Chapter 17

27.1K 1.6K 7
                                    

"Ehem Sayang," goda  vita berdehem.

"Kita lanjutin berkemas yuk Ray, aku nggak mau jadi nyamuk," kata Vita yang langsung diangguki oleh Raya. Mereka pergi dari sana meninggalkan Ifa dan Gio.

"Eh iya hati-hati Fa, jangan keseringan di kamar loh ntar muncul bayi ajaib! Hahahaha," kata Raya menoleh sebentar ke belakang dan mendapat tatapan mematikan dari Ifa.

***

"Huh sakit Kak," kata Ifa dengan sedikit rengekan.

Gio menatap pergelangan kaki Ifa yang masih berada di atas pahanya.
Pergelangan kaki Ifa tampak sedikit bengkak dan memerah.

"Udah kok. Nanti juga sembuh, kalau nggak di tarik lagi kapan sembuhnya?" kata Gio.

Ia menurunkan dengan perlahan kaki Ifa agar menjuntai pada lantai. Menggeser sedikit tubuhnya untuk mendekat pada Ifa dan merangkul pundak gadis cantik itu.

"Udah nggak usah nangis lagi. Kalau masih sakit banget kita ke rumah sakit mau?" tawar Gio yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Ifa.

"Nggak mau!" jawab Ifa sedikit ketus.

Gio mengerutkan keningnya dan ingin meraih wajah Ifa tapi langsung ditepis oleh gadis itu.

"Ngapain? Nggak boleh pegang-pegang! Aku belum tau semua tentang Kak Gio ya," kata Ifa dengan nada kesal.

Gio menganggukan kepalanya dan menyandarkan kepala pada sandaran sofa. Jauh sebelum mereka menikah Gio menang sudah menduga jika hal seperti pasti akan terjadi. Terlebih Ifa memang sama sekali belum mengenalnya.

"Ya udah. Kalo gitu aku mau makan dulu. Lapar!" kata Gio dengan nada dingin.

Ia bangun dari duduknya dan hendak melangkah ke arah dapur tapi Ifa dengan cepat menarik ujung kaos yang ia kenakan.

"Aku ikut Kak, laper juga," rengek Ifa dengan nada manja.

Gio tersenyum dan mengangguk. Berjalan mendekat lantas meletakkan sebelah tangannya pada bawah lutut Ifa dan sebelah tangan pada punggung Ifa. Mengangkat tubuh Ifa dan membawanya ke ruang makan.

"Kenapa harus digendong sih Kak?" tanya Ifa dengan sedikit senyum.

Hatinya berkoar bahagia melihat semua perhatian yang Gio berikan padanya tapi Ifa tidak ingin menunjukkan rasa sukanya pada Gio. Biar ia melihat dulu usaha Gio untuk menjinakkannya.

"Lama Fa," jawab Gio.
Rio meletakkan piring berisi nasi dan lauk pauknya di hadapan Ifa.

"Mau sekalian aku suapin?" tanya Gio.

Ifw menggeleng pelan dan mengambil sendok lantas menyuapi sedikit demi sedikit isi yang ada di dalam piring ke mulutnya dengan menggunakan sendok. Tidak pernah Ifa membayangkan akan mendapat perhatian seperti ini dari RmGio.

"Aku boleh tanya sesuatu nggak?" tanya Gio dengan lembut.

"Apa," sahut Ifa.

"Boleh nggak?" tanya Rio lagi. Secara tidak sadar Ifa berdecak.

"Ck, aku udah bilang apa berarti boleh," kata Ifs dengan tidak santainya.

Gio mengulum senyumnya. Tidak tau apa yang terjadi pada hati tampannya. Susah berapa kali ia mengulum senyum sedari kemarin hanya karena tingkah ajaib milik Ifa.

"Kamu sama mama ada masalah ya? Kok kayaknya tadi dia nggak senang gitu liat kamu?" tanya Gio dengan suara yang tetap lembut.

Pertanyaan Gio membuat Ifa meletakkan sendok di atas piringnya. Ifa terdiam sebentar memilih kata apa yang kira-kira cocok untuk menjawab pertanyaan Gio.

"Emm...,"

"Kalau mau jawab harus jujur loh ya, nggak boleh bohong sama suami," peringat Gio seolah tau isi pikiran Ifa.

"Hum, kita cerita di kamar aja deh Kak. Aku takut kalau di sini nanti mama atau papa dengar," kata Ifa.

Gio mengangguk dan menyudahi makannya yang memang sudah tuntas. Piring yang tadinya berisi kini sudah kosong.

"Iya. Ayo," kata Gio dan menggendong tubuh Ifa lagi.

Ifa merona mendapat perlakuan yang ia anggap spesial ini. Kakinya terkilir dan Gio dengan tidak keberatan menggendongnya seperti ini. Mengeratkan pegangannya pada leher Gio saat suaminya itu menaiki tangga menuju kamar mereka.

Ifa ingat beberapa bulan lalu ia juga perbah terjatuh karena tumpahan air di lantai dan Amira masih saja menyuruhnya untuk melakukan semua kegiatan seperti biasa. Apa setelah ia menikah juga Amira masih akan bersikap seperti itu. Apa setelah menikah ia akan ikut Gio ke mana pria itu membawanya.

Gio menurunkan Ifa pada tempat tidur mereka yang sudah Ifa tapikan tadi. Menyelimuti bagian kaki Ifa. Lantas Gio sendiri duduk di dekat kaki Ifa dan menatap serius pada gadis yang sudah menjadi istrinya itu.

"Jadi?" ucap Gio membuat Ifa mendongak dan tersenyum kaku tampak gugup.

"Natapnya jangan gitu dong Kak,"

"Kenapa? Sama istri sendiri ini," jawab Gio tenang.

Bluss, pipi Ifa langsung merona. Masih tidak menyangka ia kini sudah menjadi istri Gio.

Ifa menghela nafasnya panjang sebelum menghembuskannya perlahan.
Gio suaminya dan Ifa bukan tipikal orang yang suka menyembunyikan sesuatu dari orang terdekatnya, kecuali Bima. Ia akan terus menyimpan semua tentang Amira dari Bima. Melihat kebahagiaan Bima membuat Ifs tidak tega jika harus buka mulut pada Bima.

"Aku mau cerita dari mana? Mending Kak Gio aja yang tanya deh," kata Ifa.

"Huft, oke. Jadi, gimana sikap mama Amira selama ini sama kamu? Selama dia jadi ibu tiri kamu," tanya Gio.

"Mama emang nggak pernah suka sama aku. Aku nggak bisa lanjutin sekolah aku juga karena ulah mama dan terpaksa aku bohong sama papa. Mama perlakuin aku layaknya pembantu di rumah ini, semua keperluan aku yang siapin. Mama hebat banget drama di depan papa sampe aku pernah terlihat salah, tapi papa mana mau marah sama aku. Pernah waktu itu pas papa pergi ke luar kota aku di suruh tidur di luar akhirnya aku nginap di rumah Via sampe tiga hari karena sakit," cerita Ifa.

Ia menjeda ucapannya karena tidak kuasa menahan isak tangis yang hadir begitu saja.

"Hiks ... aku,"

Gio menggeleng dan langsung menekuk erat tubuh Ifa. Ifa menumpahkan tangisnya di dekapan Gio.

"Udah kamu nggak usah cerita lagi. Secara garis besar aku udah tau sifat mama ke kamu,"
ujar Gio dan mengeratkan pelukannya.

Ifa mengangguk. Setelah dirasa tangisnya cukup reda, Ifa melepaskan diri dari pelukan Gio.

"Kak Gio janji ya jangan pernah bilang semuanya sama papa," pinta Ifa dengan wajah memohon pada Gio.

"Kenapa? Biar semuanya jelas Fa dan biar papa juga tau kalau selama ini mama nggak benar-benar menjaga kamu dan biar semua nggak terulang lagi," kata Gio sambil mengusap pipi Ifa.

Kamu Milikku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang