BONUS 2

7.7K 768 68
                                    

Matahari berada di barat, menyinari sebuah kamar dari celah jendela yang tertutup. Cahayanya terasa tak terlalu panas. Jam di dinding kamar menunjuk angka 2:30. Suara detiknya yang teratur menemani seorang perempuan tua yang tengah tertidur menghadap tembok. Di belakangnya, terlihat sang cucu yang juga tertidur lelap.

-OWEEEEEEKKK!!!

Tiba- tiba saja sang cucu menangis keras.

Bu Retno tersentak. Matanya masih terpejam, tapi ia bisa mendengar jelas suara tangis cucu nya di belakang. Kepalanya terasa sedikit pening karena tiba- tiba harus terbangun. Ia hendak berbalik untuk menenangkan cucunya.

Bu Retno memaksaka diri membuka mata.

Sepasang mata kuning balas menatapnya.

Sepasang mata seorang perempuan yang nampak mendelik, dengan rongga mata berwarna merah dan wajah kotor kehijauan. Rambutnya panjang tak terawat. Perempuan yang mengenakan baju putih kusam itu berbaring tepat di antara Bu Retno dan tembok

Mulut Bu Retno terbuka hendak berteriak, namun rambut panjang wanita itu seketika melesak masuk ke dalam mulutnya.

"Ngggrrr.."  Bu Retno hanya bisa mengerang ketika merasakan rambut panjang itu memaksa masuk melalui kerongkongannya, memenuhi isi perutnya. Ia ingin muntah.

"Hihihihi," perempuan itu menyeringai dengan gigi kotor kehitaman.

"Kenapa Nak? Laper ya?" sebuah suara terdengar di belakang.

Bu Retno bisa mendengar  suara menantunya masuk ke kamar dan menenangkan Ammar.

"Bawa pergi Ammar dari sini!!" Bu Retno ingin berteriak. Namun rambut tebal di dalam perut dan mulutnya membungkam suaranya.

Rambut di dalam perutnya mengembang, terus mendesak organ- organ dalamnya. Ujung rambutnya seakan terbuat dari jarum yang menusuk- nusuk. Membuat wanita tua itu mendelik menahan perih.

"Ngggrrr.." yang keluar dari mulutnya hanya suara erangan berat. Matanya melotot dan jarinya menegang merasakan sakit.

"YA TUHAN!" Naya bergegas keluar dari kamar setelah melihat wajah Bu Retno.

Sosok perempuan mengerikan itu melayang di atas Bu Retno, lalu sisa rambutnya yang lain memanjang. Melingkar dan membelit seluruh tubuh Bu Retno seperti ular. Rambut itu terus bergerak, membungkus seluruh badannya dari kaki sampai leher.

"Hihihihi.."

Bu Retno tak bisa bergerak, dan dadanya semakin sesak. Nafasnya tersengal. Bu Retno berusaha meronta namun ikatan rambut itu membelitnya semakin kuat. Bu Retno kelojotan di atas ranjang.

"Bu Retno!! Ibu Kenapa?" Roso memegangi kaki bu Retno. Ia datang bersama Naya yang berdiri di pintu kamar.

Mata bu Retno mengikuti sosok perempuan itu yang melayang menyeberangi ruangan, lalu turun perlahan di belakang bahu Naya.

Perempuan itu menunduk. Mata kuningnya menatap Ammar di gendongan Naya dengan tajam. Jarinya yang kurus panjang dan berwarna kemerahan menyentuh pipi Ammar. Ia tersenyum lebar, lidahnya keluar menjilati bayi itu.

Ammar menangis makin keras.

Bu Retno mendelik ke arah perempuan setan itu. "Jangan sentuh cucuku!!" 

Mata perempuan itu melirik ke Bu Retno. Dan tiba- tiba saja rambut yang berada dalam mulut dan perut bu Retno seperti di tarik dengan satu sentakan kuat.

"BLUUUURRRPPP!!" bersamaan dengan tarikan itu, darah menyembur dari mulut Bu Retno. Membanjiri sprei dan lantai.

"IBU!!" Naya berteriak.

Rambut yang keluar dari mulut itu menambah lilitan di badan Bu Retno, dan membuat ikatannya menjadi sangat kuat.

Sangat- sangat kuat.

-KRRKKKK!!!

Bu Retno merasakan lengan dan sebagian rusuknya patah. Ia ingin menjerit, namun bagian dalam tubuhnya seakan meleleh terbakar akibat rambut tadi. Mulutnya menganga tapi tak ada suara yang keluar. Ia bisa merasakan aliran darah mengalir dari dalam kerongkongannya.

Perempuan seram itu terkekeh, memiringkan kepalanya perlahan sampai terbalik. Seakan senang melihat keadaan korbannya.

"Jangan ganggu cucuku, setan!" Bu Retno menatap nyalang ke arah sosok yang berdiri di belakang Naya.

Ikatan di tubuh Bu Retno semakin kuat, seperti memeras semua inti dalam tubuhnya hingga habis. Wanita tua itu bisa merasakan beberapa tulangnya patah secara bersamaan.

"Nggrrrr..." suara erangan lirih terus keluar dari mulut Bu Retno bersama dengan sisa- sisa darah yang terus bermuncratan.

Tubuh renta Bu Retno menjadi bagaikan ranting kering yang diremukkan dari segala arah. Belitan di tubuhnya membuatnya tak bisa bernafas. Rasanya sudah tak tertahankan.

Lalu sayup- sayup terdengar suara Adzan. Sosok perempuan itu mendelik, seakan belum puas. Semua ikatan rambut di tubuh Bu Retno terlepas. Ia melayang mundur sebelum akhirnya perlahan menghilang dari pandangan.

Bu Retno yang terbaring di ranjang hanya bisa gemetaran merasakan nyeri dan perih di seluruh bagian tubuhnya. Wajahnya menyorotkan kesakitan yang teramat sangat.

Ia menatap lekat ke arah cucu kesayangannya.

Syukurlah Ammar masih berada dalam gendongan Naya.

Lalu perlahan semuanya memudar.

Gelap.

PITUNG DINO [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang