Chapter 25

20.7K 1.1K 4
                                    


Ifa keluar dari kamar mandi dengan sedikit mengendap takut ada Gio di sana. Setelah memastikan jika tidak ada sang suami di kamar mereka baru Ifyla melangkah dengan leluasa dari  marah mandi.

Bibirnya seketika tertarik membentuk senyuman melihat pakaian miliknya yang tersedia di atas tempat tidur, persis di tempat yang tadi ia menaruh baju dan celana Gio. Sebuah dress coklat dengan corak putih yang menjadi pilihan Gio.

"Emm ternyata pilihan Kak Gio enggak buruk juga. Oke sih," pikir Ifa.

Setelah memakai dress pilihan sang suami baru Ifa menyisir rambut dan tidak lupa menjepit sedikit rambutnya seperti yang kemarin Gio lakukan.

Ifa juga memakai sedikit bedak dan mengoleskan lip gloss pada bibirnya yang memang sudah pink. Sepasang kakinya memakai flatshoes putih.

Merasa tampilannya sudah lengkap Ifa melangkah keluar kamar dengan tas kecil di tangannya. Kakinya menuruni tangga dan lagi-lagi tersenyum melihat Gio yang duduk di sofa ruang tengah sambil memainkan ponsel milik pria itu.

Ifa berjalan mengendap agar tidak terdengar suara langkah kakinya dan sebisa mungkin ia berjalan cepat,  berdiri di belakang sofa yang di duduki oleh Gio. Ifa menutup mata Gio dari belakang dengan kedua telapak tangan mungilnya.

Tangan Gio menyentuh tangan mungil yang menutup matanya dan tersungging senyuman di bibirnya. Tentu saja ia tahu pemilik tangan mungil ini, siapa lagi kalau bukan sang istri tercinta.

"Ini pasti tangan Ifa, bidadari dan takdirku," kata Gio. Pipi Ifa langsung merona mendengarnya. Ia langsung melepas tautan telapak tangannya dan memutari sofa lalu duduk di samping Gio dan tersenyum manis pada Gio.

"Cantiknya istriku," kata Gio sambil menatap pada mata Ifa.

Tangannya ia gunakan untuk menangkup kedua sisi wajah sang istri.

"Hem gantengnya suamiku," jawab Ifa dengan wajah yang sengaja dibuat seimut mungkin.

Dalam sekali gerakan Gio langsung menyambar bibir sang istri, menyatukan bibir keduanya sampai Ifa menepuk dada Gio pelan baru ia melepas pangutannya dari bibir Ifa.

Ifa menghirup udara sebanyak-banyaknya setelah lebih kurang lima menit bibirnya dibungkam oleh Gio tadi. Tangan Gio memperbaiki rambut Ifa dan mengecup keningnya lembut.

"Manis banget sih. Jangan marah ya," kata Gio sambil mengusap pelan bibir Ifa.

Ifa mengangguk dan bergerak menyandarkan kepalanya pada bahu Gio.

"Mana ada istri yang marah kalau dicium sama suaminya kecuali kalau suaminya cium wanita lain," jawab Ifa lembut.

"Ngapain suami cium wanita lain kalo di rumah ada istri yang selalu bisa untuk dicium," ucap Hio lagi.

Ifa merebahkan kepalanya pada dada Gio yang langsung pria itu kecup keningnya.

"Udah siap kan Sayang? Kita berangkat sekarang yuk. Biar sekalian sarapan di luar," kata Gio.

Ifa mengangguk dan terima saja saat tangan Gio merengkuh erat pinggangnya. Ifa sekarang lebih berani menunjukkan sifat manjanya pada Gio.

Sejak kehadiran Gio atau sejak Ifa menyandang status sebagai istri dari Gio, perlahan Amira seperti memberi jarak antara mereka. Tidak ada lagi Ifa yang selalu masak atau membersihkan rumah. Tidak ada lagi Ifa yang menangis karena dibentuk oleh Amira.

Kini hidup Ifa terasa lebih banyak senyum. Disadari atau tidak Gio adalah salah satu penyebabnya. Ketimbang makan bersama Gio dan Ifa, Amira lebih sering makan di luar bersama teman-temannya.

"Kak!" pekik Ifa saat tiba-tiba Gio membungkam bibirnya dengan bibir pria itu.

Ifa tidak marah, ia hanya terkejut karena Gio melakukannya di depan umum, yakni di tempat mereka sedang  sarapan. Di daerah kompleks Ifa ada sebuah warung makan yang sudah mulai buka sejak habis subuh.

Ifa mengajak Gio untuk sarapan di sana. Selain tempatnya bersih, menu yang dihidangkan pun terasa enak. Apalagi Ifa dan teman-temannya sering berkunjung ke sini saat masih sekolah dulu.

"Biarin aja Sayang. Pokoknya kamu nggak boleh protes, tuh liat mata mereka liatin kamu terus dari tadi. Minta dicolok emang," geram Gio.

Ifa menutup mulutnya sendiri guna menahan tawa melihat wajah kesal Gio. Benar, dicintai itu terasa sangat bahagia.

"Aku cuma diliatin doang loh Kak, sama mereka. Kak Gio udah segitunya. Gimana sama Kak Gio yang kemarin dipeluk sama perempuan lain. Sakit hati tau! Nyesek lagi," kata Ifa.

Gio meletakkan gelas yang airnya tinggal setengah lagi pada samping piringnya.

"Terus mau balas dendam? Mentang-   cantik," gumam Gio di ujung kalimatnya.

Ifa menggeleng dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Hio. Menariknya sedikit agar membentuk sebuah senyuman.

"Dosa tau buat kesel suami, aku itu mau jadi istri yang nurut dan disayang sama Kak Gio. Jadi, sebisa mungkin aku akan nurut sama Kakak," kata Ifa.

Gio mengambil tangan Ifa yang ada di pipinya. Membawanya pada bibir lantas memberi kecupan di sana.

"I love you," ucap Gio tulus.

Ifa mengangguk dengan senyuman yang terus mengembang di bibirnya.
"Aku juga cinta Kak Gio," jawab Ifa.

****

"Wah pantai," seru Ifa dengan mata berbinar.

Setelah selesai menikmati hidangan di warung tadi, Gio menbawa mobilnya melaju ke arah pantai ini.

"Suka sama pantai?" tanya Gio sambil merangkul pundak sang istri.

Ifa mengangguk sebagai jawaban. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tidak seperti pasangan yang lain, datang ke pantai saat hari menjelang sore kemudian bisa menikmati sunset bersama. Gio ada ada rencana untuk Ifa malam ini. Makanya ia membawa istrinya ke sini di pagi hari.

"Aww," pekik Ifa.

Ia menjinjitkan kakinya lalu menutup mata Gio saat di depan mereka lewat dua wanita yang berbalut pakaian khas pantai.

"Nggak boleh lihat!" ujarnya pada Gio yang menangkap tangannya dan menatap aneh Ifa.

"Udah terlanjur Sayang. Lagian body mereka oke juga," kata Gio.

Ifa membolakan matanya lalu memasang wajah cemberut dan berbalik ingin meninggalkan Gio. Gio menarik tangan Ifa dan langsung memeluk wanitanya itu.

"Aku becanda Fa," bisik Gio.

Kamu Milikku (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang