4.Kepergian

7.7K 726 20
                                    

Hari telah menjelang siang saat Yudis terlihat tengah duduk di teras. Ia nampak sibuk mengetik berlembar- lembar laporan yang ia bawa dari Surabaya. Di sampingnya tertata satu mug blirik berisi kopi dan gelas yang terisi penuh.

"Sibuk Mas?" Roso menyapa dari pekarangan. Ia memakai sepatu kuli, celana training dan topi rimba. Pakaian yang biasa digunakan ketika hendak memeriksa kebun.

"Oy, mampir dulu sini ngopi!" Yudis mengangkat mug. Ia hampir tidak sempat berbincang dengan Roso sejak kemarin.

"Sudah kesiangan ini Mas!" Roso hanya mengangguk. Ia menyalakan mesin mobil carry, dan meninggalkan pekarangan rumah. Jejak debu masih beterbangan ketika mobil itu sudah berjalan jauh.

Matahari sudah mulai condong ke Barat saat Yudis meyelesaikan semua pekerjaannya untuk hari itu. Ia meregangkan punggung dan tangannya. Dipandangi suasana rumah tempatnya tumbuh sambil menghirup nafas panjang.

Kelihatannya ia tak perlu terlalu khawatir dengan kondisi ibunya. Besok subuh ia bisa kembali ke Surabaya dengan tenang, mengingat Roso juga lancar mengurus semuanya.

Sejenak kemudian, sebuah SMS masuk dari kantor. Pesan dari atasannya mengenai progres summary pengiriman kargo selama seminggu terakhir.

"Ok Pak. Sy akn krm brks trsbt scptny."

Yudis menekan tombol send, dan mengirim balasan kepada bos nya di Surabaya. Ia harus memaketkan berkas kerjaan nya melalui pos sore ini juga.

Yudis memasukkan beberapa bendel lembaran dan berkas kerja ke dalam amplop coklat besar.

"Kamu mau ke mana?" Naya muncul dari dalam masih mengenakan mukenah.

"Aku harus ke kantor Pos kirim kerjaan," Yudis memasang jaket. Ia memandangi jam tangannya sejenak. "Adanya di kota. Kalo gak berangkat sekarang keburu tutup."

"Nggak makan siang dulu? Tinggal dikit tuh di meja abisin."

"Aduh, nggak keburu," Yudis hanya menggeleng tanpa menoleh. Tangannya sibuk menuliskan alamat tujuan di amplop.

"..."

"Ammar?" Yudis bertanya singkat.

"Habis ganti popok, lagi di kamar tidur sama ibu," Naya mengamati suaminya. Ia mendekat dan duduk di kursi sebelah Yudis. "Nyampe sini jam berapa?"

"Yaah, sebelum makan malam udah sampe lah," Yudis mengecup kening Naya

Naya tersenyum. Ia mengantar Yudis sampai teras. Cahaya matahari yang hangat menyapu wajah Naya, membuatnya sedikit memicingkan mata.

"Jan, bojoku ayu tenan kinclong kena sinar matahari," komentar Yudis sambil menstarter Supra Fit milik Roso. Motor ini memang selalu di tinggal di rumah.

Naya tersipu- sipu mendengar gombalan Yudis. "Nanti malem mau di masakin apa?"

"Susu?" Yudis melempar kode.

"Nih!" Naya melempar sandal.

-----

Ada yang lain di senyummu,
Yang membuat lidahku gugup tak bergerak
Ada pelangi di bola matamu
Yang memaksa diri tuk bilang aku sayang padamu

Naya menyanyi kecil mengikuti lagu yang diputar di radio. Ia nampak serius mengiris wortel, kol dan bahan- bahan lain untuk membuat sup ayam. Makan malam yang enak dan hangat, tapi simpel.

PITUNG DINO [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang