"Pukul lebih keras lagi, Alice!" Teriakan K menggaung begitu dekat dengan telingaku.
Aku menghantamkan pukulan untuk kesekian puluh kali ke sandsack yang ada di hadapanku. Peluh mengucur deras dan pandanganku mengabur. Sudah lebih dari 5 jam K menyuruhku untuk terus memukul dan memukul sandsack itu. Kelelahan dan rasa sakit hati luar biasa melanda dan memenuhi setiap detak jantung dan hembusan napasku. Terlalu meyakitkan, K! Terlalu menyakitkan! Memori itu seakan menjadi luka yang tidak akan pernah menutup dan terus menerus tergores dan menimbulkan infeksi yang tidak akan pernah berkesudahan. Rasa sakit yang kau munculkan membuatku sesak dan apakah ini tujuanmu? Membuatku mengejarnya yang memusnahkan nasib bahagiaku dan tergantikan oleh kesendirian dan dendam yang tiada habisnya? Jika memang demikian, kau telah berhasil mendidikku menjadi seorang pembunuh!
Aku menyayangimu K karena kaulah satu-satunya orang yang aku miliki. Kau menyayangiku sepenuh hatimu, mengajarkanku banyak hal dan membuatku menjadi wanita tangguh dan tegar, membuatku tertawa di saat memori kehilangan itu menyeruak dan menggerogoti kehidupanku menjadi rapuh dan mudah terkalahkan.
"Lihat baik-baik dia!" Tangan K menjambak rambutku dan membawa paksa wajahku menatap sebuah potret seorang lelaki yang sebaya dengan K tertempel pada sandsack. Rambutnya hitam dan terpangkas rapi. Wajahnya tegas namun matanya begitu cerah secerah lautan yang jernih.
"Dia! Dia pembunuh ibumu! Pembunuh ayah! Kau mengerti?" Bentak K dan sekali lagi memaksaku untuk memukul potret itu.
Kekejaman yang bertubi-tubi menumpuk di dalam hatiku yang telah lama membeku. Di usiaku yang baru saja selesai menyelesaikan masa sekolah menengah atas, aku dipilih secara khusus oleh security service agent untuk menjalani pelatihan sebagai agen khusus. Pelatihan beladiri, senjata, sky-diving, manipulasi, dan hal-hal lainnya telah aku ikuti ditambah sesi khusus yang diajarkan K. Agen K adalah teman akrab ayahku saat mereka masih bekerja bersama dan akhirnya dia mengangkatku menjadi anaknya saat aku masih berusia tidak lebih dari satu tahun. Semua kebahagian telah direnggut dariku.
"Dia telah mengambil ibumu, ayahmu, dan bahkan dengan kejam membunuh kakak perempuanmu!" Suara K menggaung tiada pernah berkurang. Amarah yang meledak akibat kehilangan sahabat yang dia cintai sama sepertiku telah memupuk dendam dalam hatinya dan telah berimbas memasuki relung hatiku dan turut serta membentuk dendam pada Dean Reeves. Pembunuh, perebut, pemusnah seluruh kebahagiaanku, kebahagiaan K, dan dia bahkan tega merenggut nyawa kakakku yang menurut K masih berusia 4 tahun saat semuanya tergeletak mati tidak berdaya.
"Pembunuh!" Sebuah hantaman keras merobohkan kantung pasir itu dan terlempar sejauh beberapa meter dari tempatnya tergantung.
"Bagus, Alice! Kau harus menjadi kuat karena kau tidak tahu siapa yang akan kau hadapi nanti!" Suara K penuh peringatan, cengkramannya pada bahuku mengetat dan sesi latihan dengannya berakhir dengan keringat, air mata dan napas yang terengah-engah ditambah rasa amarah dan dendam yang menguak meminta untuk segera dibalaskan.
@@@
Aku menggeliat saat sinar matahari menembus kaca yang secara otomatis akan terbuka tirainya pada jam-jam tertentu. Kehangatannya membelaiku dan aku sedikit enggan untuk membangkitkan diri dan menelungkan tubuhku lebih dalam, mengangkat tinggi-tinggi selimut.
Drrtt... ddrrtt... ddrrtt...
Ponselku bergetar di atas meja dan aku terpaksa meninggalkan posisi paling nyaman dan meraih ponsel yang memunculkan ada pesan baru.
Dari : Ayah
Pesan : Semoga hari pertamamu bekerja menyenangkan!
YOU ARE READING
Double Me Agent
RomanceKetika hasrat yang membara bertekuk lutut pada cinta menjadi alasan sebuah pembalasan dendam. Manakah yang akan menjadi pemenang?