"Buaya jantan saja kalau pasangannya mati lebih memilih sendiri sampai akhir. Kalau begitu kau termasuk dalam spesies yang mana? Kata pria yang melekat dalam dirimu itu patut untuk dipertanyakan."
Apyeon [ CANDU ] 2
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara kasak-kusuk terdengar bising di telinga kedua bocah laki-laki dan perempuan yang duduk mengayunkan kaki di pinggiran ranjang. Keduanya menatap sang ibu yang tengah merapikan alat kecantikannya dengan mata membesar sebelum adu gulat terjadi, hingga kebisingan yang sang ibu ciptakan kalah oleh tangisan menggelegar anak laki-lakinya.
"Aduh, Hyujin .... Hyujin kenapa menangis?"
Naluri keibuannya langsung membuat Lalice meninggalkan kegiatannya dan berjalan cepat menghampiri Hyujin. Menghapus air mata bocah itu sembari berusaha menenangkannya.
Hyujin yang masih menangis hanya menunjuk beberapa kali ke arah adiknya. Sementara Ryujin memainkan kedua kepangnya dengan bibir mengerucut.
Tingkah kedua anaknya itu membuat Lalice menghela napas. Apalagi mengingat kelakuan Ryujin yang memang melebihi kenakalan anak laki-laki. Jika kecilnya saja seperti ini, bagaimana nanti ketika sudah besar?
"Ryujin apakan Kakak, heum? Kenapa Kakak bisa menangis?" sepelan mungkin Lalice menanyakan kejadian tadi, dan hal itu membuat Hyujin berhenti menangis.
"Rambut ...," ucap Ryujin yang belum terlalu lancar berbicara.
"Ryujin menjambak rambut Kakak?"
Ryujin menggeleng, "Ryujin .... rambut."
Lalice menghela napas pelan. Ia mengerti maksud Ryujin sekarang.
"Kakak menjambak rambut Ryujin?" anak itu mengangguk sambil menatap Hyujin yang masih memperhatikan mereka.
"Terus? Kenapa Kakak bisa menangis, heum?"
Ryujin melipat bibirnya ke dalam dan menunduk. Melirik Lalice dengan mata kecilnya yang menyorot takut. Lalice mengangguk samar, menurunkan kedua anaknya dari ranjang dan tersenyum gemas. Ia berjongkok dan mengelus pipi tembam Ryujin.
"Ryujin ... dengar, ya!" ucapnya pelan menarik perhatian kedua anaknya.
"Meski pun Kakak nakal, Ryujin jangan nakalin Kakak ... oke? Tidak boleh," Ryujin terdiam mengedipkan mata.
"Dan untuk Hyujin .... Lain kali jangan begitu ke Ryujin. Jangan lakukan, mengerti?" kali ini direspons oleh anggukan Hyujin. Memang putra Lalice itu selalu lebih paham omongannya. Meski masih dua tahun, dia akan memperhatikan wajah Lalice ketika mendapat penuturan, dan menilai setiap ekspresinya. Hyujin memang lebih tahu mana wajah marah dan tidak milik ibunya.
Lalice tersenyum puas dan mencium dahi kedua anaknya. Menuntun keduanya keluar karena Namjoon sudah menunggunya.
Malam ini, rencananya Lalice akan bertemu Jungkook di restoran western karena laki-laki itu mengajaknya dinner. Lalice sudah menantikan momen tersebut dari jauh-jauh hari. Makan bersama kedua anaknya dan juga suami tercinta. Mungkin akan menjadi pendekatan baru untuk membuat Jungkook perlahan mengingatnya. Namun penantian itu memudar ketika ia melihat Jungkook duduk bersama perempuan lain di meja yang telah dia pesan.