Jaehyun memandang langit malam yang entah mengapa lebih cerah dibanding malam-malam sebelumnya. Memang tidak ada bintang, hanya ada bulan yang bersinar paling terang.
Tangannya memegang sebuah gelas berisi minuman beralkohol. Tenang saja, dia belum mabuk dan lagipula Jaehyun bukanlah orang yang mudah mabuk hanya dengan beberapa gelas alkohol lagi.
Kejadian tadi yang masih terus berputar di ingatannya. Bagaimana Jeno mengatakan bahwa Taeyong masih ada di dunia ini. Pikiran itu membuatnya tidak bisa memejamkan mata barang sejenak, tidak tenang rasanya.
Beribu pertanyaan bersarang di kepalanya sekarang.
Bagaimana Taeyong masih berada di dunia ini? Mengapa? Apa yang pria itu lakukan di dunia? Seperti apa sosok itu? Dan, apakah Taeyong merindukannya?
•••
Semarang, Indonesia, Tahun 1999.
"Mau makan sate ayam nggak?" Tanya Jaehyun kepada sosok mungil Taeyong yang sedang merebahkan diri di rerumputan di bawah pohon di pinggir danau.
"Sate ayam? Kapan?"
"Nanti malem gimana? Naik Vespa gue."
Taeyong tertawa. Jaehyun itu baru saja dibelikan Vespa oleh ayahnya, sehingga pemuda itu terus berusaha mengajaknya untuk pergi berdua. Padahal Taeyong tahu niat Jaehyun hanya untuk pamer saja.
"Boleh deh."
Jaehyun tersenyum senang. "Gue jemput jam setengah tujuh malem ya, di depan rumah lo."
"Ya."
Jaehyun memandangi Taeyong yang memejam. Kalau boleh jujur, Taeyong sangat indah. Ayu dan lembut. Tidak bosan untuk dipandang meski setiap hari keduanya bertemu.
Rambut hitamnya yang tertiup angin sangat indah, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan berwarna merah cerah, pipinya bahkan selalu merona. Sangat sempurna.
Lalu, bagaimana bisa Jaehyun tidak jatuh cinta pada sosok Taeyong?
Jawabannya adalah sudah. Sejak pertama kali keduanya bertemu, Jaehyun sudah jatuh cinta pandangan pertama pada sosok mungil yang duduk sendirian di pinggir lapangan.
Kemudian mereka menjadi semakin dekat dan dekat setelah berkenalan. Dan tidak disangka rumah mereka berada di satu komplek yang sama sehingga semakin banyak waktu untuk Jaehyun bertemu dengan Taeyong.
Bahkan sering kali Taeyong bermain ke rumahnya untuk sekedar membantunya mengerjakan tugas.
Tapi Jaehyun tidak pernah mengatakan tentang perasaannya kepada Taeyong. Dia lebih pilih bungkam daripada hubungan pertemanan yang sedang mereka jalin hancur. Jika Taeyong memiliki perasaan yang sama dengannya itu mungkin akan baik-baik saja, tapi jika tidak maka hubungan mereka malah akan renggang karena rasa canggung.
Dan lagi, Jaehyun tidak akan bisa menjadikan Taeyong miliknya jika ia sendiri saja sudah memiliki tambatan hati.
"Jaehyun!"
Jaehyun terlonjak ketika suara cempreng Taeyong mengagetkannya. "Iya?"
"Kamu kenapa ngalamun gitu?"
"Oh, enggak. Gue cuma kepikiran aja nanti malem harus berpenampilan kaya gimana."
Taeyong tertawa. "Biasa aja lah, kaya kamu mau jalan sama cewekmu aja."
"Hmm."
•••
"Jaehyun." Panggil Taeyong.
Keduanya sekarang sedang berada di jembatan sembari menatapi mobil yang berlalu lalang.
"Ya?"
Taeyong tersenyum kecil. "Manggil aja sih."
Jaehyun menaruh gorengan yang sedang ia makan ke dalam plastik. "Ngomong aja."
"Ngomong apa?" Tanya Taeyong.
"Ngomong semua yang pengen lo omongin, biar lebih lega. Gue liat-liat dari berangkat nggak tenang lo."
Sejak tadi sore ketika ia menjemput Taeyong memang pemuda itu tengah terlihat tidak tenang dan gelisah. Bahkan sepanjang perjalanan keduanya hanya diam, biasanya Taeyong selalu memiliki banyak hal untuk diceritakan.
Kelereng indah pemuda itu juga memancarkan gelisah yang bisa ia rasakan pula. Itu sebabnya ia bisa langsung menyadari.
Taeyong tertawa kecil, pandangannya ke bawah menatap air tenang sungai. "Menurut kamu nyawa itu bisa diganti nggak?"
"Hmm, nyawa diganti? Gimana bisa?"
"Nggak tau juga." Balas Taeyong dengan senyum lucu.
"Kalau nyawa gue harus diambil buat lo, gue rela."
Senyum di wajah ayu Taeyong luntur setelah dengar kata-kata yang dilontarkan Jaehyun. Pemuda cantik itu terkekeh kemudian, "nggak lucu."
"Siapa yang ngelucu, orang gue gombalin lo."
"Aku bukan cewek, nggak mempan."
"Hmm, masa?"
"Hm."
•••
Semarang, Indonesia, Tahun 2017.
Jaehyun tidak pernah lupa sedetik pun kenangan tentang Taeyong.
Setiap momen yang ia miliki bersama dengan Taeyong selalu berusaha ia ingat. Ia benar-benar tidak ingin melupakan Taeyong dalam hidupnya. Dan ia ingin Taeyong di atas sana tahu bahwa dirinya selalu merindukan sosoknya.
"Kapan lo mau balik ke Jakarta?" Tanya Doyoung dari belakang. Hari ini Doyoung datang jauh-jauh dari Jakarta ke Semarang untuk melihat keadaan sahabat sekaligus artisnya.
"Gue masih pengen disini." Balas Jaehyun pelan.
Helaan napas terdengar dari sosok pekerja keras Doyoung, "tapi ini udah tiga hari lo disini, besok lo ada pemotretan."
"Apa nggak bisa ditunda dulu?"
"Mau ditunda sampe kapan lagi? Kalo kaya gini brand mana mau bayar lo, Jae."
"Doy, gue mau rest dari dunia keartisan."
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Remember Me?✅
Fanfiction[ON GOING] Diulang tahunnya yang ke-17 Jeno mendapatkan kemampuan untuk melihat arwah kakaknya yang sudah meninggal. © kelonin, 2021. ⚠ BxB, Angst, Hurt, Death Character, Attempted Suicide. Inspired by Happy Birthday Series.