God, i love her 42

1K 166 40
                                    

Typo bertebaran
Dimana manaa..

Happy reading ♡


Di jam istirahat. Vana sedang duduk sendirian di kantin, tak ada satu yang ingin duduk bersama dengan Vana.

Seorang pria dewasa langsung duduk dan berhadap dengan Vana. Dirinya tak sadar jika seorang pria itu berada di depannya.

"Vanaa.."

Vana terkejut, dan menatap sosok pria itu. "Ya, mr. Vino?"

"Mr mau tanya sama kamu" ucap Vino dengan nada datar.

"Tanya apa, mr. Vino?"

Vini menghela nafas berat. "Apa benar, nama mama mu Yessica Tamara?" Tanya Vino.

Vana tercengang, bagaimana tau jika Vino mengetahui nama Chika. "Lohh, kok mr tau?" Vana menatap mata Vino serius, "Yessica Tamara itu nama mommy saya.."

"Tuhkann! Bener! Berarti Vanaa–" batin Vino.

"Mr??" Vana melambaikan tangannya di depan mata Vino. Vino terdiam, "kok bengong?"

"Nggak pa-pa. Mr hanya tanya saja"

Vana hanya mengangguk, tanpa curiga sedikit pun.


°°°




"Aduhh, dimana sihh?"

Ara mencari sebuah berkas namun tak kunjung dapat.
Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah laci yang sangat jarang ia buka.

"Kayaknya disini dehh!"

Ia langsung membuka laci itu. Membongkar kertas²  yang sudah berdebu. Saat membongkar, Ara mendapatkan sebuah surat hasil dokter. Dan tanggal di surat itu masih baru, minggu² kemaren.

"Hasil dari rs kandungan? Chika ngapain ke rs kandungan?"

Dirinya langsung membuka perlahan hasil surat itu. Ia terkejut, sangat terkejut. Saat membaca surat hasil laboratorium.

Terdapat, nama Chika tertera di surat itu.

"lohh?!" Ara kembali membaca surat itu. Ternyata..., "c-chikaa?!" Ia membulatkan matanya.

"D-dia, h-hamil?!" Ara masih tercengang, "kok gak bilang aku?"

Ia berdiri, berniat untuk menanyakan hal ini ke pada Chika.
Beranjak dari ruang kantor dirumahnya dan menutup pintu. Jalannya cepat dan sedikit terburu buru mencari Chika.

Rupanya, Chika sedang memainkan handphonenya di ruang tamu.

"Waktu yang tepatt!" Bisik Ara.

Ara pun mendekati ke arah Chika.

"Chik.." ucap Ara dengan sedikit rasa kecewa.

"Y-yaa, ada apa?"

Ara mengeluarkan surat itu, emosinya mulai memanas. "Apa maksud surat ini? Kamu hamil?"

Chika beranjak dari kursinya, terdiam dan menatap surat yang ditunjukkan Ara. Namun, dirinya masih terdiam.

"Jawabb!!" Seru Ara, rasa kekesalan dan kemarahan sudah menyelimuti dirinya.

"I-iyaa, bener. Dan–"

"Dan apaa? Hahh?!" Ara memotong pembicaraan. Ditangannya dengan surat dari laboratorium.

"A-anak yang aku k-kandung, bukan anak dari k-kamu.." jawab Chika dengan rasa takut.

"APAA?!" Seru Ara dengan berteriak. "JADI, ANAK YANG KAMU KANDUNG ITU SIAPAA??" Ara mulai marah besar.

Chika tetap terdiam, tak mau merespon. Bahkan, air matanya mulai mengalir, sesegukan.

"Jawabb, Chikaa!" Ara menggoyang tubuh Chika.

"A-anak yang aku k-kandung ituu...anak B-badrunn"

Ara membulatkan matanya, kemarahannya sudah terlihat. Tangannya pun sudah melayang hendak menampar Chika, "DASARR BRENGSEK!!"

PLAKK!!

tamparan dari Ara menggema diseluruh ruang, ia terisak. Chika pun langsung terjatuh ke lantai betapa kerasnya tamparan dari Ara

"GAK AKAN BIARIN BADRUN PERGI BEGITU AJA!!"

"T-tapii.."

PLAKK!!

tamparan kembali mendarat dibagian pipi Chika. "DIAMMM!!"
Tangan kanan Chika memegang pipinya yang merah, dua kali mendapatkan tamparan keras dari Ara.

"TEGA, RAA!!"

"AKUU?" Ara terkekeh, "KAMU YANG TEGA, CHIKAA!!" Lanjutnya dengan berteriak.

"Aku, bakal–"

"Bakal apa?" Chika memotong omongan Ara dengan begitu saja.

Ara pun berlutut, jari lentiknya menyentuh bibir tipis Chika. "...bakal urus...perceraian kita, Chikaa" ujarnya dengan tersenyum sinis.

Tangisan Chika pun makin pecah dan pecahh...
Beberapa menit setelah pertengkaran cukup sadis itu. Ara langsung membeli rumah yang jauh dari jarak rumahnya, tanpa sepengetahuan Chika.





Dimalam hari, Vana sedang memainkan kakinya di kolam renang, matanya pun terlihat sangat sedih. Saat melihat pipi Chika yang sangat merah bekas tamparan dari Ara.

"Nakk..." ujar Ara datang secara tiba-tiba.

"Ya, dad?" Tanya Vana sambil menoleh ke arah sang ayahnda. Ara.

"Daddy mau kasih pertanyaan sama kamu." Ara menghela nafas berat, "mau ikut daddy, atau mommy?"

Vana terdiam, sungguh. Pertanyaan itu sangat susah untuk ia jawab. Padahal kan, iq Vana turun temurun dari Chika.

"Vana udah sayang banget sama mommy, daddy. Tapi kenapa kalian mau pisah?" Vana mulai terisak.

"Daddy, sama mommy ada masalah yang buat daddy marahhh...banget" Ara mengubah nada perkacapannya menjadi sangat lembut.

Vana mengangguk kepalanya, dan menarik senyuman tipis.

"Jadii. Mau ikut mommy, atau daddy?"

"Karna ketulusan hati Vana.." Vana menatap langit di malam hari, "ikutt...daddy"

Ara memeluk sang putrinya dan memberikan pelukan hangat. "Makasihh ya, nak. Udah mau ikut daddy"

Vana pun membalas pelukan hangat dari Ara, "sama-sama, dad. Vana sayang daddy"

Dua manusia itu berpelukan dan saling memberikan pelukan hangat.
Di sisi lain, Chika sedang menatap Vana dan Ara yang sedang berpelukan dengan erat. Air matanya juga membasahi di pipinya.

"Maafin mommy ya, nak..." isak tangis Chika.

























Tbc

Fyuhh...
Akhrinya. Jadii, cerita kek di skip ke beberapa minggu kemudian ya gess.

Kalau ada saran lain, tulis di komen ajaa yaa!!

God, I Love Her [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang