Selesai dengan kalas paginya, Raya memilih bersantai di kantin kampus sembari menunggu kelas selanjutnya dimulai. Gadis berjilbab abu itu membuka buku-buku materi tentang dunia psikologi yang dibawanya.
"Raya!" seruan itu mengalihkan perhatian Raya dari aktifitas membacanya. Dia menoleh ke arah sumber suara, senyumnya terbit tat kala mendapati Kanaya Asyiah yang tengah berlari mendekat.
"Assalamualaikum, bestie!"
Raya membalas salam tersebut diiringi senyuman. "Ada kelas pagi juga, Nay?" tanyanya kemudian.
Kanaya mengangguk. "Baru kelar." tanpa sungkan, gadis berjilbab hitam itu menenggak minuman milik Raya yang tinggal setengah.
"Bismillah dulu, Kanaya," tegur Raya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kanaya hanya terkekeh. "Ya maaf, udah haus banget soalnya."
"Lagian ngapain sih, jauh-jauh ke kantin sini? Emang di fakultas kamu gak ada kantin?"
"Ada sih, tapi 'kan biar sekalian ketemu kamu."
Raya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Kanaya justru menunjukkan cengiran yang tampak manis dilengkapi gigi gingsulnya.
"Bulan depan kita udah masuk semester tiga, kamu masih belum punya temen di fakultas kedokteran?" tanya Raya lagi.
Kanaya menggeleng kecil. "Gak ada yang se-frekuensi ah, males."
"Perbanyak teman, Nay. Setidaknya teman untuk sharing-sharing soal kuliah."
"Iya, nanti nyari deh, kalau ada."
"Serahmu, Nay." Raya kembali fokus pada buku bacaannya lagi. Membiarkan Kanaya beranjak guna memesan makanan serta minuman. Tidak lama, satu-satunya sahabat yang dimiliki Raya di Bandung ini tersebut sudah kembali lagi ke tempat duduknya.
"Ray, udah bayar uang semester?"
Raya mengangkat wajahnya, kemudian dia mengangguk. "Kamu udah?"
Kanaya menggeleng. "Baru mau bayar, yuk temenin!" pintanya.
"Habisin dulu makanannya."
Mengacungkan jempol, Kanaya melanjutkan aktifitas makannya sedangkan Raya kembali fokus membaca. Selang beberapa menit kemudian, mereka beranjak dari kantin.
Selanjutnya mereka pergi menuju perpustakaan kampus. Ada buku yang sedang Raya butuhkan untuk mapel kuliahnya, sedangkan Kanaya menemani saja. Untuk seorang mahasiswi di Fakultas Kedokteran, sahabatnya itu terlalu santai, menurut Raya. Tidak ada muka-muka setres-setresnya sama sekali.
"Baru masuk semester dua, nanti dulu setresnya. Lagian kalau aku beneran setres tinggal konsul ke kamu." begitulah sekiranya jawaban Kanaya ketika Raya iseng bertanya tentang kondisi psikologis-nya.
"Umaiza!" nama panggilan baru yang mulai akrab di telinga Raya membuat gadis itu reflek menolehkan kepalanya. Sesaat kemudian dia tersenyum saat mendapati Evan tengah berjalan menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iman Yang Berbeda
Tâm linh(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!) ====== Bagaimana bisa kita saling mendoa'kan, jika menyebut Tuhan saja dengan nama yang berbeda? Bagaimana bisa aku dan kamu saling menyempurnakan, jika iman yang dimiliki saja tak sama? Karena pada dasarnya, tida...