Part 1: Back to Sixteen

540 84 5
                                    




Krist masih bingung dengan apa yang terjadi padanya. Semua terjadi secara tiba-tiba. Ia kini tinggal di dalam tubuhnya yang masih berusia 16 tahun. Ia berkaca di depan cermin dan melihat wajahnya yang masih nampak polos, imut, belum ada kerutan di wajahnya, dan belum tumbuh uban. Entah bagaimana ia dapat kembali ke saat usianya masih 16 tahun, tetapi ingatannya akan masa depan masih tetap ada.

Jika semua yang terjadi pada Krist hanya mimpi, tidak mungkin ketika Krist pulang ke rumahnya, kakaknya masih ada di rumah. Padahal di masa depan, kakak laki-lakinya telah menikah dengan orang luar dan tinggal di negara lain. Tapi kini, kakaknya itu masih berada di rumah dan sedang sibuk belajar untuk ujian di kampusnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?, isi pikiran Krist masih kosong. Ia masih berusaha mencerna apa yang terjadi, meskipun ia tak dapat percaya semua ini kenyataan. Entah mimpi atau bukan yang penting di dunianya saat ini, Singto masih hidup dan masih menjadi sahabatnya. Kejadian perpisahan itu belum terjadi dan Krist tidak ingin itu terjadi, karena kelak ia akan menyesalinya.

Jika benar hanya mimpi, tidak mungkin kini Krist bisa berada di sebuah kafe. Krist mengingat kejadian di saat itu adalah ketika bandnya akan tampil di kafe untuk pertama kali. Anggota band Krist adalah teman-teman dari sekolah lain dan ada juga kakak kelas alumni SMA yang sama. Krist mengingat malam itu, Singto akan duduk di kursi paling depan untuk memberi semangat pada Krist.

"Mulai?", tanya teman Krist yang memegang gitar. Krist mengangguk padanya, lalu ia mulai memukul simbal drumnya untuk memberi ketukan aba-aba. Begitu instrumen musik yang lain masuk, Krist langsung menggebuk drumnya seperti ia biasanya ketika sedang manggung. Teman-teman satu bandnya langsung melirik pada Krist. Mereka terkejut karena skill Krist tiba-tiba meningkat drastis.

Oh iya. Krist lupa. Kini ia berada di dalam tubuhnya sepuluh tahun silam, ketika skillnya dan teman-temannya masih belum mencapai tahap sepuluh tahun mendatang setelah terus-menerus berlatih dan merasakan pahit manisnya kehidupan.

Krist sengaja menurunkan kemampuan show off nya agar teman-teman satu bandnya tak curiga.

"Wooo... Wooo!!!", sorak para pengunjung kafe yang menyukai pertunjukkan band rock milik Krist itu. Pertunjukkannya kali itu lebih sukses daripada yang Krist ingat dulu. Setelah turun panggung, beberapa pengunjung wanita menghampiri Krist untuk minta berfoto bersama. "Kamu keren banget tadi.", kata wanita-wanita itu.

Krist ingat dulu pertunjukkan pertamanya tak mendapat reaksi seperti saat ini.

Apakah yang aku lakukan dapat mengubah masa depan?, pikir Krist.

"Woii Krist!", panggil gitaris bandnya. "Gue kaget banget kapan skill lu jadi gokil abis? Kok lu gak pernah nunjukin pas latihan?"

Krist tertawa canggung, sembari menggaruk belakang kepalanya, "hehehe... Gue sengaja mau nunjukin pas manggung."

"Emang kita gak salah pilih drummer. Keren abis lu bontot.", ucap Thanat, anggota tertua dalam band Krist sekaligus bassist.

Krist melihat style Thanat yang masih ala anak band gaul pada zamannya dengan rambut jabriknya. Krist semakin percaya bahwa ia benar-benar dibawa ke sepuluh tahun silam. Entah sihir apa yang membawanya dan mengapa?

"Krist...", terdengar suara seseorang yang memanggil Krist dari belakangnya. Krist langsung menoleh dengan tatapan senang.

"Singto..."

"Maaf aku telat datang gara-gara tadi disuruh antar mama pergi ke bandara."

"Ohh... Gapapa Singto.", jawab Krist. Tunggu. Ini berbeda dengan di masa lalu sebelumnya. Dulu, Krist ingat Singto datang awal dan duduk di kursi paling depan. Krist ingat pada hari itu adalah....

"SINGTO!", teriak Krist dengan tiba-tiba. Singto sampai terkejut dibuatnya karena Krist berteriak di depannya. "Ada apa Krist?"

"SINGTO MAMAMU BELUM BERANGKAT KAN?"

"Hmm?", Singto mengecek jam tangannya. "Sepertinya masih di ruang tunggu. Kenapa?"

"Singto pokoknya mamamu jangan sampai terbang. Gak boleh. Mamamu gak boleh terbang. Cepat kamu cegah sekarang!"

"Memangnya kenapa Krist? Kalau aku cegah nanti mamaku marah. Dia ada urusan kerjaan penting di Bangkok."

"Singto! Ini penting! Kamu percaya sama aku kan?", Singto tidak tahu apa yang terjadi pada temannya yang nampak aneh sejak kemarin. Tapi raut wajah Krist terlihat sangat serius. Hingga sampai Singto harus mencegah mamanya agar tidak jadi naik pesawat dengan berbohong kalau dirinya kecelakaan.

"Kamu ngapain bohongin mama sih Singto?! Kamu ini udah besar masih seperti anak kecil! Kamu bikin mama dimarahin boss karena gak jadi pergi ke Bangkok..."

"Maa... Maafin Singto ma."

Mama Singto marah-marah dan mengomel pada Singto begitu tahu bahwa Singto tidak kecelakaan. Ia hanya berbohong. Singto dimarahi habis-habisan di ruang tengah karena dianggap kekanakan sudah mempermainkan mamanya. Singto beralasan karena tidak ingin ditinggal mamanya pergi. Sungguh sebuah alasan yang sangat kekanak-kanakan.

Televisi di ruangan tengah tempat Singto bersujud sembari dimarahi mamanya sedang menyala, karena ayahnya malah menonton televisi. Ayahnya selalu tidak ingin ikut campur jika Singto sedang diomeli mamanya.

"Breaking news. Pesawat XX dengan nomor penerbangan BK-XN21 yang terbang dari Chiangmai menuju Bangkok dikabarkan hilang kontak.", suara pembaca berita di televisi.

Mama Singto langsung terfokus menonton acara berita tersebut. Lalu kembali menoleh pada putranya.

"Singto?", ucap mamanya yang terjatuh lemas. Jika putranya tidak berbohong maka ia kini akan berada di dalam pesawat yang hilang kontak itu.

"Maa...", Singto juga terbelalak dan tak habis pikir. Mamanya menangis dan memeluk Singto.

Lalu Singto menghubungi Krist.

"Krist! Darimana kamu tahu?!"

"Tahu apa?", jawab Krist dari sambungan telepon.

"Kenapa kamu suruh mamaku jangan terbang?!"

Krist tercekat, ia tidak dapat menjawab. Ia tidak mungkin berkata bahwa dirinya berasal dari masa depan. "Gak tahu Singto, aku cuma punya perasaan gak enak."

"Huh??....."

Krist ingat pada hari bandnya tampil di kafe untuk pertama kali. Hari itu pula, Singto kehilangan mamanya dalam sebuah kecelakaan pesawat. Tapi kini takdir telah berubah. Mama Singto tidak jadi naik ke pesawat.

"Mamamu baik-baik aja kan, Singto?"

"Iya. Makasih banyak Krist... Aku gak tahu gimana kalau sampai tadi mamaku jadi terbang...", ucap Singto yang terdengar terisak.

Jadi.... Benarkah aku bisa mengubah takdir? Mungkin jika benar, Singto gak perlu pergi... Iya kan?


***

Turn Back The FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang