-14. Dilema

1.6K 253 14
                                    

Evan menatap langit-langit kamarnya yang hanya didominan dengan warna putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Evan menatap langit-langit kamarnya yang hanya didominan dengan warna putih. Pikirannya melanglang buana pada pertemuan tak terencananya dengan orangtua Raya beberapa waktu lalu. Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong tat kala mendengar Abi-nya Raya meminta ia untuk mundur.

Evan tahu keluarga Raya bisa menerimanya namun, bukan sebagai laki-laki yang akan mendampingi putri mereka. Perbedaan di antara mereka terlalu sulit untuk ditampik.

Menghela napas gusar, laki-laki berkaos putih itu beranjak dari tempat tidur menuju meja belajar. Di sana ia duduk setelah mengeluarkan sesuatu dari dalam laci meja. Ditatapnya dengan seksama deretan tulisan kaligrafi yang sama sekali tak bisa dirinya baca.

"Lo pasti tau ini apa 'kan?" bayangan wajah Evellyin saat perempuan itu menghampiri kamarnya di hari Evan akan kembali ke Bandung, kembali melintas di ingatan laki-laki itu.

"Al-Qur'an?"

"Iyap, ini Al-Qur'an terjemahan, gue dapetin dari Abi Arga waktu gue bilang, gue butuh sesuatu yang akan lebih meyakinkan gue untuk mualaf. Dan, beliau kasih ini ke gue." Evellyin menaruh kitab suci Al-Qur'an tersebut di atas tempat tidur Evan.

"Lakukan semuanya dari hati, tapi jangan lupa logika-nya juga dipake." Evellyin menghela napas panjang seraya menatap dalam wajah sayu sang adik. "Ini bukan hanya persoalan percaya atau tidak percaya, tapi juga benar atau tidak benar. Semua agama mengajarkan kebaikan, right? Justru terkadang penganutnya lah yang menyimpang."

"Al-Kitab, Al-Qur'an, keduanya berisi pedoman hidup untuk manusia. Tapi di sini, ada beberapa point yang harus lo maknai dengan baik. Lo bakal di hadapkan dengan banyak pendapat berbeda yang bakal bikin lo bingung nantinya. Tapi, gue tekankan sekali lagi sama lo, tolong logika lo juga dipake. Utamakan bepikir dulu, sebelum lo meyakini sesuatu."

"Gak ada yang bakal paksa lo buat meyakini sesuatu, kecuali lo meyakini itu dari diri lo sendiri. Keputusan buat lo baca kitab ini atau enggak pun, itu semua terserah lo. Gue cuma ngasih itu, karena lo pernah minta ke gue, right? So, the decision is yours."

Kembali menghela napas gusar, dengan tangan yang lumayan gemetar, Evan mulai membuka satu persatu lembaran Al-Qur'an yang tulisan Arab-nya cukup membuat ia pening.

"Ethan kok bisa lancar banget ya, baca Al-Qur'an? Gue baru liat sekilas aja udah pusing," gumamnya dengan dahi mengernyit. Kemudian, matanya beralih pada tulisan latin yang merupakan terjemahan dari isi Al-Qur'an tersebut. Evellyin sempat menyuruhnya untuk meminta bantuan pada Abi Arga, karena katanya isi Al-Qur'an itu tidak bisa jika hanya dipelajari sendiri, apalagi untuk orang awam sepertinya. Butuh orang ber-ilmu untuk menjelaskan setiap terjemahan yang setiap kalimatnya memiliki banyak makna tersebut.

Jantung Evan rasanya seperti memompa dengan cepat, tangan laki-laki itu mendadak berkeringat dingin, hatinya gundah ingin melanjutkan atau tidak. Sampai akhirnya, dia menutup kembali kitab suci Al-Qur'an tersebut.

Iman Yang BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang