17.Buhul

6K 635 14
                                    

Menjelang subuh, orang- orang yang hadir mulai bergantian meninggalkan lokasi. Ada yang sempat tertidur lalu langsung berangkat ke musolla. Ada juga yang langsung pulang ke rumah.

Puji- pujian subuh menggema di udara fajar. Seakan membersihkan tempat itu dari segala suasana mencekam yang menyelimuti semalaman.

Menenangkan hati siapapun yang mendengar.

Naya dan Ammar sudah berbaring pulas kamar. Yudis dan Roso masih berjaga di teras dan nampak sedikit mengantuk. Sisa- sisa kopi dan rokok menjadi pendamping untuk berjaga.

Mas Irham juga masih berada di rumah itu, ia ingin memastikan sesuatu.

-----

Matahari mulai menyingsing, membuat langit berpendar cerah kekuningan. Cuit burung kecil yang beterbangan menandakan bahwa hari sudah dimulai.

Mas Irham berdiri di dekat pohon rambutan. Ia mengelilingi dan mengamati pohon itu dari atas ke bawah. Sesekali menyentuh bagian- bagian pohon tersebut.

Lalu setelah beberapa lama ia mengitari pohon rambutan besar itu,  ia berjongkok di bawah. Matanya fokus pada sesuatu dengan serius.

Yudis yang sedari mengamati tingkah Mas Irham, berjalan mendekat sambil menguap. "Ngapain Mas?"

"Ini-" Mas Irham menunjuk sesuatu dekat pangkal pohon, di antara akar besar yang mengular. "-ada yang aneh ndak menurut samean?"

Yudis memicingkan matanya yang terasa agak berat. Ia memeriksa area yang di tunjuk Mas Irham.

Semalam hujan turun dengan begitu deras, membuat tanah sangat basah bahkan becek di beberapa tempat. Tapi di area yang ditunjuk Mas Irham, tak ada basah sama sekali. Seakan satu tempat kecil itu tidak terkena hujan. Bahkan sangat kering.

"Aku rasa ada sesuatu di sini," Mas Irham mengusap dagunya, berpikir. "Mungkin kita bisa coba gali."

"Roso!" Yudis memanggil dari kejauhan. Ia membuat isyarat menggali dengan tangannya. "Bawain cangkul."

Roso mengangguk, dan mengambil cangkul di rumah belakang. Ia lalu menuju tempat Yudis dan Mas Irham di dekat pohon rambutan.

Tanpa banyak menunggu, Mas Irham mulai menggali titik kering di dekat akar pohon. Yudis dan Roso diam mengamati dengan rasa penasaran.

Tak butuh waktu lama, karena tak terlalu dalam, terlihat sesuatu di dalam tanah. Ketiganya nampak kaget setelah mengetahui apa yang terpendam di tempat itu.

"Astagfirullah," Mas Irham sedikit mundur.

Yudis hanya berdiri mematung melihat benda itu.

"Ini-" Roso mendekat, mencoba melihat lebih jelas. "-ini buat nyantet ya?"

"Iya," Mas Irham nampak tergagap. "Ini buhul sihir Mas."

Di tempat di mana Mas Irham menggali, nampak sebuah benda kecil tergeletak. Sebuah benda kecil berbentuk seperti boneka pocong, yang terbuat dari kafan yang nampak kotor oleh tanah dan bekas darah kering. Kelopak bunga kecoklatan juga nampak berserakan.

"Kita harus apain sama benda ini?" Yudis menoleh ke arah Mas Irham. "Apa bisa kita rusak saja?"

"Kita bawa ke tempat dosenku Mas," ujar Mas Irham agak ragu. "Nggak bisa sembarangan mbuang atau bongkar barang ginian. Percuma. Soalnya bisa balik lagi. Dosenku lebih tahu harus ngapain."

"ASU!!" Roso mengumpat keras. Ia menatap tajam ke arah buhul tersrbut. "Kok ya ada yang tega berbuat gini sama Bu Retno!"

"Apa gara- gara ini ibu jadi seperti itu?"

"..."

"Ayo kita ke rumah dosenku di kota Mas. Beliau pernah nyantri di Jombang," Mas Irham meletakkan cangkul di dekat galiannya. "Aku mau balik ambil motor, sekalian buat janji sama dosenku."

"Terus ini diapakan sekarang?" Yudis menunjuk ke arah benda itu.

"Samean bungkus dulu pake apa gitu. Jangan lupa baca Bismillah pas ngambil," Mas Irham bergegas meninggalkan tempat. Ia tak ingin membuang waktu.

Ini urusan yang tidak bisa di tunda.

"Ini aku ambilin kantong plastik Mas," Roso kembali dari rumah belakang membawa kantong plastik kecil.

Yudis membungkus benda sialan itu dengan kantong plastik dan mengambilnya. Tak ada perasaan aneh atau apa. Benda itu terasa seperti benda pada umumnya.

Siapa sangka benda kecil berukuran genggaman tangan itu sangat berbahaya?

Yudis menggenggam benda itu dan berjalan ke teras. Ia nampak sangat marah, dan tidak percaya. Bahwa ada orang yang setega ini berbuat jahat kepada keluarganya.

"Mas," Naya muncul dari dalam rumah.Ia berlari kecil menedekati Yudis di teras. Wajahnya nampak lelah dan mengantuk. Dan panik.

"Iya?"

"Ammar masih belum sadar juga."

PITUNG DINO [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang