Hari dimana Raya menyelesaikan hafalan 30 juz-nya, merupakan hari yang sama dengan keberangkatannya ke Mesir. Setelah acara tahfidz di pesantren usai, dia langsung menuju bandara ditemani Abi Arga, Ummi Alea, Almayra, dan kedua orangtua kandungnya.
"Raya baik-baik ya, di sana. Jangan sia-siakan perjalanan jauh kamu, Neng. Kembalilah dengan ilmu yang bisa bermanfaat untuk diri kamu sendiri dan orang banyak. Belajar yang rajin ya, jadilah wanita yang dirindukan syurga-nya Allah," pesan Ummi-nya Raya diiringi kecupan bertubi-tubi di kening sang anak.
Di balik niqab yang ia kenakan, Raya tersenyum. Kepalanya mengangguk pelan. "Insya Allah. Doa'in Raya selalu ya, Ummi."
Selain pada Ummi-nya, Raya juga berpamitan kepada sang Abi, Ummi Alea, dan juga Teh Alma. Ketiga orang itu ia peluk dengan erat. Hanya Abi Arga saja yang mana ia harus menjaga batasan karena mereka tidak memiliki ikatan apapun selain guru dan murid. Walaupun, sudah dianggap seperti anak sendiri, Raya tidak melupakan kalau dirinya dan Abi Arga itu bukan mahram.
"Fii amanillah, neng." pesan Abi Arga, dibalas Raya dengan kedua tangan yang menyatu di depan dada.
"Terimakasih, Abi, semuanya. Raya pamit dulu. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh." Raya membungkukan badan sebelum kemudian berbalik dengan menggeret dua koper yang dibawanya. Bertepatan dengan itulah air matanya meluncur bebas.
Menuntut ilmu di negara Mesir memang salah satu impiannya namun, Raya tetap merasa sedih ketika harus meninggalkan orang-orang yang dia sayangi. Ditambah lagi dengan satu nama yang tiba-tiba melintas di benaknya.
Raya menoleh sebentar ke belakang untuk sekadar melihat lambaian tangan orang-orang yang dia sayangi. Senyuman tulus mereka menambah semangat Raya dalam mematri langkah untuk menuntut ilmu. Ia bertekad akan kembali dengan versi yang jauh lebih baik lagi.
"Raya, ilmu yang baik adalah ilmu yang tidak hanya bermanfaat untuk diri kamu sendiri saja. Menuntut ilmu lah sebaik mungkin, jangan lupa amalkan itu untuk diri kamu sendiri dan orang lain. Karena ilmu yang hanya kamu simpan untuk diri kamu sendiri amalannya akan berhenti ketika kamu meninggal, tapi ilmu yang kamu bagi kepada oranglain, akan semakin meluas sekalipun kamu sudah tiada." pesan dari Teh Alma akan selalu Raya ingat sampai kapanpun.
Di dalam pesawat, Raya duduk tepat di samping jendela dengan tasbih digital dan sebuah notebook yang berada di atas pangkuannya. Gadis itu menatap ke arah luar, sebuah nama kembali melintas di benaknya.
Raya membuka pena dan notebook-nya, kemudian mulai menuliskan deretan kalimat di sana.
Evander Charlos Wiraguna. Saya harap, setelah ini saya akan benar-benar berhenti untuk menuliskan tentang kamu.
Saya tidak pernah lupa untuk berdoa tentang kebaikanmu. Sayangnya, setelah ini saya mungkin akan menghapus namamu dalam doa yang saya panjatkan.
Entah kita akan bertemu kembali atau mungkin juga tidak sama sekali. Jika suatu saat nanti saya mendapatkan kabar tentang kamu yang sudah bersama orang lain, saya harap dia adalah yang terbaik untukmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iman Yang Berbeda
Spiritual(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!) ====== Bagaimana bisa kita saling mendoa'kan, jika menyebut Tuhan saja dengan nama yang berbeda? Bagaimana bisa aku dan kamu saling menyempurnakan, jika iman yang dimiliki saja tak sama? Karena pada dasarnya, tida...