Cukup.

541 108 24
                                    

Clarissa menghela napasnya, ia menatap langit-langit bangunan tempatnya saat ini berbaring. Dengan jarum dan selang yang tertancap di lengan kirinya, Ica berusaha menahan rasa sakit yang ia rasakan saat ini.

Tak berselang lama seorang perawat yang sedari tadi duduk di samping ranjangnya mencabut jarum yang tertancap di lengannya, kemudian menutup lubang tusukan jarum di lengannya dengan menggunakan plester.

Clarissa berjalan keluar dari ruangan itu dan menerima teh hangat yang di berikan salah seorang perawat padanya. Ia kemudian duduk di salah satu kursi tunggu yang berada di depan ruangan tempat Ardian terbaring tak berdaya.

Beberapa jam lalu, salah seorang saudara dari keluarga Ardian datang menghampiri Ayah Ardian dengan wajah penuh dengan kepanikan. Pria itu mengatakan bahwa Ardian mengalami pendarahan di kepalanya yang membuatnya kehabisan banyak darah dan kondisinya terus melemah. Pria itu mengatakan bahwa rumah sakit ini kehabisan stok darah yang golongannya sama seperti Ardian.

Mengetahui seluruh usaha dari keluarga Ardian yang mencari kantung darah golongam O- tidak membuahkan hasil. Dengan berat hati Ica merelakan darahnya untuk Ardian. Karena golongan darah O- hanya bisa menerima transfusi dari golongan darah yang sama.

"Makasih ya Ica, kamu sudah mau mendonorkan darah kamu buat anak saya."

Ucap salah seorang pria paruh baya yang saat ini sudah duduk di sampingnya.

Ica memalingkan wajahnya menatap wajah pria itu. Mengangguk singkat menanggapi ucapannya.

"Kalau bukan karena terpaksa juga saya gak akan mau donorkan darah saya ke Ardian pah."

Pria itu menghela napasnya, kemuduian tersenyum menanggapi jawaban Clarissa.

"Saya tau kamu sangat marah sama Ardian. Tapi siapa lagi yang bisa donorkan darahnya untuk anak saya selain kamu nak. Terimakasih banyak ya nak Ica sudah mau mendonorkan darahnya untuk Ardian, saya sangat berhutang budi sama kamu."

Ica mengangguk singkat.

"Saya harap setelah ini kamu dan Ardian bisa bersama lagi yaa.. kalian harus saling memaafkan, dengarkan apa yang Ardian ingin jelaskan ke kamu, karena menurut saya kamu yang terbaik buat anak saya."

Ica berdiri dari duduknya. Ia tak peduli sikapnya di anggap tidak sopan pada orang yang jauh lebih tua darinya. Ia tak peduli juga pada beberapa keluarga dan teman Ardian yang saat ini sedang menatapnya heran karena Ica yang tiba-tiba saja berdiri dengan kasar.

"Jangan terus berharap ya om, karena saya gak akan pernah mau bersatu lagi sama anak om."

Ica membalikan tubuhnya dan berjalan meninggalkan area Rumah sakit dan melempar gelas plastik berisi teh ke dalam tempat sampah dengan begitu kasar.

-oudddss-

Thanks, for reading yall💋

Ayang Babe! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang