"Adel. Datang ke ruangan saya."
Panggilan itu membuat Aneska Dandelion Malik menghembuskan nafas kasar. Dia mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah. Mencoba mendinginkan wajahnya yang mendidih karena emosi. Baru saja Adel duduk di kursinya, panggilan dari Arlan kembali terdengar.
"Iya, Pak?" Adel tersenyum masam didepan bosnya.
"Tadi saya mengirim pesan ke kamu, tapi kok nggak kekirim, ya?" tanya cowok itu sambil membolak-balik ponselnya.
Adel berjalan mendekat. Lalu melongokkan kepala untuk melihat ponsel si bos. Dia mencermati layar, hingga manik matanya fokus pada satu kejanggalan.
"Internetnya belum dihidupin, Pak!" Adel menahan diri agar tidak kelepasan melempar vas bunga ke wajah bosnya.
"Oh iya. Pantas pesan saya tidak terkirim."
Cowok itu segera menghidupkan internet di ponselnya. Mengabaikan sang sekertaris yang mulai megap-megap disampingnya. Tidak ada sehari saja ketenangan hidup untuk Adel. Bosnya selalu merecoki harinya yang indah.
Ting!
Pesan masuk dari Arlan membuat Adel segera merogoh ponselnya. Lalu membaca pesan masuk itu.
Pak Arlan Setan
Del :)Adel ingin berteriak rasanya. Dia kira Arlan mengirimkan dokumen kantor atau jadwal kegiatan mereka besok. Harusnya Adel datang ke ruangan bosnya sambil bawa sniper. Terus Arlan dia head shoot didepan pintu!
"Bapak ngapain ngirim kaya gini ke saya?" tanya Adel dengan nada rendah menahan luapan emosi.
"Loh? Saya menyapa. Apa itu salah?" Arlan balik bertanya.
"Kok nama kontak saya ada setannya, Del?" Arlan menambahkan saat tidak sengaja melirik layar ponsel Adel.
Gadis itu langsung melempar senyum. "Iya, karena bapak itu sikapnya haluuuss banget. Setan kan makhluk halus."
"JADI BAPAK ITU MASUK KATEGORI SETAN!" Adel tidak bisa menahan untuk tidak membentak.
Arlan mengelus dada pelan. Kemudian menyenderkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. Menatap sang sekertaris yang nampak memendam dendam kesumat dengannya. Semua orang akan melakukan hal yang sama kalau punya bos sejenis Arlan.
"Kamu itu berniat memuji atau menghina?" tanya Arlan dengan tatapan mata memincing. Adel membalas dengan senyuman senep.
"Memuji Pak" tapi juga menghina!
Cowok itu manggut-manggut mengerti. Dia nampak berfikir. Kemudian dia berujar dengan nada berandai dan tatapan mata menerawang.
"Oke saya mengerti, kalau kamu itu kan sikapnya kasar..." Arlan menjeda ucapannya.
Dia menoleh kearah Adel dengan raut wajah innocent. Namun ada seringai menyebalkan dibibirnya.
"Berarti kamu itu masuk kategori amplas?"
•••
"Kenapa sih, Sis? Kok uring-uringan bingit?" tanya seorang cowok dengan logat memble-memble manja.
Adel menoleh sinis. "Bos lo itu, bikin darah tinggi!"
Arbanu Revindo Thariq. Cowok yang biasa dipanggil Revin itu tertawa jaim sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan. Matanya menatap kearah langit, kelihatan kaya emak-emak julid.
"Masa gue dikatain amplas! Dasar Arlan Setan!" maki Adel dengan nada menggebu.
Kali ini Revin tertawa terbahak-bahak. Mengeluarkan suara maskulin, bukan suara memble-memble seperti sebelumnya. Adel sampai terpana mendengar suara serak itu. Baru tau kalau Revin bisa mengeluarkan bunyi seperti itu.
"Lo kalau ketawa kaya gitu nggak kelihatan feminin loh, Vin." Adel terkekeh pelan.
Cowok itu duduk menghadap Adel. "Gue rasa Pak Bos demen sama lo deh, Del."
Adel memutar bola mata malas. "Lo lupa? Dia bilang, nggak boleh ada cinlok di kantornya."
Revin mengendikkan bahunya acuh, lalu meraih pulpen dari tangan Adel agar gadis itu berhenti menulis.
"Peraturan dibuat untuk dilanggar, kan?" tanya Revin.
Adel mendengus, lalu kembali mengambil pulpennya. Melanjutkan kegiatan mencatat jadwal Arlan besok pagi.
"Kata siapa?" gumamnya.
Revin nampak berfikir. "Emm... Patrick?"
Gadis itu mendongak menatap Revin geli. Memang kebanyakan penikmat kartun kehidupan bawah laut itu adalah anak-anak remaja menjelang dewasa. Aneh bukan? Sementara anak-anak zaman sekarang lebih suka dengan sinetron dan juga drama romansa.
"Pergi sana deh Vin. Sebelum leher lo ditepang sama Pak Arlan."
Revin mengangguk. "Kalau udah marah emang nyeremin."
"Siapa yang marah nyeremin?"
Sahutan itu membuat Revin secara spontan lari terbirit-birit meninggalkan meja kerja Adel. Membuat gadis itu menahan tawa. Pasalnya gaya lari Revin sama sekali tidak epic.
"Sedang apa?" tanya Arlan, duduk ditempat Revin tadi.
"Kerja Pak."
"Oh." balas Arlan. Adel hanya menghembuskan nafas lelah.
"Bapak sendiri ngapain kesini?" tanya Adel sinis.
Arlan mendekatkan kursinya dengan kursi Adel. Lalu tanpa aba-aba dia menaruh kepalanya dipundak gadis itu.
"Saya ngantuk. Pundak kamu itu bantal ternyaman untuk kepala saya."
To be continued..
Gimana nih buat part pertama?
Menurut kalian menarik atau nggak?
Insyaallah aku akan update tiap hari seperti biasa!
Ditunggu antusiasme kalian yaa!
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Fate | Takdir Cinta| Lengkap✔
Humor"Kok nama kontak saya ada setannya, Del?" Arlan menambahkan saat tidak sengaja melirik layar ponsel Adel. Gadis itu langsung melempar senyum. "Iya, karena bapak itu sikapnya haluuuss banget. Setan kan makhluk halus..." "JADI BAPAK ITU MASUK KATEGORI...