PART 11. Woo! Sontoloyo!

9.2K 853 40
                                    

Seperti janji Adel, gadis itu akan membantu Arlan mendekati perempuan yang Arlan suka. Bahkan cowok itu sudah membuat list daftar kemana saja mereka akan pergi hari ini. Adel tidak habis pikir kalau Arlan bisa secerdik itu mengintai mangsanya.

"Bapak emang bakat jadi penguntit." gumam Adel sambil membaca note kecil yang dibawa Arlan.

Perjalanan yang akan kita lakukan sepanjang hari ini, dimulai dari :
1. Perempuan yang saya suka pergi ke mall untuk membeli baju pesta. 
2. Lalu dia berniat pergi ke dufan untuk bermain wahana. 
3. Saya tau dia suka alam, jadi dia akan ke pantai.
4. Malam hari pergi ke pesta.

"Bapak yakin banget dia bakalan kesini?" tanya Adel sambil mengangkat note kecil itu.

Arlan menganggukkan kepalanya mantap. "Yakin sekali."

Adel menghirup nafas dalam-dalam. Dia akan menghabiskan banyak waktu untuk ini, jadi jangan sampai semua berakhir sia-sia. Arlan harus bisa mendapatkan hati perempuan yang dia cintai. Dan semoga saja dengan mengintai perempuan itu mampu menambah informasi untuk Arlan agar bisa melakukan pendekatan.

"Yaudah, pertama kita ke mall." tutur Arlan sambil menggandeng tangan Adel.

Gadis itu mendelik. "Heh! Heh! Tangannya jangan macem-macem, Pak!"

"Cuma satu macem, Adel. Gandeng tangan kamu, kalau macem-macem mungkin saya udah gendong kamu sampai ke mall. Jalanmu lemot."

Adel tidak terima dihina jalannya lemot. Ya Arlan enak pakai sepatu biasa, Adel yang memakai high heels kelimpungan sendiri kalau berjalan cepat-cepat.

"Bisa nggak sih, Pak. Sehari aja jangan menghina saya?" dumel Adel.

Arlan menggeleng. "Tidak bisa. Saya suka lihat kamu ngambek."

"Stress." umpat Adel pelan.

Arlan hanya terkekeh. "Kamu boleh ngatain saya sekarang. Tapi nanti waktu denger saya Adzan pasti kamu speechless."

Adel menaikkan kedua alis. "Emang Bapak suka Azdan dimana?"

"Ditelinga anak kita setelah lahiran nanti."

•••
 

Setelah menunggu hampir dua jam, Adel dan Arlan tidak menemukan sosok perempuan itu. Bukannya terus mengintai sampai menemukan mangsa mereka, Arlan malah mengajak Adel membeli baju untuk pergi ke pesta nanti malam. Membuat jiwa-jiwa psycho Adel muncul.

"Pak, pakai baju biasa aja kenapa, sih?" dumel Adel.

Arlan menggeleng. "Kelihatan mencolok nanti. Kita bisa ketahuan, Del."

"Saya yang greget, Pak! Saya lebih pengen nyolok mata bapak pakai linggis!" ujar Adel geram.

Bukannya marah, Arlan malah tertawa pelan. "Yaudah nggak apa-apa, asalkan kalau saya buta. Kamu mau jadi mata saya."

Gadis itu langsung bergidik ngeri mendengar penuturan Arlan. Satu yang Adel tangkap sejauh ini. Arlan selalu punya kalimat untuk membuat perempuan merasa tersanjung. Namun berbeda dengan Adel, bukannya tersanjung, dia malah gemes sendiri.

Gemes pengen cemplungin Arlan ke septic tank!

"Ini bagus deh buat kamu, Del. Kelihatan anggun dan cantik." Arlan menyodorkan sebuah gaun pada Adel.

Adel menatap gaun itu, lalu beralih menatap Arlan. "Pak ini mahal banget loh, saya nggak punya uang buat belinya."

Arlan berdecak. "Ck, saya yang mengajak kamu. Itu artinya saya yang akan membayar semua."

"Pak jangan Pak!."

Kali ini Arlan mendengus kesal. "Saya mau bayarin baju kamu, bukan lempar kamu ke panti jompo. Kamu kelihatan kaya ketakutan gitu?"

"Lebih mending saya utang sama rentenir daripada punya utang sama Bapak." tegas Adel.

"Kamu belum tau aja, rentenir marah-marah soal hutang lebih ngeri daripada ibu kost nagih uang bulanan." papar Arlan.

Adel mengerutkan kening. "Bapak pernah punya hutang sama rentenir?"

Arlan mengangguk pelan. "Pernah."

Adel bertepuk tangan takjub, holkay seperti Arlan ternyata pernah terlilit hutang juga. Adel mengira kalau hidup Arlan mulus seperti orang-orang berduit lainnya. Atau mungkin pemikiran Adel saja yang terlalu sempit?

"Hutang uang, Pak?" tanya Adel.

Arlan menggeleng. "Terus?" heran Adel.

"Hutang budi."

Hah?

Gimana-gimana?

Adel mengerutkan kening bingung. "Memang bisa, Pak?"

Arlan kembali menggeleng. "Makanya retenirnya marah-marah, soalnya saya maksa mau hutang budi. Padahal disana nggak ada yang namanya Budi."

Adel langsung mendelik sambil bertepuk tangan, tak habis pikir. "Wooo! Sontoloyo!"

To be continued…

Amour Fate | Takdir Cinta| Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang