14. After 17 Years, How Do You Feel?

1.8K 281 8
                                    

Jeno menatap sosok Jaehyun datar. Bagaimana bisa pria itu datang ke rumahnya di pagi buta dan mengatakan hal seperti ingin bertemu dengan kakaknya? Bagaimana bisa itu dilakukan sedangkan hanya dirinya yang melihat sosok sang kakak.

"Gue nggak bisa menjamin lo liat kakak gue, tapi gue bisa jamin lo interaksi sama dia. Gue sebagai penengahnya." Ucap Jeno.

Jaehyun mengangguk. "Saya pengen ngobrol sama Taeyong." Sembari melirik samping kiri Jeno, menebak-nebak mungkin saja ada sosok si manis disana.

"Kakak gue lagi nggak disini, jadi jangan liat kanan kiri gue." Celetuk Jeno. Kemudian pemuda itu mengarahkan Jaehyun untuk masuk ke dalam rumahnya.

Sembari mengabari Jaemin bahwa dirinya mungkin tidak bisa menepati ucapannya ikut jogging karena ada tamu yang harus ia urus.

"Gue mandi dulu."

Jaehyun senantiasa menunggu Jeno selesai dengan urusannya sembari melihat kanan kiri rumah besar yang ditempati Jeno. Sepertinya pemuda itu sedang sendirian di rumah.

Matanya menatap foto besar yang dipajang tepat di depan posisinya duduk. Itu adalah sebuah pigura besar foto keluarga. Tapi tidak ada Taeyong disana, hanya ada foto Taeyong yang diikut sertakan di dalam foto.

"Sorry gue cuma punya air mineral." Ucap Jeno sembari menaruh sebotol tanggung air mineral di hadapan Jaehyun.

"Makasih." Balas Jaehyun pelan. "Taeyong?"

Jeno mengangguk. "Kak Taeyong duduk di sebelah gue."

Taeyong memang benar duduk di sebelah sang adik sembari perhatikan Jaehyun dari jauh. Dia sungguh masih tidak percaya kalau Jaehyun datang kemari hanya untuk bertemu dengannya.

Tadinya Taeyong tidak ingin bertemu Jaehyun, sungguh. Tapi karena perbuatannya yang sudah-sudah memancing Jaehyun untuk penasaran, mau tidak mau ia harus selesaikan ini.

"Jeno."

Jeno menatap kakaknya dengan pandangan bertanya.

"Pinjem tangan kamu." Ucap si pemuda manis. Jeno menurut, membuka telapak tangannya yang entah untuk apa.

Taeyong si pemuda manis tersenyum, menggenggam tangan sang adik. Seolah ada kekuatan ajaib, sosok Jeno kini berubah menjadi sosok Taeyong yang sama dengan tujuh belas tahun yang lalu.

Jaehyun bahkan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sendiri dengan mata kepalanya. Rasa takut mungkin ada, tapi itu adalah Taeyong yang ia rindukan selama ini.

"Jaehyun."

Jaehyun hampir akan menangis ketika mendengar suara Taeyong lagi, pria tampan itu memeluk sosok yang ia rindukan sekian lama. "Taeyong..."

Taeyong memejam menikmati pelukan hangat yang lama tidak dirasanya. Nyaman, Taeyong merasa sangat aman.
Pemuda cantik itu tersenyum sembari mengusapi punggung lebar Jaehyun.
"Aku seneng kamu bisa lihat aku."

"I miss you..." Lirih Jaehyun di telinga si pemuda manis. "Apa kabar?" Ucapnya, Jaehyun melepas pelukannya guna melihat wajah ayu Taeyong dengan leluasa.

Taeyong tertawa. "Kamu yang apa kabar."

Bungkam, Jaehyun membawa Taeyong ke dalam pelukannya sekali lagi. "Nggak pernah sebaik ini." Ucap Jaehyun lirih. "Aku hampir mati kangen kamu."

Taeyong mengusap punggung lebar Jaehyun lembut. Berharap dengan sebuah usapan dapat menghantarkan rasa tenang dan lega. "Mau sampai kapan pelukan gini?" Gurau Taeyong. Sungguh, dia juga tidak ingin melepas pelukan ini.

Jaehyun melepas pelukan itu, memutus rasa nyaman namun masih dengan rasa leganya disana. "Kamu masih sama kaya dulu." Ucap Jaehyun sembari usap pipi Taeyong yang lembut.

Taeyong tersenyum mengusap tangan Jaehyun yang berada di pipinya. "Aku nggak pernah nyangka bakalan lihat Jaehyun umur tiga puluh empat tahun."

"Aku juga nggak pernah nyangka bakal lihat Lee Taeyong umur tujuh belas tahun sekali lagi di umurku yang udah kepala tiga." Balas Jaehyun.

"Hmm." Dengung Taeyong.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?" Tanya Taeyong bingung.

"Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu sakit parah."

Taeyong menatap ke dalam mata Jaehyun, tercekat, hampir tercekik. Dia tidak sanggup bahkan untuk mengeluarkan satu patah kata. "Maaf." Pada akhirnya hanya kata maaf yang bisa ia ucapkan, entah apa maksudnya.

"Maaf." Ucap Jaehyun. "Maaf karena aku nggak jujur sama perasaanku sendiri dan kamu, seandainya waktu itu aku──"

Taeyong menggeleng. "Jangan bilang apapun yang bukan datang dari hati kamu." Ucap Taeyong. "Aku tau kamu bilang ini karena disini..." Taeyong menunjuk dada kiri Jaehyun, "kamu cuma merasa bersalah."

Jaehyun menggeleng ribut. "Aku nggak lagi ngerasa bersalah sama kamu, Taeyong, aku jujur sama kata-kataku tadi." Ucapnya sembari kembali peluk tubuh Taeyong.

Lama, hening. Jaehyun didorong kuat oleh sosok yang dipeluknya. "Lepasin gue." Itu suara Jeno lagi.

"Taeyong?" Panggil Jaehyun panik ketika tidak mendapati sosok cantik itu hilang.

"Udah nggak ada." Balas Jeno singkat. Matanya melirik sofa di sebelahnya, Taeyong masih disana sebenarnya. Duduk sembari mengusap air matanya. Sungguh, apa yang kakaknya dan pria ini bicarakan?

"Kak Taeyong udah pergi, jadi lo juga harus pergi. Gue sibuk."

•••

"Gue nggak tau kalo lo bisa ambil alih tubuh gue buat nunjukin diri lo ke orang." Ucap Jeno pada kakaknya.

Taeyong tersenyum. "Keren kan?"

"Kalo gitu yang bisa liat lo cuma Bang Jaehyun atau orang lain juga?"

"Cuma orang yang pengen aku kasih tunjuk aja."

"Hm. Jadi, tadi cuma Bang Jaehyun ya yang bisa liat lo."

"Iya." Balas Taeyong.

Jeno menatap kakaknya sekali lagi. "Lo ngomong apa aja sama dia?" Tanya si pemuda tampan pada akhirnya.

"Wisata masa lalu."

"Halah bahasa lo."

Taeyong tertawa. "Ya ngomongin sesuatu."

"Kak."

"Ya?"

"Alasan lo masih di dunia ini karena Bang Jaehyun, 'kan?"

Taeyong terdiam sejenak, kemudian mengangguk.

"Lo barusan udah ketemu sama dia, berarti urusan lo di dunia udah selesai?" Tanya Jeno.

Taeyong mendudukkan dirinya. Berjalan ke arah adiknya yang sedang berdiri di balkon. "Harusnya. Kamu mau kakak cepet-cepet menghilang dari dunia ini, ya?"





















































































































TBC






Do You Remember Me?✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang