Bajingan katakannya? Sial! Pikiran Jungkook lagi-lagi harus terganggu karena ucapan Lalice beberapa hari lalu.
Kalimat penuh umpatan itu mungkin saja bukan untuk dirinya, karena memang bukan ia suaminya, ‘kan? Tapi kenapa perasaan aneh terus saja mengganjal otaknya?
“Sialan!”
Jungkook beranjak bangun dari kursi kebesarannya dengan tergesa. Mengambil jas mahalnya yang tersampir di kursi itu lalu kelar tanpa berucap apa pun ketika Namjoon bertanya.
Asisten pribadi yang selalu setia menemani dirinya dari dulu itu menghela napas. Jeon Jungkook yang sekarang tidak bisa dikendalikan.
“Tuan, Namjoon ... Tuan Jungkook mau ke mana? Ada rapat siang ini.”
Kim Namjoon menoleh ke samping di mana Sekretaris Jungkook meneriakkan kekhawatirannya dengan dahi mengernyit tajam.
“Tunda saja sampai nanti sore. Kalau Tuan Jungkook belum kembali, kau undur rapatnya.”
Bagi Namjoon mudah saja mengatakan itu, tapi lihatlah ekspresi Sekretaris di balik mejanya. Perempuan yang mungkin masih seumuran Lalice itu menekuk bibirnya dengan mendesis frustrasi.
Sementara Namjoon mengatur jadwal rapat di kantor, Jeon Jungkook memasuki mobilnya yang sekarang melaju dengan kecepatan penuh. Sial. Ia harus mencari buktinya sendiri.
Tapi bukti apa lagi yang harus ia cari? Semua bukti yang menguatkan fakta bahwa Lalice itu istrinya, tidak sekali pun ia anggap benar. Satu-satunya hal yang masuk akal adalah amnesia yang dideritanya.
Kedua mata Jungkook mengerjap kuat. Kakinya menekan rem secara mendadak hingga menimbulkan suara decitan keras di jalanan sepi yang menuju perkomplekkan rumah Lalice.
Apa?
Maksudnya bagaimana?
Jungkook mengamati sekitar jalan dan salah satu blok yang sudah ia tahu sebelumnya. Benar-benar sial! Kenapa lagi-lagi harus dikejutkan dengan ketidaksadaran karena memikirkan perempuan itu?
“Kau mau kemana , sih sebenarnya, Jeon!”
Jungkook menghempaskan punggung sembari membuang napas kasar. Sadar jika sejak tadi ia memang tidak memiliki tujuan. Tapi kenapa harus ke sini?
“Hyujin ... Jangan jauh-jauh. Ayo pulang, sudah waktunya tidur siang.”
Dahi Jungkook mengernyit tajam sementara pandangannya mengedar ke luar mobil. Yakin sekali jika itu suara Lalice, ia keluar ketika tidak menemukan sosok perempuan tersebut.
“Kalau aku menemukanmu, ku pastikan kau tidak akan kabur lagi di tengah-tengah percakapan.”
Ia menyandarkan bokongnya ke kap mobil lalu bersedekap. Kedua kakinya menyilang sementara matanya mengintai ke sekeliling.
Terdengar suara kaki yang melangkah cepat dari arah blok di sebelahnya. Berharap jika Lalice yang di sana, Jungkook menoleh dengan gerakan cepat. Namun justru anak kecil yang sedang tertawa lebar, bukan Lalice.
Shit, tunggu!
Jungkook menelengkan kepalanya masih dengan tangan bersedekap di dadanya. Menajamkan penglihatannya ketika menangkap sesuatu yang tidak asing dari anak laki-laki itu.
Tiba-tiba langkah anak kecil tersebut berhenti. Perlahan mata besar anak itu menatap dirinya, yang tiba-tiba saja membuat Jungkook sedikit terhenyak.
Iya. Tidak salah lagi, itu anak Lalice.
“Kena, kau! Ayo, ikut Ibu. Lihat adikmu menunggu, dia sudah mengantuk.”Jungkook membenarkan posisi kepalanya saat Lalice muncul. Perempuan itu dengan gerakan cepat memeluk tubuh anaknya dengan senyuman yang sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Roman d'amour"Buaya jantan saja kalau pasangannya mati lebih memilih sendiri sampai akhir. Kalau begitu kau termasuk dalam spesies yang mana? Kata pria yang melekat dalam dirimu itu patut untuk dipertanyakan." Apyeon [ CANDU ] 2