"Kok nama kontak saya ada setannya, Del?" Arlan menambahkan saat tidak sengaja melirik layar ponsel Adel.
Gadis itu langsung melempar senyum. "Iya, karena bapak itu sikapnya haluuuss banget. Setan kan makhluk halus..."
"JADI BAPAK ITU MASUK KATEGORI...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pernah melihat orang sedang meeting malah makan? Apalagi makannya disuapi oleh karyawatinya sendiri. Hanya Arlan yang begitu. Cowok itu tidak sengaja menumpahkan kopi panas hingga mengguyur tangan kanannya. Menyebabkan perban melingkar ditangan itu.
Sementara sejak tadi dia terus merengek lapar. Mau tak mau Adel menahan malu untuk meminta izin membawa makanan masuk ke ruang rapat. Dan alhasil Adel disuruh menyuapi baby boss yang menyebalkan itu. Mungkin ini rekor dalam hidup Adel.
"Pak saya bundir aja, ya? Malu banget banyak yang liatin." bisik Adel pada cowok yang asik mengunyah makanan itu.
"Kenapa harus malu?" tanya Arlan. "Kamu datangnya sama saya, jadi nggak perlu malu."
Justru elo yang malu-maluin, Jaenab!
"Ibu Adel ini totalitas sekali ya menjadi karyawati?" tegur salah seorang petinggi perusahaan.
Adel hanya melempar senyuman kikuk. Ini juga gara-gara dipaksa pak! Kalau bisa menolak, Adel memilih untuk tidak ikut Arlan meeting ke perusahaan ini. Arlan itu ibaratnya tamu, tapi kelakuannya selengekan. Nggak malu sama yang punya perusahaan.
"Nanti kalau kontraknya dengan Pak Arlan habis. Bisa lah gabung sama perusahaan saya?" tawar pria itu.
Gadis itu tersenyum sumringah. "Wah! Bol--"
"Kontrak Adel sama saya itu lamanya satu abad. Dia nggak akan pindah ke perusahaan anda." balas Arlan memotong ucapan Adel.
Pria itu terkekeh pelan. "Sepertinya Pak Arlan ini tipe orang yang posessif, ya?"
Adel yang mendengar itu sontak melempar senyum tak enak. Lalu mencubit pinggang Arlan secara spontan, membuat cowok itu meringis pelan. Mengundang tatapan bingung dari para peserta rapat.
"Bapak apa-apaan sih? Kan kontrak saya kan habis enam bulan lagi." cicit Adel lirih.
Arlan langsung menoleh sepenuhnya kearah Adel. "Adelku sayang. Kamu itu nggak akan keluar dari perusahaan saya."
Adel mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Kalau saya itu sandal swalow, kamu ibarat tai ayam. Tak terpisahkan" ucap Arlan, membuat para peserta meeting membekap mulut menahan tawa.
"Kok tai ayam sih pak?" protes Adel.
"Yaudah deh, tai cicak. Yang lebih kecil."
"PAK ARLAAN!!"
•••
Dean menatap bingung kearah putrinya yang sejak tadi memasang raut wajah cemberut. Dia menghampiri gadis berusia dua puluh tiga tahun itu dengan membawa satu gelas kopi kesukaan putrinya. Pasti mood Adel akan membaik.
"Ada masalah dikantor?" tanya Dean.
Adel menghembuskan nafas lelah. "Bosnya Adel itu orang gila, Pa."
Dean terkekeh pelan. "Arlan memang begitu orangnya. Wajarlah, kan pengusaha muda."
"Pengusaha muda yang lain nggak kaya gitu!" protes Adel.
Pria itu geleng-geleng kepala pelan. Adel sama kerasnya dengan Alana, ibunya. Cuma bedanya Alana penggila yoghurt sementara Adel alergi dengan yoghurt. Gadis itu akan muntah-muntah kalau disuruh minum minuman bercita rasa kecut itu.
Adel memeluk pinggang ayahnya dari samping. "Udah ya, Pa. Adel udah cukup training-nya."
Dean mengelus puncak kepala putrinya. "Coba aja telepon Arlan. Minta resign."
Mata gadis itu berbinar. "Boleh, Pa?"
Dean membalas dengan anggukan.
Adel langsung mengambil ponselnya dari dalam tas. Membukanya dengan semangat untuk segera menghubungi nomor Arlan. Beberapa saat menunggu akhirnya telepon tersambung. Dean memberi kode agar Adel memencet loudspeaker.
"Halo, Del. Kenapa? Udah kangen?"
Gadis itu mencebikkan bibir. "Saya mau keluar dari perusahaan bapak! Titik!"
"Kamu lupa sama dendanya kalau kamu melanggar kontrak?" tanya suara diseberang dengan nada santai.
Adel menggigit bibir. Benar juga. Dia lupa akan hal itu.
"Berapa, Pak?" cicit Adel lirih sambil melirik Dean yang pura-pura tidak mendengar.
Gadis itu menepuk jidat. Dua miliar bukan nominal kecil. Sekarang dia baru menyesal kenapa dulu mau menekan kontrak dengan Arlan. Cowok itu juga licik rupanya.
"Dicicil boleh, Pak?" tanya Adel ragu.
Terdengar hembusan nafas diseberang. "Gini aja deh, saya punya solusi."
Adel menajamkan indra pendengarannya.
"Gimana kalau kamu kerja sama saya buat bayar denda resign?" tawar Arlan.
Adel manggut-manggut membenarkan. Sebelum akhirnya dia tersadar akan sesuatu karena mendengar tawa Dean yang menggema.
Dia kan pengen resign.
Kalau kerja lagi buat bayar uang resign, berarti..
"Pak Arlan setan!"
To be continued..
Masih mantengin Pak Arlan dan Adel? Jangan lupa kasih vomen yaa! See you next part!