Berstatus sebagai mahasiswa kedokteran rupanya cukup melelahkan. Evan mendadak berpikir kalau sebenarnya ia salah mengambil langkah. Otaknya tidak sepintar Ethan yang mengambil jurusan arsitektur di salah satu kampus swasta ternama di Indonesia, apalagi Evellyin yang merupakan lulusan Oxford University.
Keputusan menunda kuliah waktu itu memang benar-benar ingin Evan realisasikan, itulah sebabnya di mendaftar snmptn dengan menjadikan Universitas Padjajaran sebagai pilihan utamanya. Dengan studi kedokteran yang ia ambil, Evan mengira kalau ia tak akan lolos, mengingat Unpad adalah salah satu universitas terbaik yang pastinya melakukan seleksi ketat dalam pemilihan mahasiswa baru. Sialnya, Evan justru lolos hingga mau tak mau menjalani apa yang sudah terlanjur ia pilih.
Mendorong pintu kaca di depannya, Evan melangkah gontai menuju tempat duduk di sudut cafe. Ia tengah berada di Senja Cafe, ingin menenangkan pikiran dengan menikmati semburat jingga yang menghiasi langit sore ini.
"Kayaknya gue nyium bau-bau sesuatu nih." celetukan Galih yang tengah berjalan menghampiri dibalas Evan dengan menaikan sebelah alisnya.
"Bau apaan, sih?" cetus cowok berkaos hitam tersebut. Dia bergidik risi karena Galih mengendus-endus sekitaran tubuhnya.
"Bau-bau orang galau."
Memutar bola matanya malas, Evan memilih abai dengan mengalihkan fokus pada laptop yang baru saja dikeluarkan dari ransel.
"Sepet amat itu muka," ledek Galih.
"Gak mood gue, Bang," balas Evan dengan wajah lesu.
"Kenapa? Raya, ya?"
Menghela napas panjang, Evan tak menyangkal sebab memang begitu adanya. "Hoki seumur hidup gue keknya udah kepake pas daftar snmptn, jadi kisah percintaan gue gak kecipratan hoki-nya."
Galih menggeleng-gelengkan kepalanya. "Masih aja percaya hoki-hokian. Hidup kita tuh udah ada yang atur, Than. Yang namanya takdir udah ada garisannya. Takdir manusia tuh udah diatur Tuhan sebaik mungkin. Mau lo jungkir balik juga, kalau takdir lo udah gitu, ya tetep gak bisa diubah."
"Ini maksudnya Tuhan gue sama Umaiza collab gitu buat bikin takdir kita bersangkutan? Kalau gitu, kenapa Yesus sama Allah gak collab aja buat persatuin gue sama Umaiza?" celetuk Evan, tak ayal membuatnya mendapatkan sambitan serbet dari Galih.
"Ini lo namanya terlalu memaksakan! Teu ngarti urang mah ka maneh teh da! Ngucap Jang, ngucap!" keributan antara Evan dan Galih tentu saja mengundang banyak mata memperhatikan keduanya. Untungnya mereka memilih abai, seolah sudah hafal dengan kelakuan dua orang tersebut.
[Translate: Gak ngerti gue tuh sama lo!]
Evan tergelak. Dia hanya bercanda, serius! Biar bagaimana pun, Evan itu dulu taat sekali pada agama dan Tuhan-nya. Dia mempelajari agama dengan cukup baik. Iya, dulu, sebelum pemuda itu mulai goyah atas keyakinannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iman Yang Berbeda
Spiritual(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!) ====== Bagaimana bisa kita saling mendoa'kan, jika menyebut Tuhan saja dengan nama yang berbeda? Bagaimana bisa aku dan kamu saling menyempurnakan, jika iman yang dimiliki saja tak sama? Karena pada dasarnya, tida...