02. Bertamu

21.9K 1.3K 14
                                    

___________

2 minggu sejak masa berkabung keluarga Pak Damar. Gadis yang kini menjadi satu-satunya anak di keluarga itu masih sering menyendiri. Ia masih teringat bayang-bayang dari saudari kembarnya.

"Iqfa! Ingat kan, kalau kita mau pergi?" Sebuah suara milik Bundanya terdengar dari balik pintu kamar menyadarkan Iqfanny.

Iya, dia Iqfanny. Saudari kembar dari Almarhumah Tifanny. Mereka kembar identik, yang membedakan adalah Iqfanny yang istiqomah berhijab, sedangkan Tifanny masih sering lepas pakai hijab.

Entah akan pergi kemana mereka malam nanti. Padahal mereka masih dalam suasana berkabung pasca meninggalnya Tifanny.

Tak mau ambil pusing, Iqfanny bersiap untuk sholat Isya. Lalu bersiap untuk mereka pergi nantinya. Setelahnya dilihatnya Ayah dan Bundanya yang sudah rapi. Mereka akhirnya berangkat dengan satu mobil yang dikendarai langsung oleh Ayah, Pak Damar.

Setengah jam diperjalanan akhirnya mereka sampai. Iqfanny tidak tahu mereka sedang mengunjungi rumah siapa. Yang jelas saat ini dalam pikirannya, mengapa mereka harus bertamu malam-malam seperti ini? Apakah tidak ada waktu disiang hari? Apakah ayahnya sesibuk itu? Atau, karena ini masalah yang cukup penting? Nanti, sebentar lagi ia akan tahu jawabannya.

Iqfanny lihat dari balik jendela, mereka memasuki kawasan komplek perumahan. Tapi yang Iqfanny bingungkan, mengapa yang berjaga di pos adalah tentara? Apakah mereka akan mengunjungi salah satu rumah seorang tentara? Pikiran Iqfanny bahkan sudah traveling kemana-mana. Hingga sampailah mereka disalah satu rumah minimalis dengan warna hijau pupus.

"Assalamu'alaikum!" Salam Bunda dan Ayah Iqfanny yang juga diikuti Iqfanny.

"Wa'alaikumsalam, udah sampai?" Sahutan dari wanita setengah baya Iqfanny lihat.

Wanita baya itu langsung memeluk Bunda Iqfanny. Mereka terlihat cukup akrab, tapi Iqfanny sungguh tak mengenal siapa wanita itu. Mungkin teman Ibunya yang ia tak tahu.

"Alhamdulillah, kenalin, ini Iqfanny. Kembarannya Tifanny, Mbak." Ucap Bunda Iqfanny, Bunda Nisa.

"Masya Allah, Nduk!" Wanita itu terlihat berkaca-kaca hingga tiba-tiba memeluk Iqfanny dengan hangat.

"Umi senang bisa bertemu kamu, Nduk." Ucap Wanita paruh baya itu.

Iqfanny yang bingung dengan keadaan ini hanya diam saja. Lalu setelahnya mereka langsung disuruh masuk dan duduk di ruang tamu. Ruang tamu yang terlihat hangat dengan banyaknya pigura-pigura disana.

Dapat Iqfanny lihat pria paruh baya yang terlihat gagah diusianya yang bahkan sudah tak lagi muda, menyambut kedatangan mereka dengan hangat.

"Ini Bi, Iqfanny. Saudari kembarnya almarhumah Tifanny." Ucap Umi Alisha pada suaminya, Abi Alfath.

"MasyaAllah, sehat nduk?" Tanya Abi Alfath yang merangkul Iqfanny dengan hangat.

Iqfanny langsung mengulurkan tangan untuk menyalimi dengan takzim. "Alhamdulillah, sehat." Jawab Iqfanny yang meskipun ia tak mengenal sepasang paruh baya ini, ia tetap menghormati keduanya.

"Umi Alisha dan Abi Alfath ini sebenarnya adalah calon mertua Tifanny, Iqfa." Ucap Ayah Damar.

"Kami senang, akhirnya bisa bertemu dengan Iqfanny, dulu hanya bisa tahu ceritanya saja dari Almarhumah Tifanny. Mereka benar-benar mirip." Ucap Umi Alisha.

"Alhamdulillah, selama ini Iqfanny sibuk mengajar di pondok, dan jarang ada waktu pulang. Sekalinya pulang, malah kabar duka yang ia dengar." Jawab Bunda Nisa sendu.

"Sabar ya Nduk, ikhlaskan. Semoga Allah memberikan tempat yang terbaik untuk Almarhumah Tifanny." Ucap Umi Alisha pada Iqfanny yang duduk disampingnya.

"Iya Umi, insya Allah Iqfanny sudah ikhlas menerima." Jawab Iqfanny lirih.

(Bukan) PENGGANTI ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang