"Jadi sekarang udah sah?"
Iqbaal hampir saja menumpahkan sirup yang dia genggam berkat Leo dan Arghi yang menyenggolnya tanpa aba-aba. Kalau dia tidak cekatan, mungkin jas putihnya akan ternodai dengan sirup merah itu. Iqbaal mendelik, menggeleng heran. "Melukai pengantin laki-laki di hari bersejarahnya bisa kena undang-undang. Hati-hati," protes Iqbaal.
Tawa Leo dan Arghi menguar. Mereka berdua mengejek Iqbaal lewat tampang yang menyebalkan.
"Ya, walaupun nggak sama dia, tapi lo tetap dapat yang cantik Baal." Leo memperluas senyumnya.
Iqbaal tergelak kecil. Mengurut pelipisnya yang baru setengah hari ini sudah mengeluarkan banyak keringat. "Cantik itu relatif, Le. Sesekali, lo harus lihat yang eksistensinya nggak kasat mata."
"Maksud lo liat kuntilanak bunting kayak yang sering lo pergokkin? selama ada setan berjenis kelamin perempuan lo bilang cantik semua, kan?" sindir Leo.
Arghi menjentikkan jarinya. "Bener banget Bang. Nggak aneh sih, Iqbaal itu datar banget memang. Tihang listrik aja kalah datar daripada dia." Arghi menambahkan.
Sepertinya kalau menutup mulut orang lain dengan selatip itu tidak dosa, maka Iqbaal akan melakukannya sekarang. Pada Leo dan juga Arghi yang belum puas merecokinya. "Maksud gue bukan gitu." Iqbaal memutar bola matanya sambil menyimpan gelas kosong di atas meja.
"Mulai nih, wejangan on the way!" Leo sudah mengambil ancang-ancang untuk menutup kedua telinganya namun sebelum itu terjadi, Iqbaal lebih dulu menahan tangan Leo.
"Ketika seorang laki-laki menikahi perempuan, Nabi Muhammad SAW bilang yang dilihat pertama kali adalah agamanya." Iqbaal memiringkan wajahnya, sepertinya Leo menyimak dengan baik. Begitu juga dengan Arghi. "Ada iman atau enggak di hatinya? itu, yang kasat mata tapi berharga." Alis Iqbaal terangkat keduanya. "Perempuan cari laki-laki yang bisa membimbing dan laki-laki mencari perempuan yang bisa dibimbing."
"Jadi lo lihat hal itu dari dia?" tanya Leo.
"Iya."
"Hah ... gila. Pokoknya gue belum kepikiran sampai di posisi lo sekarang Baal. Ngurus caffe aja gue udah stress." Arghi menjambak rambutnya. Kemarin, caffenya menjadi sorotan beberapa wartawan sebagai caffe yang paling laris dikunjungi anak muda. Arghi kewalahan. Meski Bang Panji turut terjun bersama Kak Resya.
"Gue percaya kalau gue berkomitmen, gue bisa lalui ini bareng dia." Iqbaal tersenyum tipis.
"Lo nggak akan nyesel nih, lepas Salsha?" Leo bertanya untuk memastikan.
"Gue mungkin nyesel kalau mempertahankan Salsha." Iqbaal memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana. Tatapannya berpendar. Akad sudah dilangsungkan tadi pagi. Kini resepsi sedang berlangsung dan Iqbaal sengaja mencuri waktu untuk beristirahat sebentar. Dia memandang ke arah perempuan berkebaya putih juga berkhimar senada yang tengah sibuk menebar senyum pada tamu undangan.
"Kenapa lo berasumsi kayak gitu?"
Iqbaal menukik lehernya, memandang Leo. "Gue bisa aja lukai dua perempuan sekaligus. Salsha yang nggak gue sukai tapi ada di samping gue dan (Namakamu) yang gue sukai, tapi nggak ada di samping gue."
"Baal, gaya lo ... berasa jadi bahan rebutan banget, ya?" Arghi tertawa sambil menggelengkan kepala.
"Biar gimana pun, kalau gue nggak buat pilihan ... mungkin gue nggak bisa lihat senyum (Namakamu) hari ini." Iqbaal tidak akan lupa bagaimana sumringahnya (Namakamu) saat tahu kalau Iqbaal tidak meninggalkannya. Berkat Salsha yang berbesar hati, menjadi perantara yang menghubungkan Iqbaal dan (Namakamu).
Oh iya, Salsha. Iqbaal mengubah haluan untuk mencari Salsha. Ke mana perempuan itu? Dia turut hadir saat akad di masjid Istiqlal tadi pagi. Salsha tidak mungkin meninggalkan resepsi Iqbaal dan (Namakamu), kan? Iqbaal berdeham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scary Voice [IqNam Series]✅
RomanceIqbaal Dhiafakhri bisa mendengar suara hati orang lain tapi ... dia tidak bisa mendengar suara hati (Namakamu) Falsafa. Iqbaal juga bisa melihat makhluk ghaib yang hidup berdampingan dengan manusia. Lalu secara kebetulan, dia bisa melihat arwah keka...