Chapter 10

5.2K 143 48
                                    

I am Bad

Laura berjalan tanpa melepas senyum yang menghiasi wajah anggunnya. Bagiku, dia terlihat lebih dewasa dibanding denganku. Dari raut wajah dan tekstur kulitnya, aku meyakini usianya di atasku. Aku sesekali melirik dari sudut mata bahwa sepertinya mulut itu memang pada dasarnya dalam posisi tersenyum meski Laura tidak menginginkannya. Anugerah yang indah, bukan? Tersenyum secara otomatis tanpa dipaksa. 

"Maafkan aku, Alice." Laura mulai bersuara saat kami memutuskan duduk di bangku tempat aku tidur tadi. Kami hanya memiliki waktu dua jam untuk berbincang sebelum kami meninggalkan Kenya. 

Keningku berkerut mendengar permintaan maaf dari Laura. "Untuk?" 

Laura mendengus menahan geli. "Karena aku mencium Tobias di depanmu." Tawanya pecah hingga kedua sudut matanya mengeluarkan linangan airmata. 

Aku bergerak gelisah ditempa tawanya yang terdengar renyah dan merdu. "Tidak apa-apa," gumamku yang sebenarnya merasa cemburu. 

Laura menyentuh punggung tanganku seraya berkata, "Jangan sembunyikan perasaanmu, Al. Aku tahu kau menyukai Tobias. Benar, 'kan?" Sebuah kerlingan datang dari mata kanan Laura diiringi senyum yang tidak pernah hilang. 

"Tidak, Laura. Aku tidak menyukainya." Perasaan yang mengacaukan itu butuh disembunyikan. 

Aku menunduk mencoba menyembunyikan kebenaran. Dalam hal ini, mata menjadi satu-satunya aset kejujuran paling empuk untuk diserang. Sebenarnya aku sudah melatih bagaimana menyambunyikan kebohongan bahkan melalui sinyal yang dimunculkan oleh mata-yang kata orang adalah lokasi paling ampuh untuk menemukan kejujuran-seseorang. Tapi saat aku dihadapkan pada kebenaran hati, aku tidak bisa menyangkalnya. Tobias membuatku tidak berkutik. 

"Alice, aku bisa merasakannya. Matamu saat melihat Tobias dan bagaimana sikapmu jika kau berada dekat dengannya." 

Suara Laura mengalun lembut bak malaikat. Aku menggeram dalam hati. Sebenarnya mahkluk macam apa Laura itu? Masih ada manusia yang sempurna baik sepertinya? Mustahil! 

"A ... a ... aku-" 

"Aku tahu itu, Al." 

Mata amber Laura menatapku. Binarannya tidak mampu menipuku. Aku bisa melihat di dalamnya ketulusan dan bukannya basa-basi. 

Apa wanita ini sudah gila? Bukankah seharusnya dia marah padaku karena ada wanita lain yang berada di dekat tunangannya yang menyukai lelakinya itu? 

"Kumohon, Al, jangan menyerah padanya." 

Lagi-lagi aku dibuat bingung dengan pernyataan yang baru saja terucap dari bibir tipis yang berwarna merah muda alami itu. 

"Maksudmu?" tanyaku. 

Jangan menyerah pada Tobias? Sepertinya wanita ini memang sudah gila. 

"Aku menantimu cukup lama, Al." Laura menatapku dalam menembus irisku. Tapi sayangnya, definisi tatapannya membuatku menyerah. Aku tidak mengerti dan aku butuh petunjuk. "Aku seharusnya tidak mencium Tobias di depanmu." Kini Laura taklagi melihatku. Dia fokus pada tangannya yang saling mengatup. Gerakannya menjadi gelisah. Dia seperti Tobias. Tidak terbaca. 

"Laura ...." Ada desakan pada suaraku untuk membuat Laura segera merespon karena cukup lama dia diam. 

"Aku ... Aku harusnya senang melihat Tobias ... maksudku ...." Laura berhenti. Ada yang menyumpal pangkal tenggorokannya dan hal itu membuatku gemas. Aku menanti penjelasannya! 

"Apa yang ingin kaubicarakan, Laura?" tanyaku mulai jengkel. Rasa ingin tahuku mencapai ubun-ubun dan siap meledak. 

Akhir-akhir ini emosiku mudah berubah. Bagaimana sikap Tobias yang membingungkanku lalu kedatangan 'tunangan' Tobias yang bernama Laura-itu cukup membuatku terkejut dan sakit hati-lalu pembicaraan ini. Bisakah aku segera mengakhiri masa kerjaku dengan lelaki itu dan pergi menjauh? Seolah-olah apa yang terjadi semua ini terencana. Bagaimana K menunjukku bekerja pada Tobias, tinggal bersama Tobias dan aku tidak menyangka tentang adopsi ini. Lalu penyanderaan dan adegan pembunuhan di kantor Tobias. 

Double Me AgentWhere stories live. Discover now