Epilog

593 66 8
                                    



Krist menghadiri acara kelulusan suaminya yang telah berhasil menjadi seorang dokter spesialis kandungan. Itu lah spesialisasi yang dipilih oleh Singto, karena ketika ia menjalani coass sebelum menjadi dokter umum di rumah sakit, ia pernah melihat proses kelahiran seorang bayi yang telah divonis dokter tidak akan bertahan lama di luar kandungan karena terlahir prematur. Namun, ternyata prediksi dokter salah. Bayi itu berjuang keras untuk bertahan hidup begitu mendengar suara ibunya. Hal itu adalah sebuah keajaiban yang tidak mungkin terjadi secara teori ilmu. Dan Singto ingin melihat lebih banyak keajaiban terjadi.

Singto pulang ke rumah bersama dengan suaminya seusai menghadiri acara kelulusan. Di rumah, Krist telah menyiapkan sebuah perayaan kecil-kecilan untuk anniversary pernikahan mereka. Krist menyiapkan dinner ala-ala fine dining di rumah saja, karena mereka baru bisa kembali larut malam. Sehingga tidak mungkin untuk dinner di restoran.

"Congrats suamiku. Gak kerasa sekarang kamu udah spesialis. Dan gak kerasa juga bentar lagi kita kepala 3.", ucap Krist pada suaminya.

"Happy wedding anniversary ke-4 sayang... Kamu mau hadiah apa?", tanya Singto.

"Anak. Kamu janji kita akan coba begitu kamu lulus spesialis, kan?"

Singto menatap pada suaminya. "Kamu ingin aku menanamkan sel spermaku di sel telur wanita lain?", tanya Singto.

Krist mengangguk. "Memangnya bagaimana lagi caranya kalau gak pakai ibu pengganti? Aku kan gak punya sel telur. Kenapa kamu gak mau? Apa kamu gak mau punya anak kandung?"

"No. Buat aku kita berdua aja udah cukup. Kalau kamu mau punya anak, mendingan anak kandungmu."

Krist menggeleng, "Gak mauu... Rasanya gimana gitu. Walaupun cuma kasih sel sperma, tapi rasanya kaya aku selingkuh dari kamu.", ujar Krist.

"Itu maksudku.", ucap Singto. "Kita adopsi aja. Nanti akhir minggu ini mau ke panti asuhan sama-sama? Mungkin ada anak yang ingin kamu adopsi."

Belum sempat Krist menjawab pertanyaan suaminya, handphone Singto berdering. Ia hanya menatap layar handphonenya dan tidak mengangkatnya.

"Kenapa gak diangkat?", tanya Krist.

"Panggilan dari rumah sakit. Ini anak residen tahun ketiga.", jawab Singto.

"Angkat. Mungkin dia butuh bantuan."

Singto menuruti kata suaminya dan mengangkat telepon itu. Walaupun ia sangat malas jika harus datang ke rumah sakit di saat hari anniversary pernikahannya. Ia bukan lagi residen. Singto menjawab telepon itu dan menekan loudspeaker agar suaminya bisa dengar.

"KAKK!! Maksudku dokter Singto!! Tolong akuuu...", suara seorang wanita dari sambungan telepon yang terdengar panik. Singto melihat ke arah suaminya yang juga nampak penasaran dengan apa yang terjadi hingga suara wanita itu terdengar seperti itu.

"Ada apa?", tanya Singto

"Seorang pasien, wanita berusia 17 tahun dengan usia kandungan 30 minggu mengalami pecah ketuban dan internal bleeding. Jika tidak dilakukan operasi sekarang, nyawa bayi dan ibunya bisa tidak selamat."

"Kenapa malah menghubungiku? Hubungi dokter Mario sekarang! (dokter spesialis kandungan senior)."

"Sudahh!! Tapi gak diangkat. Katanya dokter Mario lagi di luar kota. Huhuhu gimana ini? Aku harus gimana? Disini cuma ada residen tahun pertama.", wanita itu terdengar semakin panik dan suaranya sudah gemetar.

Turn Back The FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang