Chapter 4

9.7K 120 29
                                    

XAXI AND XAYI


Sinar mentari yang menyengat menerobos masuk melalui celah korden yang menutup di sisi tempat tidur dan mengenai wajahku. Merasa terganggu, aku menggeliat dan menggeser menjauhi daerah cahaya yang menyilaukan itu. Tubuhku terlalu lelah untuk bangun dan mataku terasa berat untuk dibuka. Saat paparan sinar itu sudah tidak lagi mengenai wajah, aku kembali bergelung dan memutar tubuhku. Kesadaran yang separuh ini kembali menghanyutkanku dalam tidur. 

Angin pelan berhembus di ujung kening. Mataku berkedut dengan rasa malas aku membuka mata dan menemukan wajah Tobias berada tidak lebih dari satu jengkal ibu jari dan kelingkingku. Napasku seketika terhenti dan rasa kantuk menghilang saat napas teratur Tobias meniup lembut rambutku. Dengan perasaan gugup aku mulai bergerak pelan untuk menjaga jarak namun lengan Tobias tiba-tiba bergerak dan menggulung pinggangku untuk semakin dekat dengannya. Kepala Tobias menunduk dan tubuhnya meringkuk sehingga menyundul leherku dan wajahnya -aku berharap dia tetap terpejam- menyentuh bagian yang paling aku lindungi. Kedua kakiku mengejang saat tangan Tobias meraba-raba punggung dan sepertinya bibir bawahku sudah mulai membengkak karena gigitanku. Hembusan udara yang keluar dari hidungnya di leherku membuat sekujur tubuhku merinding sekaligus bergairah. 

Bukankah ini kesempatanmu? 

Tanganku mulai bergerak ke rambutnya. Lembut, halus, dan wangi. Perlahan aku mulai meraba wajahnya dan matanya tetap terpejam meski kepalanya sempat menggeliat akibat sentuhan tanganku. 

Ada sesuatu yang menyembul dan menyentuh pahaku yang berasal dari antara selangkangan Tobias. 

Dia pasti bercanda! 

"Wangimu seperti surga, apa kau tahu?" sebuah suara serak mendengung dan reflek aku bergerak menjauh namun tertahan oleh lengan kokoh milik Tobias. 

Aku berusaha untuk melepas pelukan Tobias dengan menekan dadanya agar menjauh dariku. "Bukankah ... kita ... harus ... menjemput ... Xaxi dan ... Xayi," ujarku sambil menekan-nekan dada Tobias putus asa. 

"Aku tahu, tapi berikan aku waktu sejenak untuk menikmati surga ini," katanya dengan suara seksi di pagi hari. 

Aku merengut kesal karena aku sebenarnya juga ingin menikmatinya -bahkan aku berharap lebih dari ini- Tunggu, apa yang baru saja aku katakan? "Kau bilang tidak akan menyentuhku," kataku mengingatkan perkataan Tobias semalam. 

Masih tetap bergelung dan terus mempererat pelukannya dan sesuatu di selangkangannya semakin mengeras, Tobias berkata, "Bukan aku yang memulainya ...." 

Aku bergerak untuk memperoleh pandangan Tobias dan seringai jahil terpampang di wajahnya. Aku memberikannya tatapan paling tajam dan berharap bisa mengintimidasinya tapi apa yang dia lakukan membuatku terkejut. 

Tobias bangkit dan langsung menyerang mulutku dengan kasar, menindih tubuhku yang belum siap dengan kedua kakinya dan menahan pergelangan tanganku dengan cengkraman. Tubuhku terkunci dan aku sama sekali tidak bisa bergerak. "Manis," sengalnya dan terus mengulum bibirku. Butuh beberapa detik untuk mengembalikan kesadaranku tentang apa yang sedang terjadi. Hatiku memberontak, tanganku terasa gatal, dan hormon seksualku telah diproduksi secara besar-besaran. Tubuhku menegang dengan menyentakkan tubuh lebih dalam pada tempat tidur, tanganku menggenggam erat dan kedua kakiku bertaut. 

Ciuman Tobias beralih menurun menuju leher. Ciuman yang basah dan intens tanpa terputus terus dilancarkan oleh Tobias. Erangan kecil keluar dari tenggorokanku tanpa sempat bisa aku tahan. Ada sesuatu yang basah jauh di bawah sana. 

"Tobias," panggilku dengan napas yang memburu. 

"Ya, sayang?" jawabnya dengan desahan yang memabukkan. 

Double Me AgentWhere stories live. Discover now