20.Jaga

5.9K 628 57
                                    

[Warning: Explicit content]

Naya keluar dari kamar sambil melipat mukenahnya. Ia memandangi jam bandul di dinding yang menunjuk angka setengah enam. Naya menghela nafas panjang.

Ia baru saja mendapat SMS dari Yudis bahwa mereka baru saja bertolak pulang dari kota. Dan mereka mendapat info mengenai truk terguling di daerah Garahan. Jadi mungkin agak terlambat sampai rumah.

Semoga saja suaminya tiba sebelum terlalu larut. Ia tak mau sendirian di sini di tengah malam. Terutama setelah kejadian di hari- hari sebelumnya.

Naya keluar dari kamar dan mengintip sebentar ke arah ruang utama. Ia tersenyum melihat Roso yang mau berbaik hati untuk berjaga di ruang tamu. Roso nampak santai merokok sambil mendengarkan radio. Di tangannya terdapat sebuah buku mengenai produktifitas pertanian dan kebun.

Naya mengambilkan sepiring makanan dan air putih, lalu menatanya di atas nampan. Sejenak Naya mematut diri di depan cermin, merapikan rambut dan dasternya.

"Mas Roso, makan dulu," Naya membawa nampan tersebut menuju ruang tamu. Ia berjongkok di sebelah meja ruang tamu, dan meletakkan nampan di hadapan Roso. "Maaf saya dari kemarin ngerepotin Mas Roso terus."

Roso hanya terdiam dengan sebuah senyuman tipis di wajah. "Halah Mbak. Aku sama Mas Yudis ini sudah kayak sodara sendiri."

"Mas Roso buru- buru kah? Atau ada keperluan lain?" Naya berdiri dan hendak beranjak meninggalkan ruang tamu.

"Nggak ada sih," Roso mengangkat bahu. "Kenapa?"

"Soalnya Mas Irham sama Mas Yudis barusan aja balik dari kota, terus ada truk terguling gitu. Jadi mungkin sampe sini masih lama," jawab Naya.

"..."

"Mas Roso jangan pulang dulu ya, aku takut sendirian."

Roso menghembus asap rokoknya dan mengangguk. "Iya santai aja. Toh ini masih jam segini juga."

Naya tersenyum lebar dan kembali ke dalam.

-----

Naya berdiri di pintu kamar. Ia gamang menatap Ammar yang terbaring di ranjang tak bergerak. Bayi kecilnya hanya terkulai lemas tak membuka mata sudah dua hari ini.

"Kamu kok belum bangun Nak?" gumam Naya.

Naya hendak melangkah masuk ketika tiba- tiba sebuah tangan membekap mulutnya kuat.

"HMMFF!!??" Naya memegangi tangan itu berusaha meronta melepaskan diri, namun sebuah tangan lain justru memiting lehernya erat. Seseorang menahannya dari belakang dan menariknya mundur.

Naya hampir tak bisa bernafas. Ia melirik ke arah orang yang membekapnya.

Suroso.

"Sshh.. Mending kamu jangan teriak!" Roso menarik Naya masuk ke dalam lorong yang tertutup dari ruang tamu.

Naya memberontak, ia berpegangan pada ujung tembok. Namun Roso membantingnya kuat ke lantai.

-JDUG!!

Kepala Naya terbentur lantai.

"Aduh!! Aduh!!" Naya bergelung di lantai dengan kepala yang serasa hampir pecah. Ia mengerang kesakitan. Pandangan matanya kabur dan berkunang- kunang.

Merasa ada kesempatan, Roso segera menduduki tubuh Naya. Ia menatap Naya seperti orang kelaparan.

Satu tangan Roso menekan mulut Naya, membuat kepalanya terhimpit lantai. Satu tangannya lagi mencengkeram kerah dasternya.

Naya membelalakan mata menyadari apa yang akan di lakukan Roso.

"HMMFFF!!!" Naya memukuli tangan Roso, berusaha menepis tangan itu dari kerah bajunya.

Namun apa daya pukulan Naya tak berarti apa- apa untuk Roso.

Dengan satu tarikan kuat, Roso menarik kerah daster Naya. Membuat kancing- kancing dasternya terlempar dan berjatuhan di lantai.

"Hehehe.." Roso menjilati bibir.

Naya meronta, namun tangan Roso mulai masuk ke dalam kerah dastemya yang terbuka. Naya bergidik saat merasakan jemari Roso menyentuh dadanya.

Bangsat!

Naya mengepalkan tangan, dan menghantam wajah Roso sekuat- kuatnya.

"WEDOKAN JANCUK!!" Roso mendelik penuh amarah. Kini ganti tangan Roso yang terkepal. Ia menjambak rambut Naya dan memukuli wajahnya berkali- kali.

"HMMMFF!!" kedua tangan Naya berusaha menutupi kepalanya, namun tak berguna. Pukulan Roso bertubi- tubi menghujani kepalanya.

"..."

"..."

Roso terengah- engah setelah memukuli Naya berkali- kali.

Naya terkulai lemas di lantai. Matanya terpejam rapat karena tak sadarkan diri. Pipi dan dahinya kemerahan lebam oleh pukulan Roso. Bibir Naya pecah dengan sudut mulut yang berdarah.

Melihat keadaan Naya yang pingsan dengan penuh luka, nafsu Roso semakin membara.

Roso memang sakit.

Ia lalu membuka kerah baju Naya makin lebar. Pupil matanya membesar dengan nafas yang memburu tak sabar. Ia terkekeh puas memandangi apa yang ada di hadapan matanya.

Roso menunduk, menghirup dalam- dalam aroma tubuh Naya. Wangi samar yang memabukkan. Jantungnya benar- benar berdebar kencang, menikmati momen ini.

Dengan tak sabar, tangan Roso melepas resleting celananya. Matanya tak lepas dari wajah Naya yang terpejam.

Lalu Roso merasakan ada yang lewat di sampingnya. Sesuatu yang lembut terasa menyapu punggung dan kepalanya.

Roso mendongak, memandang sekeliling. Senyap, tak ada apa- apa. Hanya terdengar suara jangkrik yang mulai menandakan bahwa langit mulai menggelap.

Roso kembali memandangi Naya di bawahnya. Pelan- pelan ia membenamkan wajah di bahu dan leher Naya, dan kembali menghirup aroma tubuh Naya.

Sejenak Roso mematung keheranan.

Kenapa Naya jadi beraroma pandan?

Sekali lagi ia merasakan ada yang menyapu lembut punggung dan kepalanya. Roso mendongak, dan terpaku.

Ia melihat jarik batik bermotif kawung di depan matanya.

PITUNG DINO [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang