Singto tiba-tiba membuka matanya dengan napas tercekat. Ia pikir ia telah mati. Terakhir kali ia mengingat dirinya terjun dari balkon unit apartemennya di US yang berada di lantai 20. Singto mengingat dirinya tak kuasa menahan kesedihan ditinggal suaminya untuk selamanya, sehingga ia memilih untuk bunuh diri. Sebelum bunuh diri, Singto sempat menuliskan surat terakhir yang mengungkapkan perasaan kesedihan dan kehidupannya yang luluh lantak hanya dalam waktu sekejap pasca kepergian suaminya.Singto melihat ke sekelilingnya. Ruangannya berada tak asing baginya, namun terlihat begitu lama tak pernah dikunjunginya. Singto langsung melompat bangun dari tempat tidur begitu menyadari bahwa dirinya sedang berada di kamar kosnya ketika ia masih kuliah kedokteran di Bangkok.
Singto menyadari tangan sebelah kirinya masih menggenggam jimat kain miliknya. Jimat yang terakhir kali digenggamnya sebelum terjun dari balkon apartemen.
"Gak mungkin! Gak mungkin!", Singto panik mencari keberadaan handphonenya. Ia langsung melihat tanggal yang tertera di layar handphonenya.
4 Juli 2013
Singto membelalakkan kedua mata karena terkejut. "Gak mungkin....", ucap Singto sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih berusaha mencerna keadaan. Lalu Singto melihat notifikasi pesan chat yang dikirim oleh kontak yang ia beri nama 'My Baby Krist'.
Kedua tangan Singto gemetaran. Bibirnya pun ikut gemetar. Ibu jarinya berusaha membuka pesan chat yang dikirim oleh Krist itu.
Singto langsung meneteskan air mata begitu melihat beberapa barisan chat yang baru dikirim oleh Krist tak lebih dari satu jam yang lalu.
Ayang hari ini dateng ke kafe kan?
Yang... Ayang?
Kamu lagi sibuk?
Apa ketiduran?
Kalo mau dateng bandku manggung jam 4 sore ya
Hari ini kita mau bawain lagu ciptaan kita pertama kali banget
Aku takut yang...
Tapi aku bawa jimat keberuntungan dari ayang semoga aku beruntung ya.
Ayang kalo sempet nonton dong.
Singto langsung melihat jam yang menunjukkan pukul 4 sore lebih 10 menit. Ia sudah terlambat 10 menit dari jam band Krist tampil. Tapi Singto langsung buru-buru mengambil kunci motor di tempat ia biasa meletakkannya. Ternyata kunci motornya benar ada di laci biasanya dan motornya pun terparkir di depan kosnya. Tanpa pikir panjang, Singto pergi ke kafe tempat Krist biasa tampil di Bangkok, kafe The Rock Pub (lihat part 9: Love in Bangkok).
Singto berlarian dari tempat parkir motor untuk masuk ke dalam kafe tersebut. Entah mengapa kedua kakinya terasa lemas, langkahnya menjadi gontai karena kedua kakinya gemetaran. Ia takut. Ia takut jika Krist tidak ada di dalam sana.
Krist! Krist! Please....
Singto berdiri di sebelah pintu kafe. Ia masih berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah karena berlari. Singto melihat ke arah band yang sedang tampil di atas panggung. Pandangan matanya langsung tertuju ke arah penabuh drum.
Krist yang melihat kekasihnya berdiri di dekat pintu langsung tersenyum bahagia ke arah Singto. Krist pun semakin semangat menabuh drummya setelah mendapati kekasihnya telah datang, meskipun baru datang di lagu terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back The Fate
FantasiKisah mengenai seorang pria yang terlambat menyadari perasaannya pada cinta pertamanya. Krist Perawat baru mendengar kabar bahwa teman sebangkunya ketika di SMA, sekaligus sahabatnya dan cinta pertamanya telah tiada. Terlambat bagi Krist Perawat un...