyadarkan makhluk itu bahwa Iqbaal tidak takut sama sekali padanya.

Scary Voice [IqNam Series]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang