PART 2. Del, Pacaran Yuk!

18.3K 1.3K 29
                                    

Di kantin kantor suasana sangat ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kantin kantor suasana sangat ramai. Para karyawan dan karyawati sibuk memilah-milah makan siang mereka hari ini. Ada beberapa yang makan bersama orang luar kantor, termasuk Adel. Sahabatnya datang ke kantor siang ini.

"Jadi? Dia ngelakuin itu ke elo?" tanya Yuna tak percaya.

Adel mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan. "Iya, bahkan dia tidur dua jam."

"Dipikir pundak gue tempat penitipan kepala apa? Dipikir gue nggak pegel gitu digelendoti dua jam!?"

Yuna tertawa pelan. "Sabar deh, Del."

Gadis itu hanya menghembuskan nafas pelan. Jelas dia sudah sabar. Kalau tidak, mungkin dia sudah menggorok leher Arlan agar cowok itu berhenti mengoceh dan mengganggunya.

"Tapi kalau menurut gue ya, Del. Dia itu suka sama lo." tutur Yuna.

Adel mendelik sinis. "Nggak usah ngaco! Ternyata pemikiran lo sama persis ya kaya Revin!"

"Heh! Lo samain gue kaya si bencoy! Ogah dah!" Yuna berujar tak suka.

Adel hanya membalas dengan tawa pelan. "Nggak bencoy kok, cuma agak feminin aja."

"Sa-ma a-ja!"

Baiklah! Adel mengalah. Yuna tidak bisa dilawan. Wajar saja lah, ayah Yuna itu orangnya cerewet dan gaul. Makanya bakat cerewet itu nurun ke anaknya. Membuat Yuna tidak pernah kalah saat berdebat.

"Lo sendiri? Kenapa masih jomlo?" tanya Adel.

"Gue kan ngejar Pak Ridho." balas Yuna dengan bibir mengerucut sebal.

Adel tertawa pelan. "Terus Pak Agus lo kemanain?"

Yuna langsung melotot saat Adel menyebutkan nama guru SMA mereka yang terkenal paling tampan satu sekolah itu. Guru itu memang menyukai Yuna sejak lama, namun terang-terangan ditolak oleh gadis yang saat itu berumur tujuh belas tahun.

"Gue kangen tau. Gara-gara kerja lo jadi jarang ngampus." Yuna merengek.

Adel mengelus kepala sahabatnya itu pelan. "Iyalah, kan bokap gue yang nyuruh cari pengalaman dulu."

"Kenapa gitu?" balas Yuna dengan nada kesal dan tak terima.

"Lo tau kan kebiasaan gue rebahan mulu tiap hari. Kuliah pun nggak pernah ada niat, makanya bokap nyuruh gue kerja disini." jelas Adel.

Yuna manggut-manggut mengerti. Kemudian dia mengetuk-ngetuk dagu penuh tanda tanya.

"Kok Pak Arlan mau nerima lo? Padahal lo nggak punya pengalaman dan prestasi yang bisa dibanggakan" bisiknya.

Adel mengendikkan bahu acuh. "Gabut mungkin."

Yuna mendelik. "Gila!"

•••

"Del. Pacaran yuk."

Tidak ada kamus baper, tidak ada kata blushing dalam hidup Adel. Terutama saat menghadapi bos kampretnya yang satu ini. Ibaratnya kalau Adel itu ngeselin, Arlan itu lebih ngeselin. Arlan itu pusat dari pusat dan inti dari intinya ngeselin.

"Ogah." balas Adel dengan gumaman.

"Loh? Kita kan sama-sama jomlo. Jadi buat apa menyia-nyiakan waktu tanpa pasangan kalau ada kesempatan?"

Pemikiran sesat!

"Harusnya mumpung kita jomlo. Kita harus sibuk membenahi diri sendiri. Bukannya malah pacaran!" balas Adel menahan kesal.

Berharap mereka segera sampai di kantor tempat meeting. Karena Arlan tidak henti-hentinya mengoceh. Padahal cowok itu juga fokus mengendarai mobil. Bukan apa, Adel takut kupingnya budeg. Kalau masalah kecelakaan, dia sudah pakai sabuk pengaman.

Paling yang rugi ya Arlan.

"Ngomong-ngomong. Ngomongin kita ini asik ya, Del?" Arlan melirik dengan senyuman menyebalkan.

"Pak kok jauh banget sih kantornya." dumel Adel.

Arlan menoleh kaget. "Loh? Kamu tidak sadar kalau kita sudah muter disini lima kali?"

Adel memelototkan matanya tak mengerti. "Hah? Kok gitu!?"

"Saya nggak tau dimana kantornya. Mau pake GPS tapi saya nggak punya kuota. Saya gengsi pinjem hape kamu, Del." terus terang Arlan.

Adel memijit pelipis. "Kepala saya berasa muter, Pak!"

"Yaudah tinggal diberhentikan."

Sekalinya Arlan tetaplah Arlan. Selalu bersikap gila di situasi dan kondisi apapun! Maka bersiaplah menghadapi gilanya Arlan. Atau kalian yang sudah menyerah, diharap menghubungi psikiater terkenal untuk membantu menjedotkan kepala Arlan ke batu.

"Dulu ibunya bapak ngidam apa, sih?" tanya Adel geram.

Arlan nampak berfikir sejenak. Kemudian menjawab, "Kayaknya sih ngidam mangga muda, Del."

"Kok bisa?" heran Adel.

"Apanya?"

"Anaknya lahir laknat kaya bapak."

Arlan diam sejenak dengan mata mendelik. Kemudian dia mengangguk sambil menatap jalanan didepan.

"Saya anggap itu kritik yang membangun."

Semprul!

To be continued..

Next?
Besok yaa! Haha!
Ditunggu spam voment dari kalian❤
Sampai jumpa di part selanjutnya!

Amour Fate | Takdir Cinta| Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang