PART 7. Di Buku Nikah Saya

12.1K 1K 32
                                    

Tidak ada yang bisa mencegah takdir yang berjalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang bisa mencegah takdir yang berjalan. Termasuk Adel. Ditakdirkan bekerja di kantor Arlan. Adel tau cowok itu menyimpan berjuta misteri dibalik tampangnya yang selalu bahagia. Semakin Adel berusaha tidak peduli, malah semakin besar rasa ingin taunya.

"Vin, lo pernah lihat bapak sama ibunya Pak Arlan, nggak sih?" Adel bertanya pada teman ngerumpinya itu.

Revin menggelengkan kepala. "Emang kenapa, Sis?"

"Ya gue cuma pengen tau aja. Soalnya belum pernah ngelihat."

Revin menatap Adel curiga. "Lo stalking Pak Bos?"

Lagi-lagi...

"Siapa yang stalking saya?" sahut suara berat dari belakang Adel.

Membuat gadis itu menggigit bibir bawah. Kenapa bosnya ini mendadak berubah seperti jelangkung? Datang tak diundang pulang tak diantar. Bahkan kedatangan Arlan lebih mirip Jin. Tak terdeteksi oleh manusia lain. Adel sampai merasa ngeri.

"Adel, hum?" tanya Arlan sambil menaruh tangannya diatas kepala gadis itu dengan santai.

Adel menahan napas. Menahan diri juga agar tidak kelepasan membanting si bos yang kelewat modus.

"Nggak perlu stalking. Tanya langsung sama saya aja.."

"Bunda?" tutur Arlan sambil tersenyum miring.

Revin melongo ditempat. Sementara Adel menipiskan bibir, menatap Revin yang melotot. Udah bunda-bundaan? Ketinggalan berita apa dia selama ini? Padahal yang dia tau Adel adalah rival abadi dari Arlan. Tidak akan pernah akur. Setelah ini dia wajib mewawancarai Adel.

"Pak saya pamit aja deh. Takutnya ganggu ekhem.. Itu.. Iya.." Revin melambai singkat kearah Adel, lalu berlari pergi.

Revin sialan!

"Tangannya, Pak!" Adel memperingati.

Arlan mengangkat tangannya. "Ups! Terlanjur nyaman."

Adel mendelik mendengar jawaban terlampau santai itu. Sesekali kepala Arlan harus digetok dengan paku bumi agar ucapannya agak terkontrol.

"Saya suka rambut kamu, wangi. Pundak kamu juga enak banget buat nyender. Saya suka semua dalam diri kamu. Kamu itu candu buat saya."

Heh!

Arlan kenapa ini!?

•••

"Kendaraan apa yang nggak punya ban tapi tetep bisa jalan!?"

Disebuah warung makan tegal. Alias warteg, empat orang sahabat sedang asik bercanda gurau. Membuat tebakan-tebakan yang mengocok perut. Mereka melakukan ini dalam rangka kumpul-kumpul karena Adel jarang sekali bergabung dengan mereka sejak kerja.

"Pesawat!" balas Theo dengan suara melengking. Cowok yang sebelas dua belas sama Revin.

"Pesawat masih ada ban-nya!" balas Satrio, si pemberi pertanyaan.

Yuna dan Adel nampak berfikir keras. Sebelum akhirnya menemukan jawaban yang tepat.

"Kapal!" jawab dua gadis itu bebarengan.

Satrio mendesah kecewa karena pertanyaannya berhasil dijawab. Obrolan mereka terhenti tatkala makanan yang dipesan akhirnya datang. Letak warteg ini tidak jauh, hanya didepan kantor Adel jarak seratus meter.

Buktinya salah satu orang kantor bisa nampak batang hidungnya juga disini. Orang yang tidak pernah Adel kira bisa datang ke warteg.

"Loh, Del? Makan disini juga?" itu suara baby boss yang menyebalkan.

Adel mencengkeram pinggiran meja kuat. Dia masih sehat untuk tidak menggigit kayu itu sebagai pelampiasan rasa kesal.

"Eh bapak? Kok kesini?" balas Adel basa-basi.

"Nggak tau juga. Hati saya nyuruh kesini. Ehh ternyata mau nyamperin pemiliknya." Arlan menaik-naikkan alis.

"Siapa?" balas Adel malas.

"Ya kamu lah. Masa Bu Titin." jawab Arlan sewot.

Adel mendengus, "Basi, Pak!"

"Di antara miliaran manusia, pasti Tuhan memiliki alasan mengapa kamu dan saya selalu dipertemukan." ucap Arlan sambil duduk mendempet disamping karyawatinya itu.

"Di antara miliaran manusia, pasti Tuhan memiliki alasan mengapa hanya bapak yang dapet otak setengah kera!" balas Adel kesal.

Hal itu mengundang gelak tawa dari mulut Theo dan Yuna. Membuat Arlan menoleh kaget, baru sadar kalau ada orang lain didepannya. Emang ya kalau udah fokus sama satu orang, serasa dunia berporos pada kamu dan dia saja.

"Loh? Teman-temannya Adel, ya?" tanya Arlan sembari melempar senyuman manis. "Perkenalkan saya Arlando Taufik Dafkar, bosnya Adel."

Yuna buru-buru menjabat tangan Arlan. "Bapak kok bisa ganteng banget? Kayaknya saya pernah lihat nama bapak deh sebelumnya."

Arlan mengernyit. "Oh ya? Dimana?"

"Dibuku nikah saya." balas Yuna, membuat Theo menoyor kepala gadis itu secara spontan.

Arlan membalas dengan kekehan pelan. Namun manik matanya tak sengaja tertuju pada seorang cowok yang menatapnya dengan sorot tajam. Nampak tidak suka dengan kehadiran Arlan. Cowok itu lalu berbisik pelan ke telinga Adel.

"Itu siapa, Del? Pacar kamu, ya?" bisik Arlan. "Dia bukan homo, kan? Kok ngelihatin saya segitunya?"

Adel menyeringai.

"Kenapa pak? Mau saya comblangin?" goda gadis itu.

Arlan bergidik ngeri. Namun jawaban dari mulut cowok itu membuat Adel diam mematung.

"Mending saya sama kamu."

To be continued..

Maaf banget guys Loly update ngaret banget dari biasanya😭
Soalnya dari tadi pagi nggak ada sinyal😭
Semoga kalian suka part ini❤
See you next part!

Amour Fate | Takdir Cinta| Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang