"Mau kemana, Than?" Evan berseru tat kala melihat Ethan baru saja memasuki basement, berjalan menuju motor kesayangannya yang terparkir rapih dengan kendaraan-kendaraan milik keluarga Wiraguna lainnya.
"Mau ke pesantren," jawab Ethan seraya mengambil helm dari rak khusus.
"Ngapain?"
"Biasalah, setor hafalan."
"Ikut dong!"
"Ngapain?" Ethan gantian bertanya.
"Biasalah, ketemu calon istri." laki-laki ber-koko hitam itu menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar cengengesan Evan. "Boleh, ya?"
"Kalau niatnya ketemu Raya, mending gak usah," balas Ethan.
Evan mencabikkan bibirnya. Ia tetap naik di jok belakang motor Ethan meski kembarannya tersebut melontarkan larangan.
"Ngapain sih, Van?"
"Kali aja dapet hidayah gue," kekeh Evan.
Malas memperpanjang keributan, Ethan langsung melajukan motornya keluar dari basement, tidak lupa membunyikan klakson sebagai ucapan terimakasih kepada satpam di rumahnya yang membukakan gerbang.
Dalam waktu kurang lebih 30 menit, mereka tiba di sebuah pondok pesantren, yang mana pernah menjadi tempat tinggal Ethan selama menimba ilmu agama di masa putih biru-nya.
Ethan memasuki pondok pesantren Al-Quddus tanpa sungkan, bahkan beberapa santri dan ustadaz maupun ustazah yang tak sengaja berpapasan dengannya menyapa ramah. Tidak heran, karena meskipun sudah tidak menetap lagi di pesantren, Ethan rutin berkunjung untuk menyetor hafalan atau pun sekadar bantu-bantu.
"Umaiza mana ya, Than?" tanya Evan sembari mengedarkan pandangannya.
"Ini asrama santri putra, Van. Raya udah pasti di asrama santri putri," jelas Ethan.
"Jauh gak?"
"Apanya?"
"Asrama santri putrinya."
Mata Ethan memicing, menatap kembarannya penuh peringatan. "Gak usah macem-macem ya, Van!"
Evan terkekeh. "Iya, enggak. Buruan katanya mau setor hafalan."
Ethan menghembuskan nafas panjang, lalu berjalan menuju mushola pesantren. Ia masuk, tidak lupa mengucapkan salam. Sedangkan, Evan memilih menunggu di luar sambil memperhatikan para santri yang berlalu lalang. Style-nya yang lebih mirip berandalan membuat Evan jadi pusat perhatian sejak memasuki gerbang pesantren tadi.
Kembali pada Ethan, laki-laki itu sekarang tengah duduk berhadapan dengan Pak Kyai yang merupakan pemimpin pesantren---ayah dari Ning Alisha.
"Dengan siapa, Nak?" tanya laki-laki paruh baya tersebut.
"Kembaran Ethan, Bi." Ethan memang lebih sering memanggil Pak Kyai dengan panggilan Abi, lebih nyaman saja katanya.
"Kenapa gak diajak masuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iman Yang Berbeda
Espiritual(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!) ====== Bagaimana bisa kita saling mendoa'kan, jika menyebut Tuhan saja dengan nama yang berbeda? Bagaimana bisa aku dan kamu saling menyempurnakan, jika iman yang dimiliki saja tak sama? Karena pada dasarnya, tida...