10.Jendela

6.4K 665 49
                                    

"Baik Pak," ujar Yudis datar. Matanya menatap jauh ke pekarangan. Ia tengah mempersiapkan tikar dan lainnya untuk acara pembacaan doa malam ketiga.

"Traffic shipping kita sedang tinggi. Banyak yang belum terinput dalam sistem- numpuk semua! Kamu harus kerjakan hari ini juga!"

"Berarti saya harus ambil data dan langsung input, di kantor cabang Jember Pak?" Yudis menatap jam tangannya. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sekali perjalanan menuju kota. Padahal sebentar lagi maghrib.

"Saya sudah info ke kantor Jember. Mereka akan ijinkan kamu pakai kantor mereka selama yang kamu butuh! Yang penting itu summary harus selesai secepatnya!"

"Tapi-"

"Nggak ada tapi!" lalu panggilan diputus.

"..." Yudis memandangi layar ponselnya.

"Kenapa lagi Mas?" Naya mengaduk- aduk kuah sop yang sudah disiapkan untuk acara kirim doa. Acara akan dimulai setelah bada maghrib. Beberapa orang ibu- ibu nampak menyiapkan nasi putih di atas piring.

Irisan wortel, kentang dan daging ayam sudah siap di wadah terpisah dalam kulkas. Nanti tinggal menata di piring dan disiram kuah panas.

"Setelah acara yasinan aku harus ke kota," Yudis memijit kepalanya. Ia merasa lelah sekali, namun banyak hal menunggu untuk di selesaikan. "Aku harus langsung input data ke sistem online lewat kantor cabang Jember."

"Ga bisa di bawa pulang aja kerjaannya ke sini?" Naya mencicipi kuah, masih mengatur rasanya.

Yudis menggeleng. "Kalo di bawa, aku kerjain berkas fisik. Hasil nya harus aku kirim lewat Pos. Sampe Surabaya perlu diinput lagi. Panjang."

Naya mengangguk paham.

Acara pembacaan doa malam itu berjalan lancar. Tapi berbeda dengan dua hari sebelumnya, malam ini hanya segelintir bapak- bapak saja yang datang. Bahkan Mas Irham juga tidak terlihat.

Memang tidak ada kewajiban untuk selalu datang tujuh hari berturut- turut. Karena warga desa juga punya kesibukan sendiri.

Yudis tak terlalu ambil pusing. Ia berangkat ke kantor cabang Jember sekitar jam delapan malam.

-----

Naya duduk di ranjang setengah mengantuk. Ia terbangun di tengah malam. Lagi. Ia terbangun dengan bagian depan kemeja babydoll nya terbuka, karena tidur sambil menyusui Ammar.

Naya menatap Ammar yang sedang terlelap di sebelahnya. Bayinya nampak tenang tidur di sebelah boneka monyet, yang telihat sama besarnya dengan Ammar.

Naya melirik ke arah botol tumblernya di meja. Sudah kosong. Ia telah meminum habis semuanya tadi karena tak ingin merasa kehausan di tengah malam. Tapi kini ia malah harus ke kamar mandi karena ingin buang air kecil.

Sialan.

Naya menatap ponsel Nokia nya. Ia membaca SMS dari Yudis yang mengatakan bahwa ia akan pulang sangat terlambat karena pekerjaannya menumpuk.

Jam di layar menunjukkan angka 01:33. Rupanya sudah larut sekali. Naya membalas pesan Yudis, memintanya agar cepat pulang.

Naya meletakkan ponselnya dan menatap pintu kamar dengan bimbang. Ia harus memilih antara menjaga Ammar atau pergi ke kamar mandi. Satu sisi, tidak mungkin ia menahan dorongan buang air kecil semalaman. Sisi lain, masa ia harus meninggalkan Ammar sendirian di kamar?

PITUNG DINO [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang