"Jeno!" Teriak Jaemin.
Jeno mendengus sebal sebab sejak tadi pagi sosok bermarga Na yang tinggal di sebelah rumahnya terus mengikuti dan memanggil namanya.
"Jen, makan siang di rumah gue yuk!" Ucap Jaemin setelah berhasil menyusul langkah Jeno.
"Nggak."
"Ayolah~ mama gue masak banyak tau."
"Di rumah gue ada makanan."
"Gue nggak nanya di rumah lo ada makanan apa enggak, gue cuma ngajak lo makan siang di rumah gue aja udah."
Jeno melirik jendela kamarnya yang terlihat dari luar rumah. Disana ada Taeyong sedang menatapnya dengan senyum lucu sembari mengangguk gemas. Astaga.
"Iya."
Jaemin memajukan wajahnya menatap Jeno. Hal yang mana malah membuat Jeno mundur spontan karena terkejut. Wajah Jaemin terlalu dekat tadi...
"Gue nggak salah denger, kan?"
Jeno merotasikan bola matanya malas, pergi meninggalkan Jaemin di belakang dan masuk ke dalam rumahnya.
Jaemin masih di belakang dan tersenyum bahagia bukan main. "Jangan lupa habis ini langsung ke rumah gue, ya! Gue tunggu!"
Jeno menatap dirinya di cermin. Memakai kemeja dan celana jeans panjang. Bibir tebalnya tidak berhenti membentuk lengkungan indah yang membuat siapa saja yang melihatnya akan jatuh cinta.
"Terlalu formal tuh penampilan kamu, kaya mau main ke rumah calon mertua aja." Celetuk Taeyong dari belakang.
Jeno buru-buru melepas kemejanya.
"Ngagetin!"Taeyong terbahak menatap adiknya yang sedang salah tingkah. Bahasa gaulnya, salting.
"Emm kayaknya lagi ada yang kasmaran nih." Goda Taeyong dengan senyum jahil yang membuat Jeno kesal bukan main.
"Diem ah." Ucap Jeno.
"Kakak di rumah aja ya, kamu ke rumah Jaemin sendiri bisa kan."
"Hm." Balas Jeno seadanya.
"Pake lagi dong kemejanya, udah ditunggu calon mertua loh."
"Kak!" Jeno memekik kesal. Dasar hantu!
•••
Jaehyun menatap rumah besar dengan gerbang hitam. Wajahnya yang datar tidak bisa ditebak, entah apa yang sedang pria tampan itu pikirkan.
"Udah berapa tahun gue nggak kesini." Gumam Jaehyun sembari menatap rumahnya. Rumahnya dulu, rumah yang memiliki kenangan indah dan sedih. Kenangan yang tidak akan pernah Jaehyun lupakan, sampai kapanpun.
Bermodal kunci yang ia miliki, Jaehyun berhasil membuka gerbang dengan mudah. Menatap halaman rumahnya yang terlihat bersih dan terawat karena memang keluarganya mempekerjakan orang untuk membersihkan rumahnya setiap dua minggu sekali.
Rasanya seperti pulang ke rumah. Rumah yang benar-benar rumah. Satu-satunya tempat yang membuatnya betah untuk menetap. Tempat yang jauh dari hingar bingar kehidupan mewah dan media massa. Jaehyun suka kehidupan yang tenang. Tapi menjadi actor adalah impiannya. Dan tentu saja hidup seperti itu tidak akan Jaehyun dapatkan ketika ia memutuskan menandatangani kontrak.
Jaehyun tersenyum ketika berhasil membuka pintu utama rumah. Sofa, meja, lemari semuanya ditutupi oleh kain putih. Terlihat kosong, tapi masih ada beberapa figura foto yang ditempel di dinding.
Foto-foto yang diambil beberapa tahun yang lalu. Foto ayahnya, ibunya, dan dirinya sendiri masih berada di tempat yang sama.
Jaehyun membuka kain yang menutupi lemari yang jika tidak salah dulu dijadikan tempat menaruh action figure miliknya. Seharusnya sudah tidak ada apa-apa disana, tetapi rupanya masih ada beberapa yang sengaja ditinggalkan.
Dan salah satunya adalah foto kecil yang mana membuat jantungnya berdebar-debar. Jaehyun meraih foto tersebut dan memandangnya lama.
3 Maret 1999. Tertulis di belakang foto.
Sudah lama sekali, delapan belas tahun yang lalu. Hari dimana Jaehyun berhasil memenangkan olimpiade matematika. Jaehyun orang yang tidak menyukai hitung-hitungan memenangkan olimpiade matematika, juara pertama. Dan itu berkat Taeyong yang tidak pernah lepas tangan untuk mengajarinya matematika.Omong-omong soal Taeyong, pemuda itu terlihat sangat cantik di dalam foto. Sangat amat cantik. Jaehyun rindu. Jaehyun ingin memeluk Taeyong sekali lagi. Menceritakan hidupnya selama tujuh belas tahun semenjak pemuda itu meninggalkannya. Menceritakan bagaimana rasanya menjadi actor terkenal, dan membayangkan bahagianya Taeyong jika mengetahui itu.
•••
Taeyong berjalan dengan pandangan kosong. Ia memutuskan untuk pergi melihat-lihat komplek rumahnya yang sudah berubah tujuh belas tahun terakhir ini.
Tapi tujuannya berhenti di depan rumah Jaehyun. Gerbangnya terbuka, padahal terakhir kali itu tidak terbuka.
Karena rasa penasarannya lebih tinggi, maka Taeyong memutuskan untuk masuk. Tidak masalah karena tidak akan ada yang bisa melihatnya kecuali Jeno.
Pintu utamanya bahkan juga terbuka lebar. Apakah mungkin rumah sedang dibersihkan?
Tapi Taeyong berdiri kaku di depan pintu ketika mendapati sosok tinggi berdiri di depan lemari kaca dengan memandang sebuah foto kecil di tangan.
Walaupun sudah bertahun-tahun lamanya, Taeyong tahu itu adalah Jung Jaehyun. Cinta pertamanya.
"Jaehyun." Ucap Taeyong.
Tidak ada balasan.
"Jaehyun, aku disini." Ucap Taeyong sekali lagi.
"Jaehyun, aku harap kamu bisa denger aku."
Mustahil. Taeyong tersenyum sedih. Rasanya sesak sekali, hal yang sama terjadi ketika Taeyong memanggil ibunya tujuh belas tahun yang lalu. Wanita itu sama sekali tidak bisa mendengar atau bahkan melihatnya.
Sungguh, Taeyong hampir ingin mati sekali lagi rasanya. Itu jauh lebih menyakitkan dibanding saat hari kematiannya. Disaat kau bisa melihat seluruh orang yang mau sayangi tapi mereka tidak bisa melihat atau bahkan mendengarmu.
"Apa kabar, Jaehyun?" Tanya Taeyong.
"Akhirnya kamu jadi actor terkenal, seperti impian kamu. Kemarin aku lihat kamu di TV tau, kamu keren banget."
"Jaehyun..."
"Jaehyun, kamu kangen aku nggak?"
Tangis Taeyong tidak terbendung lagi ketika kalimat terakhir meluncur dari bibirnya.
"Aku kangen banget sama kamu." Ucap Jaehyun.
"Taeyong, kamu pasti seneng ya bikin hidupku menderita?"
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Remember Me?✅
Fanfiction[ON GOING] Diulang tahunnya yang ke-17 Jeno mendapatkan kemampuan untuk melihat arwah kakaknya yang sudah meninggal. © kelonin, 2021. ⚠ BxB, Angst, Hurt, Death Character, Attempted Suicide. Inspired by Happy Birthday Series.