22. Rifal

18.2K 1.1K 33
                                    

____________

Hari Minggu, usai giat senam pagi tadi, Iqfanny kini tengah mempersiapkan makan siangnya. Suaminya sebentar lagi akan pulang setelah kegiatan Garjas (Kesegaran Jasmani). Iqfanny juga menyiapkan bubur kacang hijau, karena tiba-tiba saja ia ingin makan bubur. Karena malas membeli keluar dan juga tak ada kendaraan yang bisa ia pakai, hasilnya ia buat sendiri.

Alhamdulillah, setelah menikah dan tinggal dengan Aqsa dirumah dinas, ia lebih banyak bereksperimen di dapur. Mengisi kebosanannya yang tak ada kegiatan setelah semua pekerjaannya selesai dari kepengurusan Persit.

Terkadang ia akan main ke rumah Mbak Yuni menemani Rifal anaknya Mbak Yuni bermain. Ia sangat suka anak kecil, itu lah yang membuat ia sering mengajak main Rifal.

"Mas, kamu mau punya anak berapa?" Tanya Iqfanny di saat mereka tengah menonton tv selepas Isya.

"Enam?" Ucap Aqsa menatap Iqfanny dengan senyuman jahil.

"Banyak amat? Ntar keburu tua loh, masih punya anak kecil." Dengus Iqfanny.

"Ya biar rame lah. Biar nggak kesepian. Umi Abi, Ayah Ibu pasti setuju kita punya banyak anak. Mereka jadi punya banyak cucu dari kita. Kamu sekarang anak tunggal, begitupun Mas. Jadi, hanya dengan kita lah keluarga kita akan berkembang dan semakin besar." Ucap Aqsa.

"Ngomong apa sih? Bahas keluarga berkembang juga. Dua aja cukup Mas, kalau bisa yang sepasang. Jadi nggak perlu hamil lagi Iqfa." Jawab Iqfanny.

"Kalau saya perkosa kamu di kamar, kamu bisa apa hmm?" Kali ini Aqsa berbisik ditelinga Iqfanny. Membuat Iqfanny merinding dan takut.

"Yang bener aja Mas? Kita udah nikah loh, kok malah bahas perkosa. Iqfa ini istri Mas, milik Mas, bukan orang lain. Bahasnya juga hal kaya gitu, bikin geli dan takut Mas." Ucap Iqfanny.

"Ya habisnya kamu, nggak mau punya banyak anak, maunya cuma dua. Dua ya nggak cukup sayang, banyak aja ya, biar rame." Bujuk Aqsa lagi.

"Nggak mau, dikira hamil dan melahirkan itu gampang? Dua aja cukup Mas, kaya slogan Keluarga Berencana, Dua Anak Lebih Baik!" Ucap Iqfanny.

"Sayang, empat deh kalau gitu. Nggak jadi enam, kalau enam capek juga ngurusinnya setelah dipikir-pikir." Bujuk Aqsa yang kini memegang lengan Iqfanny.

Ucapan Aqsa kemarin malam terngiang di kepala Iqfanny. Aishh, membayangkan hal itu, membuat Iqfanny menggeleng pelan. Apa jadinya jika rumahnya ini dipenuhi anak-anaknya yang banyak? Apakah ia akan sanggup mengurusinya, atau malah akan bahagia dengan semua kenakalan menggemaskan mereka? Iqfanny sebenarnya tidak masalah dikasih anak banyak sama Allah, hanya saja ya jangan banyak-banyak. Tiga mungkin sudah lebih dari cukup. Pastinya hari-harinya saat ditinggal Aqsa kerja akan mengurus anaknya sepanjang hari. Bermain, mengurusnya, bahkan mengajaknya belajar bersama.

Rasanya Iqfanny tidak sabar lagi menunggu momen itu. Ia dan Aqsa akan pulang ke Magelang dengan mobil alih-alih dengan pesawat. Memilih efektifitas yang relevan daripada yang membuat pusing kepala.

Ketukan pintu mengalihkan dunia khayal Iqfanny. Segera Iqfanny kedepan, ingin tahu siapa yang bertamu. Dan ternyata Mbak Yuni dan anaknya, Rifal. Balita berusia 3 tahun itu tampak menatapnya dan ingin sekali masuk ke rumahnya.

"Assalamu'alaikum Dik Aqsa." Salam Mbak Yuni.

"Wa'alaikumsalam, Mbak. Ada apa Mbak?" Tanya Iqfanny kemudian.

"Mbak boleh minta tolong nggak? Mbak mau nitip Rifal. Mbak ada urusan yang urgent. Boleh ya Dik?" Ucap Mbak Yuni.

"Boleh Mbak, daripada Rifal ikut Mbak, apalagi Mbak lagi buru-buru. Takutnya kalau Rifal ikut malah nanti urusan Mbak keganggu." Jawab Iqfanny.

(Bukan) PENGGANTI ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang