"Del, Del! Kamu tau nggak kalau Robi ketangkep gara-gara mengedarkan narkoba?"
Adel menoleh kearah bosnya yang sejak tadi tidak berhenti mengoceh. Terkutuklah Arlan karena cowok itu memindah meja Adel agar satu ruangan dengannya. Tentu saja hal itu membuat para karyawati lain menatap Adel sengak. Karena iri.
"Tau, Pak. Kan masuk televisi." balas Adel malas-malasan.
"Iya, tapi kasihan Bu Hartanti. Beliau pasti kecewa sekali."
Gadis itu memijit pelipis. "Saya nggak kenal Bu Hartanti."
"Kalau Pak Hartanto?" tanya Arlan.
Kening Adel mengkerut. "Siapa itu, Pak?"
"Suaminya Bu Hartanti. Lucu ya, namanya bisa couple gitu." Arlan terkekeh pelan.
Adel tidak menggubris. Mau namanya couple, orangnya jungkir balik, jumpalitan, roll depan di gunung Himalaya, salto diatas monas. Adel tidak peduli!
"Nanti kalau kita punya anak kembar dinamai Awang Awing, kayaknya bagus ya, Del?" celetuk Arlan santai dengan wajah berandai.
Adel mengetuk-ngetuk jidat lalu dia salurkan pada meja. Arlan yang melihat itu mengerutkan kening tidak mengerti. Tingkah Adel terlihat aneh dimatanya.
"Amit-amit, Pak! Saya nggak mau punya anak sama Bapak!" omel Adel yang sudah berada di level kesal maksimum.
Arlan menghela nafas pelan. "Kina lagi cari Bunda. Kalau saya sih pengennya kamu yang jadi bundanya."
Adel tersenyum masam. Pakai bawa-bawa Kina segala, hal itu membuat Adel tidak bisa berkutik. Karena jujur saja, dia merasakan ada sebuah magnet antara dia dan Kina yang membuatnya tidak tega melepaskan bocah manis itu.
"Mending sama Mbak yang waktu itu, Pak. Bapak suka kan?" tanya Adel dengan gamblang.
Membuat ekspresi Arlan berubah datar, matanya menyorot sangat tajam kearah Adel. "Sekali lagi kamu bahas dia. Saya akan betul-betul marah."
Adel langsung dibuat kicep.
"Jangan bermain dengan salju kalau kamu benci dingin."
"Jangan sembarangan berbicara kalau kamu tidak mau kena imbasnya."
•••
Arlan mengendurkan dasinya, menghembuskan nafas pelan sembari menatap jalanan ibu kota melalui jendela besar dibelakangnya. Titik air hujan mulai membasahi bumi, menurunkan rintik yang membuat jalanan dibawah menjadi basah.
"Kalau kamu besar nanti, sekali-kali ajak anak kamu main hujan."
"Nanti sakit, Pa?"
"Sakit urusan belakangan. Yang penting kebersamaan kalian saat asik bermain dibawah guyuran hujan itu."
Arlan tersenyum miris. Terngiang-ngiang ucapan Papanya saat Arlan masih berumur delapan tahun. Dua puluh tahun lalu dan Arlan masih sangat mengingat kata demi kata dengan jelas. Disaat hubungan dia dan Papanya membaik sebelum akhirnya semakin memburuk.
Tok.. Tok.. Tok..
"Pak, meeting lima menit lagi." Adel berujar malas.
Cowok itu hanya diam, tidak menoleh, namun mendengarkan. Masih menatap embun yang menempel dikaca dengan memikirkan bayangan masalalunya yang terus mengusik pikiran cowok itu.
"Pak?"
"Sebentar, saya mau menikmati hujan." ucap Arlan sembari mengukir sesuatu di jendela menggunakan embun.
Perlahan Adel mendekati bosnya itu. Berdiri dibelakang kursi Arlan, sambil ikut menatap keluar jendela. Sangat indah, bangunan yang basah terkena air hujan dan juga embun yang mengalir di jendela. Jarang sekali Adel melihat pemandangan alami seperti ini.
"Kamu tau nggak sih, Del?" tanya Arlan.
Cowok itu meraih tangan Adel. Lalu ditaruh diatas kepalanya, menyuruh untuk memberikan pijatan ringan diatas rambut lembut dengan wangi maskulin milik cowok itu. Terasa menenangkan.
"Apa, Pak?"
"Kalau nama cikgu di film Upin-Ipin itu sebenernya sama?" tutur Arlan.
Adel mengerutkan kening tak mengerti. "Hah?"
"Cikgu Jasmine dan Cikgu Melati bedanya apa, Del? Dua-duanya jenis bunga yang sama" heran Arlan.
Kali ini Adel tidak berusaha menahan tawanya. Membiarkan suara merdu itu mengalun keluar dari mulutnya. Arlan menyunggingkan senyuman mendengar tawa Adel yang sangat langka itu. Beruntungnya dia bisa mendengar hari ini.
"Tawa kamu itu mood booster banget, Del." jujur Arlan mengungkapkan apa yang ada didalam fikirannya.
Adel mendengus. "Bapak bisa di cap sebagai bos genit loh kalau gangguin karyawati terus."
Arlan terkekeh. "Kata siapa?"
Adel menghentikan pijatannya diatas kepala Arlan. Kepalanya meneleng bingung, meminta jawaban.
"Orang saya gini cuma sama kamu, kok."
To be continued..
Pokoknya kalau Loly nggak up pagi-pagi itu karena ada urusan atau ada kendala sinyal.
Juga kendala otak yang suka lupa hehe
Vote dan komen yaa!
Sampai jumpa di part selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Fate | Takdir Cinta| Lengkap✔
Humor"Kok nama kontak saya ada setannya, Del?" Arlan menambahkan saat tidak sengaja melirik layar ponsel Adel. Gadis itu langsung melempar senyum. "Iya, karena bapak itu sikapnya haluuuss banget. Setan kan makhluk halus..." "JADI BAPAK ITU MASUK KATEGORI...