Setelah menyemprotkan parfume ke tubuhnya, Evan meraih kunci motor juga jaket lalu bergegas keluar dari kamar. Beruntung rumah orangtuanya ini menggunakan lift, jadi ia tidak perlu capek-capek berlarian melewati tangga.
"Adek mau ke mana?" pertanyaan dari sang Mama dibalas Evan dengan dengkusan kecil. Cowok itu menggosok telinganya hingga menimbulkan warna kemerahan.
"Ma, Evan udah gede, gak suka dipanggil adek. Ethan aja noh, kan Ethan yang terakhir brojolnya," protes Evan.
"Duluan Ethan, kamu aja yang gak mau jadi adek. Urutan dalam abjad aja T dulu baru V, itu artinya Ethan dulu baru Evan." ini bukan yang pertama, sudah sering ibu dan anak itu berdebat hanya perihal siapa yang duluan lahir ke dunia, Evan atau Ethan.
Sejak kecil memang Evan tidak suka dianggap paling bontot. Meskipun faktanya, Ethan-lah yang terlahir lebih dulu ke dunia, lalu Evan menyusul 5 menit kemudian.
"Resek Mama nih!" keluh remaja itu.
Fransiska mendelik, memilih abai dengan melanjutkan acara ngemil sambil nontonnya. Semenjak kakak perempuannya menikah, Evan jadi tidak punya teman ribut, jadilah sang Mama yang sering menjadi sasaran tingkah menyebalkan anak itu.
Jika saja bukan sahabat-sahabat suaminya yang memberitahu, mungkin Fransiska akan keheranan dengan sifat salah satu putranya tersebut, mengingat bagaimana sikap Eza selama berumah tangga dengannya.
"Ma, Evan main ya sama anak-anak," pamit Evan.
Fransiska menatap putranya itu dengan dengkusan kecil. "Papa udah mau urus pendaftaran kuliah kamu di universitas yang sama dengan Ethan," beritahunya sebelum Evan pergi.
"Evan gapyear aja deh, Ma."
Fransiska kontan melotot mendengar jawaban anak remaja di depannya. "Kenapa harus gapyear? Lebih cepat lebih bagus. Gak lulus negeri, Mama sama Papa masih sanggup kuliahin kamu di swasta. Mau kuliah di luar negeri pun, kamu tinggal bilang mau di mana."
Evan menggaruk tengkuknya bingung. Dia sendiri tidak tahu harus memberikan alasan seperti apa. Yang pasti, untuk tahun ini Evan merasa harus menunda kuliahnya dulu. Selain bingung dengan jurusan yang akan diambil, ia juga ingin istirahat sejenak.
"Ethan kuliah di mana?"
"London."
"Evan gak mau di London, kejauhan. Gapyear dulu ya, Ma? Bantu bilangin ke Papa. Evan pengen istirahat dulu," mohon Evan.
"Itu, bilangin ke Papa sendiri." Fransiska mengedigkan dagunya ke arah belakang Evan, yang mana terlihat Eza baru saja pulang dengan pakaian kantor masih melekat di tubuh proposionalnya.
"Bilang apa? Lagi bahas soal apa emangnya?" tanya laki-laki paruh baya tersebut.
"Evan mau gapyear katanya, Pa," jawab Fransiska.
Eza menatap putranya dengan tatapan bertanya. "Why?"
"Pengen istirahat dulu aja, sekalian mikirin mau ambil jurusan apa. Kalau salah jurusan terus mogok di tengah jalan 'kan gak lucu," jelas Evan, masih berusaha santai meski dalam hati ia ketar-ketir. Papa-nya itu tidak galak, tapi sangat tegas apalagi perihal masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iman Yang Berbeda
Spiritual(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!) ====== Bagaimana bisa kita saling mendoa'kan, jika menyebut Tuhan saja dengan nama yang berbeda? Bagaimana bisa aku dan kamu saling menyempurnakan, jika iman yang dimiliki saja tak sama? Karena pada dasarnya, tida...