"Putra Papa selalu tampan," kata Alex saat memasuki kamar putranya yang tentu saja Gio.
Putranya itu tengah memakai jas hitam dan tampilannya tampak begitu berbeda dari biasanya. Kemeja putih berpadu jas dan celana bahan hitam yang ia kenakan tampak begitu pas di tubuh kekarnya.
Acara formal yang akan ia hadiri nantinya akan sangat begitu berkesan baginya dan tentu bagi masa depannya.
"Yes, it's me!" jawab Gio dengan sombongnya.
Menimbulkan suara kekehan dari sang papa. Alex maju beberapa langkah hingga tepat berada di hadapan sang putra yang kini tingginya melebihi Alex. Harus Alex akui memang putra pertamanya ini sangat tampan.
"Sebentar lagi status dalam dirimu akan berubah dan Papa harap kamu bisa menjadi suami yang benar untuk Ifa, Yo," ujar Alex dengan wajah seriusnya.
"Papa doain aja Pa. Semoga kelak aku dan Ifa bisa saling mencintai," kata Gio penuh harap.
Alex mengangguk dan menepuk pelan bahu sang putra. Bangga pada Gio yang tidak pernah melanggar apa pun yang ia katakan.
Alex hanya berharap jika menantu pilihannya benar-benar bisa menjadi pendamping yang baik bagi Gio. Alex saja bisa langsung merasa sayang pada seorang Ifa, dan ia yakin jika Gio juga pasti akan merasakan hal yang sama.
"Sudah siap?" tanya Alex sambil menatap pada putranya itu.
Gio berpikir sebentar sebelum mengambil jam tangannya dan memakainya.
"Done Pa," jawabnya mantap.
Keduanya lantas keluar dan menemui Vino yang sudah santai di dalam mobil sebagai pemegang kemudi.
"Calon pengantin lemot amat sih? Nggak tau apa kalau aku udah nggak sabar pingin cepat-cepat lihat calon kakak ipar," cekutuk Vano dengan nada kesal dari dalam mobil.
Gio dan Alex hanya menanggapi dengan kekehan dan berjalan santai memasuki mobil.
Bagi Gio di luar bisa saja ia santai tapi di dalam hatinya tidak ada kata santai tenang untuk saat ini. Hatinya berdebar tidak karuan. Kata siapa menjadi pengantin itu mudah? Tidak bagi Gio. Apalagi mengatur perasan berdebar ini.
"Pa," panggilnya yang hanya dijawab deheman oleh Alex.
"Nama lengkap Ifa siapa?" tanya Gio yang baru sadar jika nanti dirinya diharuskan menyebut nama lengkap calon istrinya di depan penghulu atau di hadapan Bima.
"Ifana Humaira Pratama binti Bima Pratama," jawab Alex singkat.
"Ifana Humaira Pratama, nama yang cantik cocok sama orangnya," gumam Gio.
"Bukan itu yang nanti kamu sebut saat di depan Bima, Yo!" peringat Alex pada sang putra.
"Yang kasih ijab Om Bima, Pa?" tanyanya lagi dan hanya dijawab anggukan oleh Alex.
Kemudian Gio ikut mengangguk, dalam hati ia perlahan menghafal nama Ifa agar nanti tidak ada yang salah dalam pengucapannya.
Alex terdiam dan menatap bergantian pada kedua putranya yang duduk di jok depan. Senyuman getir terbit di bibirnya.
"Manda, sudah sepuluh tahun kamu menghilang dan tidak ada jejak yang bisa aku temukan untuk mencari kamu. Di mana sebenarnya kamu berada, sampai saat ini aku hanya akan menunggu kamu. Putra pertama kita akan menikah dan kamu tau? Calon menantu kita sangat teramat cantik, anak kita akan bahagia. Aku yakin kamu masih hidup," lirih Alex dalam hati.
Ya, Manda adalah nama ibu dari Gio dan Vano. Manda sempat menghilang saat Gio masih berusia tujuh belas tahun. Pada saat itu Manda izin pergi ke arisan temannya dan tidak pulang sampai saat ini. Segala cara sudah dilakukan untuk mencari Manda tapi tidak di temukan juga.
****
Ifa menatap dirinya dari pantulan cermin di kamarnya. Tampak cantik meski hanya dirias dengan make up tipis. Memiliki wajah yang teramat cantik membuat Ifa mudah untuk dirias. Tanpa make up pun wajahnya sudah cantik tiada tara apalagi ditambah sedikit make up membuat Ifa benar-benar menjelma menjadi seorang bidadari yang mungkin tersesat di bumi.
Hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk melangsungkan pernikahannya.
Ifa menatap penuh rasa iba pada pantulan dirinya di dalam cermin. Tatapan mata yang tidak ada sinar bahagia sedikit pun. Sangat berbeda dengan tatapan pengantin yang akan menikah.
"Fa, jangan nangis gitu dong. Kita juga sedih tau," kata Raya mengelus bahu Ifa.
Tangan gadis itu terulur mengusap pipi Ifa yang kembali basah. Sedangkan Vita juga tengah menyeka air matanya sendiri.
Saat ini mereka bertiga tengah di kamar Ifa dan bersiap untuk membantu Ifa menjadi pengantin. Ifa meminta orang tuanya untuk tidak menyewa jasa rias pengantin karena kedua sahabatnya juga ahli dalam bidang itu. Jadilah mereka bertiga di kamar ini.
"Aku nggak siap nikah sama Om Alex," lirih Ifa begitu sedihnya.
Vita membawa Ifa untuk duduk di atas tempat tidur gadis itu dan memeluk sahabatnya itu. Menyedihkan memang menjadi Ifa. Menikah dengan orang yang baru dikenal. Raya melakukan hal yang sama. Ketiga gadis itu menangis bersama hingga Vita mengurai pelukan mereka. Tangannya terangkat untuk melihat jam.
"Masih ada waktu kalau kamu mau kabur Fa, kita pasti bantu!" ujar Vita dengan wajah serius.
"Enggak Vit. Ini semua demi papa dan aku enggak mau papa kecewa," kata Ifa dengan lirih.
"Entah kenapa aku ngerasa kalau sebentar lagi kamu akan bahagia Fa, gadis baik kaya kamu nggak pantes dapat derita mulu," ujar Vita lagi.
"Kalian doain aku aja ya," kata Ifa mendongak dan tersenyum getir pada dua sahabatnya itu.
Ia kini pasrah dan menyerahkan semuanya pada Tuhan untuk jalan takdirnya. Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya. Semua ia lakukan demi papanya, satu-satunya orang yang masih Ifa miliki di dunia ini.
Vita dan Raya langsung berhambur memeluk Ifa secara bersamaan. Mereka menangis bersama, sebagai sahabat yang selalu tertawa bersama kini keadaan menyuruh mereka untuk menangis bersama.
"Kalo kamu enggak bahagia, kamu bilang ke kita Fa," kata Raya yang langsung diangguki Ifa.
Ifa sangat bersyukur masih diberi sahabat yang sangat pengertian seperti Raya dan Vita yang selalu mendukung apa pun keputusan Ifa.
"Ya udah biar aku perbaiki lagi ya riasan kamu," kata Vita dan mulai memperbaiki lagi make up Ifa.
Setelah selesai Ifa dituntun oleh Raya dan Vita untuk keluar dari kamar menuju ruang depan di mana sudah banyak yang menunggu kehadiran Ifa di sana.
Tepat di ujung tangga Ifa yang diapit oleh Vita dan Raya seketika menjadi sorotan banyak orang. Gaun pengantin yang begitu indah tampak semakin indah di badan Ifa. Ifa Benar-benar seperti bidadari yang turun dari khayangan.
"Mempelai pria sudah hadir," kata seorang yang bertugas menyambut tamu dengan pengeras suara.
Memberitahu jika calon suami Ifa sudah datang dan entah mengapa hati Ifa langsung berdetak tidak karuan. Ketar ketir antara campuran semua rasa, sedih yang lebih mendominasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milikku (Tamat)
Любовные романыFOLLOW SEBELUM BACA YA. Kirain bakal nikah dengan om-om ... eh ternyata dengan anak si om. Udah ganteng, kaya, baik hati lagi. Takdirnya Ifa sungguh di luar ekspektasi. JANGAN ADA YANG PLAGIAT!!! INGAT ... TUHAN MAHA MELIHAT.